PWMU.CO – Dengan cekatan Zelinda Nurul Lailia memainkan tangan tangannya memerah sapi. Sebuah bejana berwarna perak telah disiapkan untuk menampung air susu yang mengalir deras.
Tak sedikit pun terlihat sikap canggung pada diri siswa kelas X Bahasa ini. Padahal cewek berparas cantik itu baru kali ini melakukan pekerjaan yang memerlukan ‘keberanian’ karena sering dianggap menjijikkan.
Sebelumnya, kursus singkat cara memeras susu ia dapatkan dari Rizki Aji Pangestu. “Tangannya dibasahi air dulu Mbak. Setelah itu dilumasi mentega, biar nanti bisa mempermudah proses pemerahan,” jelasnya.
Rizki adalah siswa kelas X SMAN 4 Bojonegoro sekaligus penghuni Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Bojonegoro—tempat Zelin dan 56 temannya kelas X SMA Muhammadiyah 1 alias Smamsatu Gresik mengikuti program Scientific Breeding dan Studi Kesalehan selama tiga hari dua malam, Jumat-Ahad (26-28/10/18).
“Walaupun awalnya sulit tapi saya akhirnya benar-benar bisa memerah susu,” ungkapnya bangga sekaligus bahagia.
Jika Zelin berhasil menaklukkan rasa jijik, Arini Sabila Robbi justru menunjukkan kekuatan fisik yang mungkin selama ini tersembunyi. Siswa kelas X MIPA 3 itu ternyata sanggup mengangkat jerami dari sawah ke kandang.
“Yakin bisa mengangkat jerami yang begitu banyak Rin?” tanya Farah Indah Lestari, kepada Arini, sesaat sebelum ia mengangkat jerami itu. Siswa kelas X Bahasa itu seperti ragu akan kemampuan Arini.
“Pasti yakin lah, aku kan kuat, ” jawabnya. Dan akhirnya terbukti, Arini bisa menjawab keraguan Farah. Ia dengan mudah mengangkut jerami itu. Tidak tampak sama sekali rasa capek di raut mukanya. Yang terlihat justru raut kebahagiaan.
Lain lagi dengan dua cowok ini: Satria Ihsan Nugraha (kelas X Bahasa) dan Alvin Nur Wahyudi (kelas X MIPA 3). Keduanya mendapat tugas membuat biogas. Karena itu, keduanya harus bergelut dengan kotoran sapi yang begitu banyak.
Dengan dibimbing seorang santri panti bernama Tanyono Adim, Satria dan Alvin melakukan tugas dengan bersemangat. Tidak tampak sama sekali sikap jijik.
Dengan sebatang kayu modifikasi, keduanya mengarahkan kotoran sapi tersebut ke dalam septic tank pembuatan biogas. Tak terasa, keringat menetes dari kening dan seluruh tubuhnya.
“Mas Satria, silahkan istirahat dulu. Kelihatan sudah sangat capek,” kata M. Ali Safa’at, guru pendampingnya.
“Iya Pak, terimakasih,” jawabnya.
Tapi ternyata Satria, juga Alvin, tidak beristirahat. Keduanya mencoba membantu aktivitas teman lainnya.
Selain memerah susu, mencari jerami, dan membuat biogas, peserta program lainnya bertugas memasak, memberi makan sapi dan kambing, atau memasarkan tempe ke pelanggan.
Mereka tampak bersemangat. Bahkan bisa berakrab ria dengan sesuatu yang kotor, yang dulu dianggap menjijikkan. Seperti terjadi perubahan sikap 180 derajat.
Apa yang mebuat mereka berubah? “Saya sudah memantapkan niat untuk melakukan yang terbaik di panti ini,” alasan Satria.
Lain lagi Zelin. “Di panti asuhan kita merasakan hidup yang berbeda dari biasanya. Belajar bekerja keras dan mandiri untuk mendapatkan apa yang kita inginkan,” timpalnya.
Sementara menurut Farah, apa yang dia pikirkan sebelum berangkat ke Bojonegoro berbeda jauh dengan yang ia alami. “Saya pikir bakal ngebosenin atau bikin capek. Itu salah. Malah kita belajar banyak tentang bagaimana kehidupan yang dirasakan anak panti. Ngerasain capeknya bareng-bareng,” ungkapnya.
Menurut M. Ali Safa’at, wejangan yang disampaikan Kepala SMA Muhammadiyah 1 Gresik Ainul Muttaqin SP sebelum para siswa berangkat menjadi salah satu bekal motivasi bagi para siswa.
“Anak-anak harus bersyukur diberi banyak kelebihan dibanding dengan anak-anak yang ada di panti asuhan. Rasa syukur itu kalian implementasikan dalam bentuk bersungguh-sungguh dalam mengikuti kegiatan-kegiatan sosial di panti,” pesan Ainul saat memberangkatkan rombongan Jumat (26/10/18).
“Anak-anak juga ‘tersihir’ dengan nasihat ketua panti Ustadz Abdul Wachid dalam ceramah usai shalat Subuh sebelum mereka pergi beraktivitas,” ujar Ali.
“Jika kita ingin sukses, kita harus terus bekerja keras, memantapkan hati kita, dan gunakan pekerjaan kita hari ini sebagai alat untuk meraih kesuksesan kita di masa yang akan datang,” nasihat Abdul Wachid.
Dia mencontohkan, ada alumnus panti yang sekarang menjadi dokter hewan. “Karena memang setiap hari dia selalu bergelut dengan hewan sapi dan kambing,” ujarnya.
Jadi, berkotor-capek, siapa ikut? (MAS)
Discussion about this post