Menata Hati di Usia Senja

H Sya’roni saat menyampaikan materi Menata Hati di Usia Senja Pada Pengajian Jumat Siang Aisyiyah Kebomas (Istimewa/PWMU.CO)

PWMU.CO – Menata hati di usia senja disampaikan H Sya’roni SE dalam Pengajian Jumat Siang yang diadakan Majelis Tabligh Pimpinan Cabang Aisiyah (PCA) Kebomas Gresik di Rumah Tahfidh Aisiyah Giri Kebomas Gresik, Jumat (3/5/2024).

Sya’roni di awal penyampaian materi pengajian pertama menjelaskan alasan kenapa hati perlu ditata, yakni yang pertama karena hati menjadi alat ukur kita sukses atau gagal.

“Yang kedua karena hati akan ditanya di akhirat kelak (sesuai yang termaktub dalam surat al-A’raf ayat 179 dan ketiga karena hati itu sumber segala kemauan baik perbuatan baik maupun perbuatan munkar,” katanya.

Dia menegaskan jika hati tidak di tata maka hati akan rusak, dan rusaknya hati akan menjadikan semua amalan perbuatan rusak pula.

Selanjutnya Sya’roni mengutip Surat al-Mu’min ayat 67 yang artinya, “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup) sampai tua. Di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami (nya).”

Dari ayat di atas masa tua adalah fase terakhir yang akan di hadapi manusia. “kemudian (dibiarkan kamu hidup) sampai tua,” katanya.

Dia menambahkan, mengenai batasan usia tua, Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Syaikh (orang yang tua) adalah orang yang telah melewati 40 tahun.

Dia  menjelaskan amalan apa saja yang hendaknya dilakukan pada usia senja, yaitu pertama, lebih meperhatikan amalan-amalan wajib Ain. Sebab, kewajiban yang bersifat individual setiap Muslim dan muslimah hingga ajal datang.

“Kedua, menghindari hal-hal yang diharamkan oleh syariat. Ketiga, menambah amalan-amalan sunnah. Keempat, banyak bertahmid, membaca istighfar, dan bertaubat,” jelasnya.

Kelima, banyak bersedekah. Keenam, memperbanyak amal-amal ringan, tapi berpahala besar, seperti berdzikir {bil arkan} dan membaca shalawat. Ketuju, rutin membaca dzikir pagi dan petang. Dan kedelapan, tetap aktif dalam thalabul ilmi (menghadiri majelis ilmu).

مَنْ كَانَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقاً اِلَى الْجَنَّةِ

Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju Surga (HR Muslim).

Kesembilan, rutin mempelajari Alquran dan mentadabburinya (merenungkannya) lewat bahasan ulama dalam kitab tafsir (yang tentu lebih mendalam dari sekadar al-Quran terjemah).

“Kesepuluh, berpesan kepada anak cucu agar berbuat yang saleh dan gemar mendoakan orangtua baik saat masih hidup atau setelah meninggal, dan membantu mentalqin orangtua ketika akan meninggal,” katanya.

Dia berpesan, semoga sisa umur kita senantiasa diberikan petunjuk dan hidayah menuju keberkahan. (*)

Penulis Eli Syarifah. Editor Ichwan Arif.

Exit mobile version