PWMU.CO – Tantangan dakwah yang harus dihadapi oleh para dai khusus amatlah berat. Seperti halnya yang dialami oleh Muhamad Kasjah. Dai khusus asal Suku Badui, Banten itu harus menghadapi penolakan dari keluarga besar Suku Badui. Bahkan, dirinya sempat mendapat teror penolakan.
“Ketika saya masuk Islam itu terjadi penolakan luar biasa. Saya terasing dan tidak lagi diakui menjadi bagaian dari keluarga besar Suku Badui. Sebab, saya adalah seorang mualaf,” katanya kepada PWMU.CO di sela acara Rakornas dan Halaqoh Dai Khusus, Sabtu (15/12/18).
Acara tersebut diadakan oleh Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah di At Tauhid Tower Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Kasjah menerangkan awal mula orang Suku Badui memeluk agama Islam adalah ketika Departemen Sosial (Depsos) berkerja sama dengan Kanwil Kemenag Jawa Barat (waktu itu) membangun 200 perumahan yang diperuntukan untuk suku Badui pada tahun 1986.
“Perumahan yang telah selesai dibangun itu kemudian dihuni oleh 200 kepala keluarga (KK) Suku Badui. Di sisi lain, Suku Badui yang masih berada di daerah pedalaman sebanyak 1400 KK,” ceritanya.
Ia menjelaskan, pihak Kanwil Kemenag Jawa Barat pun rutin memberikan sosialiasi dan lainnya kepada warga
“Akhirnya, sebanyak 150 kepala keluarga (KK) yang menghuni perumahan tersebut memeluk agama Islam. Sedangkan 17 KK memeluk agama Kristen, dan sisanya masuk lagi ke adat Suku Badui,” katanya.
Kasjah mengungkapkan, salah seorang yang menjadi mualaf atau Suku Badui Muslim itu adalah dirinya. ia mengaku dapat berkah dari menjadi mualaf. Sebab pada tahun 1992, dirinya diberangkatkan ke Ciamis untuk sekolah oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lebak bekerja sama dengan Kanwil Kemenag Jawa Barat. “Alhamdulillah, saya dapat beasiswa untuk sekolah di Ciamis,” urainya.
Selepas lulus sekolah, Kasjah kembali memperoleh beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Universitas Darussalam Ciamis. “Saya pada tahun 2004 dinyatakan lulus, dan mendapatkan gelar sarjana hukum Islam,” ungkapnya.
Setahun berselang, pada tahun 2005 tepatnya, Kasjah dipulangkan ke kampung halamannya untuk berdakwah di 1400 KK suku terasing tersebut.
Kasjah menerangkan, pertama kali dirinya datang hanya ada satu masjid di sana. Lantaran tidak disediakan tempat tinggal, ia pun akhirnya tinggal di masjid selama hampir dua tahun. “Waktu itu saya memperoleh uang makan Rp 100 ribu per tiga bulannya,” tuturnya.
Nah, setelah lima tahun berdakwah di sana, pada tahun 2010 tepatnya, kehadiran Kasjah mulai bisa diterima oleh masyarakat Suku Badui.
Kasjah mengungkapkan, strategi dakwah yang dipakai lebih ke dakwah sosial. Kasjah pun rutin memberikan sosialiasi, edukasi, dan pendampingan untuk warga Suku Badui. Bahkan, agar bisa dekat dengan masyarakat ia pun ikut bercocok tanam ladang.
“Alhamdulillah, ketika 12 tahun berdakwah di sana, akhirnya keberadaan agama Islam bisa diterima dan tidak ada masalah. Tidak ada lagi penolakan dari warga Suku Badui,” pungkasnya. (Aan)
Discussion about this post