Naskah Khutbah Idul Adha 1445/2024: Memahami Hakekat Ibadah Qurban

PWMU.CO – Naskah Khutbah Idul Adha 1445/2024 Ketua PWM Jatim di PCM Babat Kabupaten Lamongan. Oleh Dr dr Sukadiono MM, juga Rektor UM Surabaya.

Allahu Akbar 2X Walillahilhamdu.

Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.

Segala puji dan syukur marilah senantiasa kita panjatkan hanya kepada Allah SWT.

Dihari yang mulia dan tempat yang mulia ini, kita kembali diberikan nikmat oleh Allah SWT, untuk bisa hadir berkumpul, bersama-sama mengumandangkan takbir sepenuh hati.

Kemudian kita juga berbahagia, karena hari ini kita telah dan akan menjalankan rangkaian ibadah hari raya Idul Adha, berupa sholat Ied dan ibadah penyembelihan hewan qurban setelahnya. Ini adalah perwujudan ketaatan atas perintah Allah SWT dalam Al Kautsar (1-2):

Artinya : “Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah sholat dan berkorbanlah”

Kita meyakini bahwa tidak ada satupun ibadah yang disyariatkan kecuali membawa hikmah yang begitu besar bagi yang menjalankannya. Jika sholat disebutkan sebagai ibadah yang hakekatnya adalah tanha anil fahsyaa wal munkar, maka ibadah qurban juga mengandung hikmah yang perlu kita perhatikan, untuk kita renungkan dan hayati, dan kita coba jalankan dalam kehidupan kita selanjutnya.

Kaum Muslimin Yang Berbahagia.

Adapun hakikatnya yang pertama dari ibadah qurban adalah: sebagai bentuk perwujudan syukur kita kepada Allah SWT, sekaligus momentum berbagi kebahagiaan di hari raya.

Berbagai macam kenikmatan telah diberikan oleh Allah kepada kita, bentuk tubuh kita yang sempurna, tanah yang subur di negeri kita, sehingga apa saja yang kita tanamkan bisa tumbuh dengan baik, udara yang mengandung oksigen yang selalu kita hirup setiap detik, begitu juga dengan hewan ternak berupa unta, sapi dan kambing yang kita selalu konsumsi, dan kenikmatan-kenikmatan lain dari Allah yang kita tidak akan pernah bisa menghitung. Dan terhadap kenikmatan – kenikmatan yang diberikan Alloh kita dianjurkan untuk selalu bersyukur.

Artinya:

“Dan bagi tiap – tiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka.”

(QS Al-Hajj 34)

Anjuran bersyukur ini pulalah yang diisyaratkan dalam ayat yang lain masih dalam surat al-Hajj:

Artinya :
“Demikianlah kami telah menundukkan unta-unta  itu  kepada kamu, mudah-mudahan (supaya) kamu bersyukur.” (QS Al-Hajj 36).

Dengan demikian, seorang muslim atau setiap kita yang diberikan rezeki yang cukup atau bahkan berlebih oleh Allah SWT, maka sudah seharusnya mewujudkan bentuk syukurnya dengan berusaha menyembelih qurban pada hari – hari yang mulia ini.

Selain perwujudan rasa syukur, ibadah qurban sejatinya merupakan momentum untuk berbagi kebahagiaan di hari raya. Jika kita perhatikan, setiap hari raya ternyata mempunyai anjuran ibadah sosialnya.

Pada Idul Fitri kita diwajibkan membayar zakat fitrah yang harus dibagikan sebelum sholat Ied, agar pada hari itu semua ikut berbahagia dan merayakan kegembiraannya.

Tidak semestinya masih ada yang kelaparan dan penuh penderitaan. Begitu pula pada Idul Adha, kita dianjurkan berqurban untuk memastikan juga bahwa pada hari ini kebahagiaan bisa lebih merata. Hari Raya memanglah waktu untuk kita berbagi kebahagiaan bahkan Rasullah SAW menyebutnya sebagai berikut :

“Sesungguhnya Hari Raya dan Tasyrik adalah hari (untuk) makan, minum dan mengingat Allah.“ (HR Ahmad)

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu. Kaum Muslimin Yang Berbahagia.

Hakikat yang kedua dari ibadah qurban adalah :

Di dalam sosok Ibrahim AS, kita menemukan teladan kesabaran yang luar biasa saat menerima perintah menyembelih Ismail as, buah hatinya yang tercinta dan beranjak remaja. Inilah yang disebut dengan kesabaran dalam ketaatan.

