Aktivis Muhammadiyah yang Lahirkan Petani-Petani Melon Golden Apollo

Khamim Asy'ari, Petani Golden Apollo
H Khamim Asy’ari menunjukkan melon golden apollo hasil pertanian yang dirintisnya sejak tahun 2008 (foto dok pribadi).

PWMU.CO – Di saat teman sebayanya banyak yang hijrah ke kota, Khamim Asy’ari, justru bertahan tinggal di desa. Pria kelahiran 29 September 1968 ini tidak terseret arus urbanisasi. Setelah lulus dari Sekolah Pertanian Pembangunan – Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPP SPMA) Sidoarjo yang berijazah SPP SPMA Negeri Malang, ia kembali ke kampung halamannya di Desa Siser, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Di sisa waktunya sebagai penyuluh pertanian, ia berproses untuk “mewarisi pekerjaan” ayahnya sebagai petani. Sehari-hari ia geluti tanaman dan hama. Ketekunan dan cita-cita besarnya untuk kemajuan pertanian, mengantarkannya menjadi petani enterpreneur sukses.

(Baca: Muhammadiyah Kota Malang Luncurkan Beras “Sang Surya”)

Hasil kerja kerasnya itu berbuah melon-melon manis. Senin kemarin (18/4/2016), sebanyak 6 ton buah melon jenis golden apollo yang ia panen dari lahan seluas 0,25 ha, siap dikirim ke supplier besar buah-buahan yang ada di kota-kota besar Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung. Bahkan sampai jauh ke luar pulau seperti ke Kota Balikpapan, Pontianak, dan Palembang.

Dengan harga Rp 12 ribu per kg, sudah bisa dibayangkan berapa uang yang berhasil ia kumpulkan. Tapi ayah dua anak ini tidak ingin sukses sendirian. Ia selalu bersemangat memberikan pelatihan pada para petani untuk menanam melon dengan standar kualitas tinggi. Sedikitnya ada 100 petani yang sudah ia ajak menanam melon jenis golden apollo ini.

Ke-100 petani itu tersebar di Desa Siser, Bulutigo, Gampang Sejati, yang terletak di Kecamatan Laren. Pelatihan juga dberikan di luar Kecamatan Laren seperti Babat dan Brondong, dan bahkan sampai ke Kabupaten Tuban. Para petani melon itu dilatih oleh Khamim secara personal maupun kelembagaan dengan dana dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui APBD dan APBN.

(Baca: Mahasiswa UM Surabaya Gagas Masjid Supercanggih)

Mereka itu bersemangat mengikuti jejaknya, karena, menurut suami Nurmi ini, prospek menanam melon sangat menjanjikan seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan buah berkualitas. Apalagi masa tanam “cuma” 65 hari dan setahun bisa 2-3 kali panen. Tentu, “bisnis” ini sangat menarik.

Dengan menanam buah bernama latin Cucumis melo ini, pendapatan petani jauh meningkat. “Jika pertanian padi rata-rata sekali panen mendapatkan Rp 25-30 juta per hektar dengan biaya sekitar Rp 14-20 juta, maka kini mereka bisa meraup Rp 250-300 juta per hektar dengan biaya sekitar Rp 110-125 juta,” jelas PNS yang kini menjadi staf fungsional di UPT Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur ini.

Alumnus Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Brawijaya (UB) Malang ini mulai merintis pertanian melon sejak 2008. Selain melon, yang sudah dikembangkan adalah tanaman cabai besar dan tomat pada lahan seluas 0,15 ha dan padi organik seluas 0,5 ha.

Baca sambungan hal 2: Aktivis Muhammadiyah yang berprestasi

H. Khamim Asy’ari (kanan) di kebun melonnya, saat dikunjungi para sahabat alumni SMPM4 Pangkatrejo (foto Ulfah Zubaidati)


Aktivis Muhammadiyah yang berprestasi

Pada tahun 2010 bersama Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Siser, Khamim yang menjadi Sekretarisnya, membentuk kelompok Tani Bangkit. Kelompok tani ini dibentuk sebagai wadah pendidikan dan pengembangan SDM. Juga menjadi wadah pemetaan potensi pertanian yang ada di desa.

Meskipun dibentuk oleh PRM, tetapi anggota Tani Bangkit tidak terbatas warga Muhammadiyah. “Ya, warga lain juga ikut kelompok ini. Sesuai tujuan Muhammadiyah didirikan untuk semua umat,” kata Khamim yang juga menjadi anggota Majelis Lingkungan Hidup PCM Laren.

Atas kegigihan dan keberhasilan memberdayakan petani itu, pada tahun 2012 Khamim mendapatkan penghargaan sebagai Pengamat Hama Penyakit (PHP) Teladan Tingkat Nasional Bidang Perlindungan Tanaman Hortikultura. Dan pada tahun 2013, putra H Mubin, pendiri PRM Siser ini, terpilih sebagai Teladan Nasional Bidang Perlindungan Tanaman Pangan.

Keberhasilan Khamim dan para petani melon bukan tanpa kendala. “Kendala banyak. Dari serangan hama penyakit, tantangan pasar, sampai penjadwalan waktu tanam antarpetani,” jelas mahasiswa UB angkatan tahun 1992 yang mendapat beasiswa dari FAO ini.

Menurut pria yang sudah berkesempatan pergi haji bersama istri tercinta tahun 2013 ini, tantangan terberat adalah mengubah mindset (pola pikir) petani yang asal berproduksi. “Ini harus diubah menjadi berproduksi sesuai dengan standar kualitas yang dibutuhkan pasar,” kata alumnus SMP Muhammadiyah 4 Pangkatrejo ini.

Khamim sendiri awalnya harus berjuang keras agar bisa menembus pasar. Ia berusaha masuk ke Pasar Induk Jakarta dan Toko Buah Hoki di Surabaya. Setelah berhasil, ia baru dikenal banyak kalangan dan akhirnya mereka-lah yang justru minta dikirim buahnya. Menurut Khamim, jualan di pasar induk tidak terlalu susah. “Yang susah justru pada supplier besar semacam Emerald, Sewu Segar, atau Mulia Raya. Mereka minta tampilan luar yang sempurna dan kadar gula (brix) minimal 11 persen,” ungkapnya. “Jika pasar induk akan menerima standar kualitas A, B, C, dan BS, maka supplier besar hanya mau yang A saja dan sedikit grade B,” katanya.

Apa resep yang membuatnya sukses dan menularkan kesuksesan pada para petani? Ayah dari Alvina Diani Finantika mahasiswi LIPIA Jakarta dan Muhammad Oktadian Hadi Winata, siswa Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat ini, menjawab singkat, “Saya ingin menjadi bagian sejarah hidup orang banyak dengan cara melayani dan berbagi.” Sebuah kalimat sederhana, tapi dalam maknanya. (Nurfatoni)

Exit mobile version