Mengapa KH Ahmad Dahlan Berpoligami? Inilah Penjelasan yang Diungkap oleh Keluarga Besarnya

Keluarga besar KHA Dahlan berpose setalah upacara penyerahan di Padhepokan KHA Dahlan (Foto dok)
Keluarga besar KHA Dahlan berpose di Padhepokan KHA Dahlan tahun 1961 (Foto buku “Kenangan Keluarga terhadap KHa A Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan”)

PWMU.CO – Tidak sedikit warga Muhammadiyah yang, mungkin, tidak tahu jika KH Ahmad Dahlan punya 4 istri. Terlebih karena hanya satu istri yang sering disebut: “Nyai Ahmad Dahlan”, sehingga 3 lainnya seperti “tidak tercatat”. Poligami yang dilakukan oleh pendiri Muhammadiyah ini memang sebuah fakta sejarah. Namun yang harus dipahami adalah alasan dilakukannya poligami tersebut. Berikut adalah ringkasan dari buku “Kenangan Keluarga terhadap KH A Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan”, yang ditulis oleh Widiyastuti, canggah dari KH Ahmad Dahlan. Redaksi.

Kyai Dahlan memulai kehidupan pribadinya sebagai seorang suami ketika berusia 20 tahun. Tepatnya, saat menikahi Siti Walidah, gadis berusia 17 tahun putri dari Kyai Fadhil Kamaludiningrat, penghulu Kraton Yogyakarta. Setelah mendirikan Muhammadiyah, Kyai Dahlan menikah dengan 3 orang perempuan dengan alasan tertentu. Terutama alasan agama dan dakwah.

Sejarah mencatat bahwa Siti Walidah atau yang kemudian dikenal dengan nama Nyai Ahmad Dahlan adalah seorang perempuan yang sangat cerdas. Sebagai seorang putri ulama, dia juga mengalami masa pingitan sehingga dia tidak mengikuti pendidikan formal. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari budaya masyarakat saat itu yang menganggap perempuan cukup di rumah dan tidak perlu belajar di luar rumah.

Mengapa KH Ahmad Dahlan Berpoligami? Inilah Penjelasan yang Diungkap oleh Keluarga Besarnya

Namun kecerdasan Siti Walidah tidak dapat dibendung setelah menikah. Sebab, Kyai Dahlan memberinya peluang mengembangkan diri. Siti Walidah juga sangat mendukung Kyai Dahlan dalam mendirikan dan mengembangan Muhammadiyah. Pernikahan dengan Siti Walidah ini menghasilkan 6 orang putra: Djohanah, Sieradj, Siti Busyro, Siti Aisyah, Jumhan, dan Siti Zuharoh.

Istri kedua yang dinikahi Kyai Dahlan adalah Ray Soetidjah Windyaningrum atau Nyai Abdullah, seorang janda muda yang diberikan Kraton Yogyakarta kepada Kyai Dahlan. Sebagai abdi dalem, tentunya Kyai Dahlan tidak dapat menolak pemberian Sultan. Justru pemberian ini menandakan jika Sultan merestui pembaharuan Kyai Dahlan yang berbasis di Kampung Kauman.

Perlu diingat bahwa kampung ini merupakan basis ulama Kraton Yogyakarta. Namun Ray Soetidjah Windyaningrum tetap bertempat tinggal di Namburan dan bukan pindah ke Kauman. Kyai Dahlan dinikahkan oleh kakak Siti Walidah dengan tujuan untuk memberi warna Muhammadiyah di Kraton Yogyakarta. Ini merupakan alasan dakwah melalui pernikahan yang dilakukan Kyai Dahlan. Nyai Abdullah akhirnya diceraikan oleh Kyai Dahlan dan dikaruniai seorang putra bernama R. Dhurie. Bersambung ke hal 2 …

Silsilah keluarga KHA Dahlan (ilustrasi Athok, sumber: buku “Kenangan Keluarga terhadap KHA Dahlan dan Nyai Walidah”)