Maka sudah sepatutnya kita mengingat kesabaran Ibrahim as, dalam menaati perintah Allah SWT untuk menyembelih anaknya. Kita mengingat keikhlasan Ismail as, yang menerima ketetapan Allah sepahit dan seburuk apapun akibatnya.

Sungguh momentum ibadah qurban ini, seharusnya “memaksa” kita untuk membuka kembali lembaran kisah Abdul-Anbiya (bapak para Nabi) yaitu Ibrahim as, agar kita mampu mengikuti teladan kesabaran dan keikhlasannya. Al-Quran secara tegas telah mengisyarakatkan hal melalui dalam ayat :

Artinya:
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang – orang yang bersama dengan dia (QS Al Mumtahanah : 4)

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu. Ma’asyirol muslimin, rohimakumullah

Adapun hakikatnya yang ketiga disyariatkannya ibadah qurban adalah: untuk membiasakan diri kita melakukan amal dengan penuh rasa ikhlas dan ihsan. Ibadah qurban yang sempurna adalah yang dilakukan dengan sepenuh ke ikhlasan dan juga ihsan. Yang dimaksud dengan keikhlasan, tentu saja dengan membersihkan niat atau motivasi kita dalam berqurban hanya karena dan hanya untuk Allah SWT.

Ibadah qurban dilihat dari lafadznya tentu dimaksudkan untuk ber-taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT, namun sejatinya mereka yang akan berqurban akan banyak menghadapi godaan dalam proses pelaksanaannya. Betapa tidak, karena qurban adalah ibadah yang dzohir atau nampak, setiap orang bisa menyaksikan bahkan juga dapat memuji dan mengomentari.

Atas alasan itu semua, sungguh ujian keikhlasan begitu berat di hadapan. Jangan sampai kita berqurban karena riya dan kesombongan, jangan pula karena merasa terpaksa atau takut dicela. Dalam masalah ini sebuah ayat perlu kita renungkan dalam -dalam Allah SWT berfirman dalam surat Al Hajj ayat 37 :

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya”. (QS Al Hajj 37)

Sungguh jelas disebutkan dalam ayat tersebut, bahwa yang bisa mencapai keridhoan Allah bukanlah hewan sembelihan kita, tetapi adalah ketakwaan dan keikhlasan yang terpatri dalam hati kita.

Selain keikhlasan, ibadah qurban juga melatih kita untuk melakukan setiap amal dengan penuh ihsan. Yang dimaksud dengan ihsan disini adalah berupaya bersungguh menjalankannya dengan sempurna atau dalam bentuk sebaik-baiknya. 

Dalam konteks ibadah berqurban, pelajaran ihsan kita dapatkan dari anjuran Rasullah SAW kepada umatnya agar memilih hewan qurban yang terbaik yang mampu ia dapatkan. Bukan hewan qurban yang asal-asalan, apalagi yang mempunyai cacat dan kekurangan.
Sungguh jelas disebutkan dalam ayat tersebut, bahwa yang bisa mencapai keridhoan Allah.


Dalam sebuah riwayat dari Hasan As-Sabt, ia mengatakan :

“Rasulullah SAW memerintahkan kami dalam dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) untuk memakai pakaian terbaik, wangi-wangian terbaik, dan berqurban dengan hewan yang termahal yang kami mampu.” (HR Hakim)

Dengan demikian, melalui ibadah qurban ini kita mendapati pelajaran untuk tetap berbuat ikhlas dan ihsan dalam amal-amal kita selanjutnya. Baik amal yang bersifat duniawi, dan terlebih lagi amal yang bersifat ukhrowi.

Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan kita bimbingan dan kekuatan agar kita mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari ibadah qurban ini. Marilah kita syiarkan hari-hari yang mulia ini dengan memperbanyak lantunan takbir, baik di rumah, di masjid, setelah sholat wajib atau waktu-waktu mutlak lainnya, hingga waktu ashar hari tasyriq yang berakhir 13 Dzulhijjah 1445 H.

Demikianlah semoga khutbah ini dapat bermanfaat bagi kita dalam menata kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang dengan mengharap ampunan dan ridho Allah SWT. Aamin ya rabbal ‘alamin.

Editor Azrohal Hasan

Exit mobile version