Pinjol ITB Bukan Solusi Penunggak Uang Kuliah

Anggota DPR: Film Alat Perang Kebudayaan. Pernyataan Zainuddin Maliki disampaikan dalam webinar yang digelar Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia.
Prof Zainuddin Maliki. Anggota DPR: Film Alat Perang Kebudayaan (Dok PWMU.CO)

PWMU.CO – Pinjol ITB menjadi sorotan. Anggota Komisi X DPR RI dari FPAN Prof Zainuddin Maliki juga buka suara atas heboh aplikasi Danacita yang menyediakan layanan Pinjol kepada mahasiswa ITB yang kesulitan membayar uang kuliah tunggal (UKT).

Gaduh gara-gara keluhan mahasiswa ITB terancam tidak bisa mengisi Formulir Rencana Studi (FRS) pada Sistem Informasi Akademik (SIX). Mahasiswa yang tidak dapat melunasi UKT atau Bantuan Penyelesaian Pendidikan (BPP) semester I 2023/2024 diminta cuti kuliah selama satu semester, atau melanjutkan pendidikan asal bersedia membayar cicilan melalui pinjaman online (pinjol) Danacita.

“Solusi yang diberikan ITB, menggunakan layanan pinjaman online, bukan solusi yang tepat. Pertama, pinjol terkesan komersial. Di samping itu, pinjol menjadikan mahasiswa terbebani bunga pinjaman yang bagi mahasiswa pasti tidak ringan,” ungkapnya kepada PWMU.CO, Rabu (31/1/2024) sore.

Zainuddin menegaskan kasus pinjol ini harus menjadi perhatian pemerintah. Banyaknya mahasiswa yang menunggak uang kuliah mengisyaratkan biaya pendidikan tinggi di negeri ini belum sepenuhnya bisa dijangkau oleh masyarakat. Dengan demikian menambah anggaran, khususnya pendidikan tinggi adalah harus menjadi prioritas pemerintah.

“Pemerintah harus menemukan kebijakan menjadikan pendidikan tinggi bermutu tetapi tetap terjangkau. Jika pola distribusi 20 persen APBN untuk pendidikan  sebagaimana amanah konstitusi yang mencapai lebih Rp 600 triliun dilakukan dengan penetapan sakala prioritas yang tepat, pasti cukup melayani pendidikan bermutu tetapi terjangkau,” terangnya.  

Menurut anggota legiuslatif dari Daerah Pemilihan Jatim X Lamongan-Gresik itu, skema beasiswa melalui KIP Kuliah (KIPK) juga bisa dijadikan solusi pengurangan jumlah mahasiswa yang menunggak uang kuliah. 

“Jika persediaan anggaran memang terbatas, bisa meninjau skema pemberian KIP Kuliah. Dalam hal ini KIPK hanya diberikan dalam bentuk uang kuliah tunggal tanpa living cost. Dengan demikian bisa menyisihkan anggaran yang bisa digunakan untuk memperbanyak penerima KIPK,” terangnya.

KIPK hanya dalam bentuk uang kuliah saja, lanjutnya, diberlakukan untuk mahasiswa perguruan tinggi negeri. Sementara pemerintah harus menunjukkan afirmasinya kepada perguruan tinggi swasta. “Sebagai wujud afirmasi dan perhatian kepada perguruan tinggi swasta, KIPK tetap diberikan dalam bentuk uang kuliah dan uang saku,” ujarnya. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version