Setelah menikah dengan Nyai Abdullah, seorang Kyai di Krapyak menghendaki agar adiknya yang bernama Nyai Rum untuk menikah dengan Kyai Dahlan. Pernikahan ini juga dimaksudkan agar ada sinergitas gerakan dakwah antar dua tokoh. Tidak banyak cerita yang bisa digali dari pernikahan Kyai Dahlan dengan Nyai Rum ini. Bahkan, konon kabarnya, Nyai Rum menikah dengan Kyai Dahlan ini hanya demi status. Sehingga pasangan ini kemudian bercerai tanpa meninggalkan 

Kemudian dalam salah satu perjalanan dakwah, Kyai Dahlan pernah singgah di Cianjur Jawa Barat. Seorang Penghulu Ajengan Cianjur (penghulu bangsawan) merasa kagum dengan kepandaian dan pemikiran Kyai Dahlan sehingga ingin menikahkan putrinya yang bernama Aisyah dengan Kyai Dahlan. Penghulu Ajengan ini hanya menginginkan adanya keturunan dari Kyai Dahlan di Cianjur. Karena itu, dia tidak menuntut Kyai Dahlan bertempat tinggal di Cianjur setelah menikahi putrinya. Pernikahan keempat ini menghasilkan seorang putri bernama Siti Dandanah.

Kyai Dahlan sangat memahami bahwa poligami akan sangat menyakitkan perempuan. Meski Nyai Ahmad Dahlan tidak pernah melarangnya untuk menikah lagi, tapi Kyai Dahlan sangat menjaga perasaan istri pertamanya itu. Salah satu caranya adalah tidak menempatkan istri-istrinya itu dalam satu kampung, apalagi satu rumah. Nyai Abdullah tetap berada di Namburan, Nyai Aisyah tetap di Cianjur, dan Nyai Rum tetap bertempat tinggal di Krapyak.

Tampaknya Kyai Dahlan tetap menghargai posisi Nyai Ahmad Dahlan sebagai istri tertuanya yang memang mendampinginya selama berjuang mendirikan dan mengembangkan Muhammadiyah.

Lebih daripada itu, Nyai Ahmad Dahlan sangat menyadari bahwa perempuan- perempuan yang menjadi istri Kyai Dahlan dinikahi dengan alasan-alasan tertentu. Selain dari Siti Walidah, hanya 2 orang yang memberikan keturunan yang masing-masing seorang: Raden Ayu Windyaningrum (Nyai Abdullah) dan Aisyah. Raden Ayu Windyaningrum dinikahi dalam usia 16 tahun, yang setahun sebelumnya sudah berstatus janda. Sementara Aisyah dinikahi Kyai Dahlan dalam usia 15 tahun.

Sebagai seorang yang bergerak dalam pergerakan, Nyai Ahmad Dahlan sangat menyadari bahwa kematangan usia dalam pernikahan akan menentukan kualitas anak yang akan dilahirkan. Karena itu, kedua anak hasil pernikahan Kyai Dahlan dengan Raden Ayu Windyaningrum dan Aisyah akhirnya dipelihara oleh Nyai Ahmad Dahlan.

Sebagaimana yang dituturkan Siti Hadiroh, cicit Kyai Dahlan, demikian perhatiannya Nyai Ahmad Dahlan kepada anak-anak itu, sampai mereka tidak tahu kalau ibu yang selama ini mengasuhnya adalah bukan ibu kandungnya.

Sejarah mencatat poligami KH Ahmad Dahlan dengan 4 istri berbuah keturunan yang menyebar mulai Indonesia, Thailand, Inggris, dan negara lainnya. Kini semua keturunannya: anak, cucu, cicit, canggah, wareng, dan kini udeg-udeg, tetap hidup rukun dan menjalin silaturrahmi, meski jarak dan kewarganegaraan memisahkan. (MKS)

Exit mobile version