Hukum Musik secara Teks dan Kontekstual

Yai Cepu mengisi Kajian Seni Budaya di SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya. (Pega Mustika/PWMU.CO)

PWMU.CO – Hukum musik secara teks dan kontekstual disampaikan dalam kegiatan Kajian Seni Budaya oleh Wakil Ketua Lembaga Seni dan Budaya PP Muhammadiyah Kyai Kusen SAg MA PhD, Rabu (22/5/2024).

Mengusung tema Seni Budaya (Musik) dan Dakwah Muhammadiyah yang berlangsung di TMB lt 4 SD Muhammadiyah 4 (SD Mudipat) Surabaya, kajian dibuka dengan tampilan suara merdu anak-anak Mudipat, yaitu dari Nasyid dan Paduan Suara  MUCC.

Perdebatan hukum musik yang memuncak sehingga polemik ini menuai cacian terhadap Ustadz Adi Hidayat. Netizen pun teganya mengafirkan Ustadz Adi Hidayat yang menyatakan bahwa hukum musik mutlak haram.

Kyai Kusen pun tidak tinggal diam. Dia dengan sapaan Yai Cepu mengupas tuntas terkait hukumnya musik. Lulusan filsafat Rusia ini menjelaskan terkait budaya sebagai pembuka. Hubungan antara agama dan budaya ada 2 bentuk.

“Pertama agama dan budaya tidak bisa disatukan. Kedua, Mustahil agama dan budaya bisa disatukan,” katanya.

Dia menjelaskan, suatu kewajiban tidak akan mencapai sempurna kalau tidak ada yang mendukung. Maka yang mendukung itu adalah wajib.

Hal yang wajib yaitu contohnya shalat harus menutup aurat  mengadakan kain adalah wajib yang mana kain adalah produk budaya untuk menutup aurat dengan nyaman. Contoh berikutnya yaitu mendirikan sekolah atau kampus adalah wajib. Karena menuntut ilmu adalah wajib.

Sedangkan kampus merupakan produk budaya. Contoh berikutnya yaitu ketika mau bepergian jauh dengan menggunakan transportasi modern seperti pesawat dan lainnya. Ini merupakan salah satu produk budaya.

“Ajaran agama mustahil terlaksana kalau tidak ada produk budaya,” jelasnya.

Nyai Cepu menyampaikan 3 kritik. Salah satunya yaitu kelemahan yaitu ahli fiqih tapi tidak mengerti seni, sedangkan seniman tidak mengerti fiqih. Sehingga harus menghadirkan seseorang yang mengerti fiqih dan juga seniman dalam pendalaman ilmu tarjih yang terkait tentang budaya.

Selanjutnya tradisi pun dijelaskan dulu oleh Nyai Cepu. Contohnya, Ketika di zaman Nabi Muhammad SAW ada akikah yang mana Rasulullah hanya mengubah isinya saja. Tindakan Rasulullah ini disebut Islamisasi.

“Tahlilan merupakan tradisi Jawa bukan termasuk ajaran dalam Islam. Namun Sunan Bonang pun mengubah pujian ataupun doa yang tidak ada bacaan Islami menjadi pujian ataupun doa yang Islami supaya mengubah tradisi tersebut secara perlahan. Hal ini disebut Islamisasi,” katanya.

Dia menjelaskan berdasarkan Muktamar dari Prof Haedar Nashir pendekatan dakwah Muhammadiyah mesti berubah. Dakwah Muhammadiyah memiliki ciri yaitu mudah dikenal, masif, popular.  “Selama tidak ada dalil yang mengharamkan maka tidak apa-apa,” tegasnya.

Nyai Cepu merupakan moderator yang pematerinya Ustadz Adi Hidayat dalam acara yang materinya menuai kontra dari netizen. Dia menjabarkan terkait materi yang disampaikan Ustadz Adi Hidayat. Dijelaskan bahwa pihak salafi langsung menentang bahwa musik adalah haram.

Dia menjelaskan kelemahan dari pandangan Ustadz Adi Hidayat adalah terkait ilmu Arudh. Yang mana ilmu ini yaitu terkait tentang syair. Tidak ada perbedaan dengan Ustadz Adi Hidayat terkait tentang hukum musik. Namun dia memiliki pemahaman yang lebih mendalam terkait musik.

“Ada 2 hukum dasarnya, dihipunan hukum tarjih halaman 164. Dijelaskan di dalam HPT perkara Muamalah. Yang mana Musik masuk ke perkara Muamalah serta menurut al-Quran dan Aqli,” ujarnya.

Dalam al-Quran surah al-Luqman ayat 6, Di antara manusia ada orang yang membeli percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan.

Ketika kita melihat hukum musik secara teks berarti haram jika hanya sebatas ini saja. Yang maknanya yaitu nyanyian yang dimaksud adalah nyanyian yang tujuannya menyesatkan. Karena dalam ayat ini di zaman nabi ada seseorang yang ingin bertemu dengan Nabi Muhammad untuk bertanya terkait agama Islam, namun orang itu malah diajak bernyanyi. Sehingga nyanyian dalam konteks ini menyesatkan. Jika nyanyian tidak bertujuan menyesatkan maka boleh saja.

“Sehingga kita tidak boleh hanya menafsirkan sebatas teks saja, melainkan secara konteks,” ujarnya.

Banyak teks yang bisa ditemukan di internet bahwa musik itu haram.  Namun, yang menyimpulkan bahwa musik adalah haram dari beberapa teks tersebut bukannlah Nabi Muhammad SAW.

“Kesimpulan yang diberikan dari Nyai Cepu pada kajian ini yaitu ada 2 pihak yang memberikan hukum terkait musik yaitu ada yang memahami secara teks dan ada memahami secara kontekstual,” terangnya. (*)

Penulis Pega Mustika. Editor Ichwan Arif.

Exit mobile version