PWMU.CO-Anda ingin hidupnya tentram, damai, senang, tidak susah dan tidak mudah nelangsa? Jadilah orang yang mudah memaafkan kesalahan orang lain dan jangan menjadi orang yang pendendam.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Nur Cholis Huda ketika menjadi khatib shalat Jumat di Masjid Al Badar Jalan Kertomenanggal IV/1 Surabaya, Jumat (2/3/2018).
“Orang yang mudah memaafkan itu hatinya plong. Karena itu hidupnya akan bisa tentram. Tapi, kalau pendendam hatinya sakit,” kata pria yang akrab disapa Pak Nur di hadapan ratusan jamah.
Baca Juga: Hidup Sehat ala Pak Nur: Dari Olahraga 3×30 Menit hingga Memaafkan Orang Lain
Penulis buku berjudul: Mesra Sampai Akhir Hayat ini menegaskan, semua makhluk tidak ada yang suci karena semua pasti pernah melakukan kesalahan, berbuat keliru dan khilaf. “Hanya Allah swt yang maha suci,” tegasnya.
Karena itu, lanjutnya, jika ada orang yang berbuat salah kepada kita, maka maafkan saja. Jangan kita dendam dengannya. Hal itu agar hidup kita tentram. “Mari kita pahami bahwa orang yang berbuat salah itu adalah manusia. Karenanya, secara pribadi kita tidak boleh dendam,” tuturnya.
Pak Nur mengakui, dalam praktiknya memaafkan orang yang telah berbuat salah itu tidaklah gampang. Sebab orang yang disakiti keinginannya adalah membalas supaya rasa sakit kita menjadi ringan. Bahkan menjadi lega kalau dapat membalas lebih berat. Itulah sifat manusia.
“Hanya orang yang berjiwa besar saja yang mampu memaafkan orang yang telah menyakitinya,” ungkapnya.
Pak Nur mencontohkan sosok Buya Hamka misalnya, mampu memaafkan tiga orang tokoh yang telah menyakitinya. Pertama Buya Hamka mampu memaafkan Ir Soekarno, sosok yang telah memenjarakannya.
“Buya Hamka memaafkan presiden pertama RI yang telah memenjarakannya. Bahkan ketika Ir Soekarno meninggal yang menjadi imam shalat jenazah adalah Buya Hamka, sesuai wasiat Soekarno,” terangnya.
Kedua, Buya Hamka mampu memaafkan Muhammad Yamin yang telah menjelek-jelekannya karena berbeda haluan politik. “Terakhir, Buya Hamka memaafkan Pramoedya Ananta Toer. Pengarang itu di zaman Orde Lama sepanjang waktu menjelek-jelekkan dan memfitnah Buya Hamka melalui tulisannya di surat kabar milik Lekra. Tapi Buya Hamka tetap memaafkan Pramoedya. tandasnya. (Aan)
Discussion about this post