Mahmud Yunus, Penulis Tafsir dan Pejuang Pendidikan Islam

Mahmud Yunus: Mahmud Yunus, Penulis Tafsir dan Pejuang Pendidikan Islam

Mahmud Yunus, Penulis Tafsir dan Pejuang Pendidikan Islam; Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Ulama Kritis Berjejak Manis dan sepuluh judul lainnya

PWMU.CO – Mahmud Yunus, salah satu nama harum di negeri ini. Namanya akan lama ada di hati dan pikiran masyarakat. Ini, karena dia mewariskan banyak karya tulis, terutama berupa tafsir al-Qur’an. 

Juga, akan lama dikenang antara lain karena namanya dipakai sebagai nama sebuah perguruan tinggi, yaitu Universitas Islam Negeri (UIN) Mahmud Yunus di Batusangkar, Sumatera Barat. Pun, karena nama Mahmud Yunus diabadikan sebagai nama jalan yaitu yang menuju ke kampus UIN Imam Bonjol, Padang.

Penamaan salah satu UIN dan penamaan salah satu jalan dengan memakai nama Mahmud Yunus, mengisyaratkan penghargaan yang sangat tinggi kepada pemiliknya. Hal ini, wajar sebagai bagian dari penghormatan bagi Mahmud Yunus atas peran besar beliau dalam perkembangan pendidikan Islam di Indonesia.   

Jasa Mahmud Yunus memang banyak. Dia pendidik yang berhasil. Dia pembaharu dalam hal pengajaran bahasa Arab. Salah satu muridnya, yang juga sukses, adalah Imam Zarkasy. Nama yang disebut terakhir ini adalah pendiri Pondok Moden Darussalam Gontor, lembaga pendidikan yang sangat dikenal antara lain karena unggul dalam pendidikan bahasa. 

Sampai ke Kairo  

Mahmud Yunus lahir pada 10 Februari 1899 di Batusangkar Sumatera Barat. Dia tumbuh-kembang di keluarga yang taat beragama. Di masa awal, pendidikan agama banyak didapatnya dari sang kakek. Untuk pendidikan umum, dia hanya bertahan tiga tahun di Sekolah Rakyat (sekarang, SD). Dia memilih keluar karena pelajarannya diulang-ulang, sehingga membosankannya. 

Mahmud Yunus lalu masuk Madrasah School di Surau Tanjung Pauh asuhan Muhammad Thaib Umar. Sang guru tergolong ulama pembaharu, terutama dikenal saat memperbaharui model sekolah agama dan penggunaan bahasa Indonesia di khotbah Jum’at. 

Saat itu kegiatan Mahmud Yunus padat. Pagi bersekolah, sementara sore dan malam dia mengajar al-Qur’an di surau (pesantren) yang diasuh sang kakek.  

Mahmud Yunus tergolong cerdas. Tak aneh, di usianya yang masih belasan tahun, aktivitas Mahmud Yunus di Madrasah School adalah belajar sekaligus mengajar. 

Hal di atas terjadi, terutama berawal ketika di sebuah saat sang guru-yaitu Muhammad Thaib Umar-sakit. Mahmud Yunus-lah yang lalu ditunjuk menggantikan sang guru mengajarkan kitab seperti Mahalli, Alfiah, dan Jam’u al-Jawaami’.

Pengalaman belajar sekaligus mengajar tersebut menjadi bekal sangat berharga saat Mahmud Yunus belajar di Al-Azhar Kairo, Mesir, pada 1924. Di Al-Azhar dia belajar bahasa Arab. Setahun di Al-Azhar, dia meraih Syahadah Aalimiyah.

Dia juga belajar ilmu pengetahuan umum di Madrasah Darul Ulum Al-Ulya Universitas Kairo – Mesir. Dia tercatat sebagai mahasiswa pertama dari Indonesia di madrasah tersebut. Pada 1929, Mahmud Yunus mendapat ijazah di bidang tadris (pendidikan).

Mengabdi, Mengajar!

