PCA Sidoarjo Anjangsana ke Sesepuh Aisyiyah, Dapat Cerita Tiga Dara

Hanifah menuturkan kisah perjuangannya saat ber-Aisyiyah dulu. (Haryanti/PWMU.CO)

PWMU.CO – PCA Sidoarjo anjangsana ke sesepuh Aisyiyah, dapat cerita tiga dara, Sabtu (11/5/2024). Begitulah cara Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Sidoarjo melakukan kajian pimpinan bersama sesepuh.

Acara ini mengawali rangkaian kegiatan peringatan Milad Ke-107 Aisyiyah. Pimpinan Harian beserta Badan Pembantu Pimpinan atau yang biasa disebut Majelis melakukan anjangsana ke rumah para sesepuh atau tokoh Aisyiyah dan Muhammadiyah.

Hanifah, biasa dipanggil Bu Slamet, menjadi jujugan pertama untuk menimba ilmu dan teladan di periode saat ini. Di usianya yang sudah menginjak 82 tahun, Hanifah lantang bercerita tentang kisah perjuangannya saat berkiprah di Aisyiyah.

Ada 30 orang pimpinan hadir di rumahnya, Jalan Bulu Sidokare, Sidoarjo. Suasananya asri dengan berbagai tanaman hias.

Hanifah menceritakan, “Tiga dara adalah julukan untuk tiga srikandi Aisyiyah yang selalu gandeng-renteng ke mana.pun berada.”

Tiga dara yang ia maksud terdiri dari dirinya, Muslichah dan Adawiyah. Di tengah segala keterbatasan dan putra-putri yang masih kecil, Hanifah bersama teman-teman seperjuangannya aktif mengikuti kajian dan acara-acara Aisyiyah.

“Allahuyarham Bu Fatehah Munir yang merupakan salah satu pendiri Pimpinan Daerah Aisyiyah Sidoarjo adalah penggerak ibu-ibu saat itu,” ujarnya.

Tanpa gawai, Ibu-Ibu Aisyiyah dulu berkomitmen kuat untuk melaksanakan janji pertemuan yang sudah mereka sepakati jauh hari sebelumnya. Mengaji sambil mengajak putranya juga terlaksana agar bisa tetap berangkat.

“Kami berpatungan menyewa angkutan kota jika pengajiannya berada agak jauh dari rumah,” kenangnya.

Bagi Hanifah, support (dukungan) suami salah satu pilar penting demi terlaksananya kegiatan seorang istri. Berprofesi sebagai abdi negara atau lebih tepatnya seorang polisi tidak membuat Slamet, suami Hanifah, arogan. Ia malah mendukung segala kegiatan Hanifah, bahkan rela untuk belanja di pagi hari dan merawat anak-anak ketika Hanifah berkegiatan. “Jahat manfaat,” kata Hanifah.

Hanifah pun menceritakan bagaimana dulu suaminya menerapkan aturan yang ketat untuk putra-putrinya. “Pak Slamet memberikan wewenang kepada putri pertamanya untuk mengatur dan menjadwal piket lima orang adiknya,” ungkapnya.

Di antaranya, mengisi bak kamar mandi yang saat itu masih menggunakan sumur kerekan, menyapu, membersihkan tempat tidur dan sebagainya. Sementara Hanifah mencari ilmu dengan mengikuti acara pengajian Aisyiyah. (*)

Penulis Haryanti Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version