KB Walidah I Gresik Hadirkan Psikolog di Parenting Interaktif

Noer Suci Endah Puspitaningrum SPsi MPsi Psikolog saat menjadi narasumber Parenting Interaktif KB Walidah I Gresik, Senin (29/1/2024).

PWMU.CO – KB Walidah I Gresik mengadakan Parenting Interaktif dengan menghadirkan narasumber Noer Suci Endah Puspitaningrum SPsi MPsi Psikolog, Senin (29/1/2024).

Sebelum mulai materi, ada ice breaking di mana orangtua yang hadir diminta menulis apa kehebatan ananda menurut bunda masing-masing. Selaras dengan tema ‘Mama, Aku Anak Hebat’, Suci lalu mengajak para mama bertepuk tangan. “Aku hebat (prok prok prok), kamu hebat (prok prok prok), kita hebat (prok prok prok), hebat!”

Beragam sebutan untuk masa kanak-kanak awal pun ia jelaskan. Misalnya, masa bermasalah. “Anak-anak dua tahun ke atas baterainya full terus. Sampai kita kadang kewalahan. Bahkan beberapa orang tua di luar sana ada yang mengkhawatirkan, yaitu melabel anak nakal,” ungkapnya di hadapan 19 wali siswa dari anak berusia 2-4 tahun itu.

Label anak nakal ia larang karena sebenarnya anak di usia tersebut hanya sedang mencari informasi terkait apa yang dia kerjakan. “Informasi didapat dari orang tua dan guru, sehingga kita beri penjelasan yang baik, penjelasan sesuai kondisi konsep anak,” tutur Suci.

Sebutan kedua, masa menjelajah. “Apapun dieksplorasi. Mau kardus, mau sampah. Apapun yang sudah kita tata rapi, tiba-tiba berserakan. Itu mereka suka banget tapi kita nggak suka,” ungkapnya sambil tertawa.

Mengahadapi tingkah ini, Suci mengajak para mama bertanya dengan lembut dan ceria, “Lagi apa, Nak? Kamu ngapain?”

Selanjutnya, dia mengungkap pada usia tersebut anak memiliki imajinasi yang tinggi. Maka Suci mengingatkan agar para mama mau memberi ruang berimajinasi dan hadir memberikan pertanyaan sehingga semakin memantik imajinasinya. “Jangan, sudah, kamu itu ngerepotin Mama!”

Bagi anak, selembar kertas bekas bisa menjadi pesawat. Di sinilah perlunya mama menyesuaikan diri dengan masuk ke dunia anak. “Oh ya Nak, pesawatnya besar ya. Sebesar apa? Siapa yang membuat pesawat itu?” lanjutnya.

Ketika anak mampu menunjuk dirinya, kata Suci, inilah bentuk kepercayaan dirinya untuk bisa mengeksplorasi kemampuan imajinasinya. Dia kembali mengingatkan agar mereka tidak memutus imajinasi anak. Misalnya dengan mengatakan, “Wis, apa toh kamu itu kertas kok jadi pesawat!”

Sebutan ketiga, masa bertanya. Dia menganjurkan para mama menyiapkan jawabannya di Google. Adapun sebutan lainnya yakni masa bermain, berkelompok, dan meniru. “Lipstik jilbab mamanya dipakai. Ini memang masanya,” imbuhnya.

Red Flag 3 Tahun

Dalam kesempatan itu, Suci juga menerangkan apa saja red flag untuk anak usia 3 tahun. “Harus diperhatikan, butuh pendampingan luar biasa untuk mengejar perkembangan itu agar tidak terlambat perkembangannya,” terang Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) itu.

Dia mengajak para orangtua bersyukur anaknya tumbuh dengan normal di mana anak berkebutuhan khusus perlu terapi untuk mengejar target perkembangan agar sesuai usianya. “Rugi banget kalau kita tidak mengoptimalkan stimulasi ke anak,” ujarnya.

Suci pun menegaskan untuk mengabaikan anak orang lain yang baru berusia 3 tahun sudah bisa membaca. “Mama gupuh les. Jangan, kita sesuaikan dulu dengan perkembangan dia. Motorik halusnya seperti apa, maka harus dioptimalkan dengan bermain,” tuturnya.

Pertama, sering jatuh dan kesulitan naik tangga. Padahal otot anak usia 3 tahun mestinya sudah kuat, bahkan untuk bergelantungan. “Kalau belum bisa, harus hati-hati, berarti kita harus stimulasi lebih lagi,” tutur Suci.

Kedua, masih ngeces dan bicara tidak jelas. Ketiga, tidak mampu membangun menara dengan lebih dari empat balok. Keempat, kesulitan memanipulasi objek yang kecil. “Jadi dia belum bisa menjumput mainan kecil-kecil,” ungkapnya.

Kelima, tidak mampu berkomunikasi dengan kalimat lebih dari tiga suku kata. “Saya mau makan,” contohnya di mana mestinya anak usia 3 tahun sudah bisa menyampaikan.

Selain itu, Suci menyebutkan tanda red flag anak tidak bermain peran, sedikit interaksi dengan anak lain, tidak dapat mengikuti dua perintah sederhana, tidak dapat menyebutkan nama dan usianya, tidak ada kontak mata, dan bertahan pada aktivitas kurang dari tiga menit. (*)

Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version