Pada 1930 Mahmud Yunus kembali ke Indonesia ketika semangat pembaharuan sedang mendapatkan respons positif. Para penggeraknya rata-rata adalah alumni perguruan di Timur Tengah yang lebih awal dari dia. Di bidang pendidikan, misalnya, telah ada perbaikan kurikulum dengan memasukkan ilmu pengetahuan umum ke materi pelajaran. 

Mahmud Yunus lalu mendirikan Al-Jami’ah Islamiyah di Sunggayang dan Normal Islam School (NIS) di Padang pada 1931. NIS didirikan bersama teman-temannya di Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI). NIS–yang tak lain adalah Kulliyyatul Muallimin Al-Islamiyyaah-menerima tamatan madrasah 7 tahun dan dimaksudkan untuk mendidik calon guru. 

Sebagai tempat mendidik calon guru, yang diajarkan beragam. Selain ilmu agama, NIS juga mengajarkan bahasa Arab, kesusastraan, ilmu jiwa dan kesehatan, pengetahuan umum, serta tata-cara mengajar. 

Baca sambungan di halaman 2: Peletak Dasar Pengajaran Bahasa Arab

Tafsir Quran Karim: Mahmud Yunus, Penulis Tafsir dan Pejuang Pendidikan Islam

Peletak Dasar Pengajaran Bahasa Arab

Mahmud Yunus peletak dasar pengajaran bahasa Arab. Dia lebih menekankan pengajaran bahasa Arab karena merupakan pintu masuk untuk mempelajari ilmu-ilmu keislaman seperi al-Qur’an, hadits, dan fiqh. Terkait ini, Mahmud Yunus bukan hanya mengajarkan sisi kebahasaannya, tapi juga bagaimana cara mudah dan cepat bisa menguasai bahasa Arab.

Perhatian Mahmud Yunus terhadap bahasa Arab bermula dari ketidakpuasannya atas sistem pengajaran yang ada ketika itu yang menggunakan sistem halaqah. Dalam sistem itu guru aktif membaca dan menjelaskan, sementara murid mendengar dan mencatat. Tak ada tanya-jawab. Murid tak dirangsang keingintahuannya (Herri Mohammad dkk, 2006: 87). 

Di NIS Mahmud Yunus mendorong muridnya-terutama di malam hari-untuk mempraktikkan bahasa Arab dan berhasil. Murid yang sudah menempuh masa belajar lima tahun mampu menggantikan gurunya, mengajar. Bahasa Arab menjadi bahasa pengantar dalam Proses Belajar Mengajar. Ada empat tujuan dalam mempelajari bahasa Arab, yakni kemampuan memahami tulisan dan percakapan serta kemampuan berkomunikasi secara lisan dan tulisan.

Mahmud Yunus tak sepakat dengan pendapat bahwa belajar bahasa Arab hanya untuk mempelajari kitab-kitab berbahasa Arab. Metode harus diubah, menjadi metode langsung. Bila murid membaca, bercakap, dan menulis, mereka langsung dilatih membaca, bercakap, dan menulis dengan menggunakan bahasa Arab. Dengan metode ini, murid langsung bisa merasakannya. Metode ini seperti cara anak usia di bawah lima tahun yang sedang belajar berbicara. Si anak langsung praktik tanpa teori. Itu sebabnya, Mahmud Yunus menentang pelajaran bahasa Arab secara terpisah seperti nahwu-sharaf, muthalaah, dan mudahatsahseperti yang banyak dipraktikkan sebelumnya.

Lalu, bagaimana memahami nahwu-sharaf? Menurut Mahmud Yunus, murid bisa mengenali nahwu-sharaf melalui pola-pola kalimat yang digunakannya. Kesadaran tata-bahasa itu akan timbul dengan sendirinya sebagai hasil dari pengenalan pola-pola kalimat. Alhasil, “Metode itu, lebih penting dari materi pengajaran”.

Menulis dan Menulis

Mahmud Yunus seperti tak pernah berhenti bergerak. Pada 1920 dia membentuk perkumpulan pelajar Islam di Sungayang, bernama Sumatera Thawalib. Salah satu kegiatannya, menerbitkan majalah Al-Basyir dan Mahmud Yunus pemimpin redaksinya.

