Mengurai Makna Halalbihalal di Syawalan Sdamada

Mengurai makna halalbihalal di Syawalan SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo (Sdamada). Kegiatan berlangsung pada 11 Syawal/Sabtu (20/4/24).
Ustadz Basir saat memberi tausiah dalam Syawalan di Sdamada (Nana Liesdiana/PWMU.CO)

PWMU.CO – Mengurai makna halalbihalal di Syawalan SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo (Sdamada). Kegiatan berlangsung pada 11 Syawal/Sabtu (20/4/24).

Guru dan karyawan SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo menggelar Syawalan sederhana di Auditorium Jenderal Sudirman Sdamada. Kegiatan bertema “Halalbihalal guru dan karyawan Sdamada” itu berlangsung 1 jam 30 menit, yakni mulai dari pukul 07.00 – 08.30.

Kepala Sdamada Nana Liesdiana SPd MM dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada guru dan karyawan, yang telah menyediakan waktu disela-sela kesibukan berhari Raya Idul Fitri dan hadir dalam acara ini. “Kita berharap semoga bisa dipertemukan kembali di Ramadhan tahun depan,” harapnya.

Ustadz Muhammad Basir SPdI, narasumber yang memberi tausiah dari  Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Tulangan, memberikan makna tentang halalbihalal.

Menurutnya, kata halalbihalal memang muncul dari inisiatif Pesiden pertama Republik Indonesia Bung Karno. Tetapi ada tiga makna yang menyertainya.

“Bahwa halalbihalal berarti mengurai sesuatu yang kusut, mendinginkan yang panas, dan mencairkan yang beku,” ujar Muhammad Basir mengawali tausiah.

Menghilangkan Iri, Sombong, dan Tamak

Ustadz Basir kemudian menyampaikan tiga hal yang senantiasa menyertai manusia. Pertama, al-hasad atau iri dengki. Orang yang hasad selalu susah jika melihat orang lain senang dan senang jika melihat orang susah (SMS).

“Bagaimana menghapus hasad? Kuncinya adalah jangan meninggalkan shalat malam, sterilkan iman yang ada dalam diri kita, dan silaturahim,” jelasnya.

Hasad, kata dia, diperbolehkan hanya pada dua hal yaitu kepada penghafal al-Quran dan kepada orang berilmu yang bisa memanfaatkan ilmunya.

Hal kedua yang senantiasa menyertai manusia adalah al_kibr atau sombong. Orang yang sombong adalah mereka yang menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.

“Bagaimana cara menghilangkannya ? Seringlah belajar pada orang yang lebih tinggi ilmunya, seperti kisah Nabi Musa AS yang belajar dari ilmu Nabi Khidir AS,” tuturnya.

Selanjutnya, al-hirsh yaitu tamak atau rakus. Al-hirsh adalah sifat ingin memiliki semuanya tanpa mau berbagi. Bagaimana cara menghilangkannya?

“Qanaah atau menerima dan mensyukuri segala nikmat Allah  tanpa berkeluh kesah adalah kunci menghapus tamak,” terang Muhammad Basir mengakhiri penjelasannya. (*)

Penulis Nana Liesdiana. Editor Darul Setiawan.

Exit mobile version