Puasa, Melatih Diri Menjauhi Riya’ dan Sum’ah

Dr Syamsudin MAg: Puasa, Melatih Diri Menjauhi Riya’ dan Sum’ah (dokuman pribadii)

Puasa, Melatih Diri Menjauhi Riya’ dan Sum’ah;  Oleh Dr Syamsudin MAg, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya.

PWMU.CO – Ayat puasa dalam al-Qur’an terhimpun dalam dalam satu kelompok ayat, yaitu al-Baqarah ayat 183-187. Di luar kelompok ayat ini tidak ada lagi ayat al-Qur’an yang menjelaskan puasa.

Yang menarik dalam kelompok ayat ini terdapat empat kali kata la’alla. Yaitu la’allakum tattaqun (pasti kalian bertaqwa), la’alakum tasykurun (pasti kalian bersyukur), la’allahum yarsyudun (pasti mereka terbimbing), dan la’allahum yattaqun (pasti mereka bertakwa).

Dalam bahasa Arab kata la’alla disebut sebagai harf tarajjiy. Yaitu kata yang dipergunakan untuk mengungkapkan keinginan yang kemungkinan besar bisa terwujud. Namun para ulama mufasirin sepakat setiap pemakaian kata la’alla dalam al-Qur’an bermakna pasti.

Berdasar ayat-ayat itu, bisa dipahami bahwa tujuan diwajibkannya puasa adalah untuk mencapai derajat kerohanian tingkat tertinggi dalam beragama yaitu takwa. Tujuan inilah yang seharusnya dijadikan petunjuk arah ke mana ibadah puasa Ramadhan kita arahkan, sekaligus juga menjadi standar apakah puasa kita berhasil mencapai tujuan ataukah tidak. 

Ibadah Rahasia

Puasa berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya. Ia adalah ibadah yang sangat rahasia (sirriah). Dikatakan sirriah karena yang mengetahui seseorang melakukan ibadah puasa atau tidak adalah orang yang bersangkutan dan Allah SWT.

Dengan demikian, ibadah puasa adalah salah satu media yang melatih seseorang untuk berlaku ikhlas dan jujur. Dalam kondisi apa pun, kita tidak akan makan dan minum, dilihat orang ataukah tidak dilihat orang. karena kita yakin dan percaya bahwa Allah pasti  melihat dan memantau diri kita.

Orang yang puasa sejatinya sedang dilatih untuk menyadari kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Bila keyakinan ini terus menerus dijaga dengan baik, sangat mungkin “madrasah Ramadhan” akan membentuknya menjadi manusia yang ikhlas dan jujur, jauh dari riya’ dan sum’ah. Jika nilai kejujuran ini sudah terbentuk dalam jiwa manusia, maka tidak akan terjadi penyimpangan moral dalam tata pergaulan sosial, politik dan ekonomi.

Dalam konsep akhlak Islam ada beberapa perbuatan yang dianggap buruk. Di antaranya adalah  riya’dan sum’ah. Diindentifikasi sebagai perbuatan buruk karena  riya’ dan sum’ah termasuk dalam penyakit hati yang dapat merusak amal seseorang. 

Riya’ berasal dari kaya ru’yah yang maknanya penglihatan. Oleh karena itu, menurut analisis bahasa riya’ adalah orang lain melihat dirinya dalam fakta tidak sesuai dengan hakikatnya. Menurut istilah riya’ adalah seseorang melakukan ibadah untuk mencari perhatian manusia agar mereka memuji dan menyanjung dirinya. 

Sementara sum’ah adalah seseorang melakukan kebaikan untuk diperdengarkan kepada orang lain, agar dirinya tersohor di tengah-tengah masyarakat sebagai orang shaleh. Antara riya’ dan sum’ah terdapat sedikit perbedaan. Riya’ berkaitan dengan indra mata, sedangkan sum’ah berkaitan dengan indra telinga.

Cara Menghindari Riya’ dan Sum’ah

Penyakit hati seperti riya’ dan sum’ah harus dihindari agar tidak merusak amal ibadah. Berikut beberapa cara menghindari agar tidak terkena sifat riya’ dan sum’ah.

  1. Memfokuskan niat ibadah semata mata  hanya untuk Allah.
  2. Hindari sikap suka pamer. Yakinlah hakikat dari semua yang kita miliki adalah milik Allah.
  3. Saling menasihati dan mengingatkan sekiranya di antara kita ada yang berperilaku riya’.
  4. Membiasakan diri bersyukur pada Allah. Dalam arti memperbanyak sedekah baik dilihat orang atau tidak.
  5. Melakukan ibadah dengan khusyuk penuh penghayatan baik di tempat ramai maupun di tempat sunyi.
  6. Senantiasa mohon perlindungan kepada Allah agar diri dijauhkan dari sifat riya’ dan sum’ah. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version