Selanjutnya, pikiran-pikiran Mahmud Yunus terekam dalam puluhan buku berbahasa Indonesia dan buku berbahasa Arab. Tema karya tulisnya meliputi beragam bidang, seperti pendidikan Islam, bahasa, sejarah, tauhid, akhlak, hukum dan peribadatan, tafsir, hadits, serta perbandingan agama.

Berikut sekadar beberapa judul buku karya Mahmud Yunus: Marilah Sembahyang Jilid I, II,  III dan IV; Puasa dan Zakat; Haji ke Mekkah; Hukum Warisan dalam Islam; Soal Jawab Hukum Islam; Hukum Perkawinan dalam Islam; Pelajaran Sembahyang untuk Orang Dewasa.

Juga, ini: Manasik Haji untuk Orang Dewasa; Beriman dan Berbudi Pekerti; Marilah ke Al-Quran; Pedoman Dakwah Islamiyyah; Moral Pembangunan dalam Islam; Ilmu Musthalah Hadits; Muzakaraat Ushulu al-Fiqh; Ilmu an-Nafs; Beberapa Kisah Nabi dan Khalifahnya; Al-Adyan; Al-Masaail al-Fiqhiyah ‘ala Madzahib Al-Arbaah; At-Tarbiyah wa Ta’lim dan Ilmu an-Nafs; Kamus Arab-Indonesia; Kesimpulan Isi Al-Quran; Do’a-Do’a Rasulullah.

 Pun, ini: Pokok-Pokok Pendidikan/Pengajaran; Ilmu Jiwa Kanak-Kanak; Metodik Khusus Pendidikan Agama; Pemimpin Pelajaran Agama; Sejarah Pendidikan Islam; Sejarah Pendidikan Islam Di Minangkabau; Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Pendidikan di Negara-Negara Islam.

Di antara karyanya yang paling fenomenal adalah “Tafsir Qur’an Karim”. Tafir itu, penulisannya dimulai sejak November 1922.

Baca sambungan di halaman 3: Pemikir Pendidikan

Pemikir Pendidikan

Jasa Mahmud Yunus di dunia pendidikan pada umumnya dan pada peningkatan mutu pengajaran bahasa Arab pada khususnya, sungguh sangat besar. Misal, Pondok Modern Darussalam Gontor adalah lembaga pendidikan di luar Sumatera yang kali pertama menerapkan metodologi yang diajarkan Mahmud Yunus. Hal itu terjadi karena Imam Zarkasyi–salah seorang pendirinya-adalah murid Mahmud Yunus di NIS Padang. 

Jejak Mahmud Yunus sebagai pendidik memang sangat panjang. Bahkan, seperti telah disinggung di depan, dia telah memulainya sejak berusia belasan tahun.

Mahmud Yunus dikenal sebagai salah satu tokoh pendidikan Islam yang memperjuangkan pendidikan agama agar diajarkan di sekolah-sekolah umum negeri. Dia juga memperjuangkan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri.

Pada 1 Januari 1951, Mahmud Yunus diangkat oleh Menteri Agama KH A. Wahid Hasyim menjadi Kepala Penghubung Pendidikan Agama pada Kementerian Agama RI di Jakarta. Mahmud Yunus bertugas sebagai pegawai Kementerian Agama merangkap menjadi dosen.

 Dia tercatat pernah mengajar dan memimpin di Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) Jakarta. Di kemudian hari ADIA menjadi UIN–setelah sebelumnya bernama IAIN-Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada November 1966, IAIN Imam Bonjol berdiri di Padang dan Mahmud Yunus diangkat menjadi rektor sampai 1971.

Pada 1977 Mahmud Yunus memperoleh gelar doktor honoris causa di bidang Ilmu Tarbiyah dari IAIN Jakarta atas banyak karya dan jasanya dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. Belakangan, gelar Guru Besar didapatnya juga. 

Pada 16/01/1982 Mahmud Yunus wafat di Jakarta. Selanjutnya, kisah hidup dan perjuangannya akan terus menginspirasi siapa pun sampai waktu yang akan sangat lama. Hal ini, karena Almarhum telah meninggalkan puluhan karya tulis berharga terutama yang berupa Tafsir al-Qur’an. (*)


Editor Mohammad Nrufatoni

Exit mobile version