Inilah Alasan Kenapa Kader Muhammadiyah Harus Kuasai Ranah Politik

Yazid/pwmu.co
Nadjib Hamid MSi ketika mengisi Pengajian Ahad Pagi di Gedung Dakwah Muhammadiyah Gresik.

PWMU.CO-Kedholiman jika dibiarkan bakal merugikan semua orang.  Orang baik maupun jahat akan menjadi korban.  Karena itu wajib kita mencegahnya dan mengadakan perubahan yang lebih baik agar terhindar dari siksa Allah yang amat pedih.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Nadjib Hamid MSi ketika mengisi Pengajian Ahad Pagi di Gedung Dakwah Muhammadiyah Gresik, Ahad  (1/7/2018). Acara dihadiri ratusan kader Muhammadiyah Gresik.

Nadjib membuat perumpamaan, hidup di dunia ini ibarat menumpang sebuah kapal besar. Di dalamnya berisi bermacam-macam manusia. Ada laki-laki perempuan, ada yang tua, muda, anak-anak  dan lain-lain.

Jika ada seorang saja yang berbuat dholim, sambung dia, misalnya, berbuat jahat melubangi kapal maka lambat-laun kapal besar tersebut tenggelam. Semua penumpang menjadi korban. Baik orang jahat, orang yang baik, tua muda, laki-laki, perempuan dan anak-anak.  ”Sebab itu kita harus waspada terhadap ujian, bencana, fitnah yang akan menimpa pada kita,” tandas Nadjib yang juga calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini.

Hari-hari ini, kata dia, di kalangan  warga Muhammadiyah ada  arus bawah yang sangat kuat menghendaki adanya perubahan politik dalam berbangsa dan bernegara.

“Selama ini warga Muhammadiyah menjauhi yang namanya ranah politik, karena politik itu dianggap kotor, keji, najis dan lain-lain. Bahkan pada 2005 ketika akan memilih Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, ada salah satu persyaratan yaitu yang terpilih sebagai ketua umum tidak boleh mencalonkan dan dicalonkan menjadi presiden maupun wakil presiden. Akibatnya peran tersebut diambil oleh orang lain,” ujarnya.

Pemikiran warga Muhammadiyah saat itu, sambungnya, bagaimana membesarkan dan mengembangkan Amal Usaha Muhammadiyah seperti bidang pendidikan maju, bidang kesehatan maju, perekonomian maju. Tapi posisi peran politik diabaikan akibatnya diambil oleh pihak lain.

“Saat itu saya sempat protes kenapa kita tidak bangga jika presiden maupun wakil presiden  dijabat oleh warga Muhammadiyah. Setelah saya analisa ternyata memang ranah politik sudah sejak lama dijauhkan dari kehidupan organisasi Muhammadiyah,” cerita dia.

Saat pemilihan gubernur dan wakil gubernur di Jawa Timur, ujar Nadjib, banyak pertanyaan yang dilontarkan pada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, organisasi Muhammadiyah yang besar ini tidak punya kader yang dicalonkan atau mencalonkan diri. ”Apa pengkaderan pimpinan ini gagal,” tanyanya.

“Kesimpulannya, saat ini ada arus bawah yang sangat kuat agar umat Islam khususnya warga Muhammadiyah mengambil peran, untuk ikut andil dalam kehidupan perpolitikan kebangsaan di negeri kita,” tambahnya.

Kesadaran itu mucul, sambungnya, ketika merasakan kebijakan yang tertuang dalam undang-undang tidak sejalan dengan kehidupan umat Islam. Misalnya tentang UU Pertambangan. Setelah diajukan judicial review oleh Muhammadiyah dan menang tidak ada tindak lanjutnya di tingkat legislator.

“Banyak undang-undang yang  yang diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi oleh Muhammadiyah dan dimenangkan tetapi tidak ditindaklanjuti oleh para anggota DPR kita,” tandasnya

Memperhatikan hal-hal tersebut dan hasil rapat konsolidasi Pimpinan Pusat Muhamnadiyah dapat disimpulkan, tegas Nadjib, saat ini Muhammadiyah harus mengambil peran yang signifikan untuk turut serta mengambil kebijakan dalam berbangsa dan bernegara demi kemajuan bangsa. (M. Yazid N)

Exit mobile version