Kader-Kader Hebat KH Ahmad Dahlan, Melesat seperti Anak Panah, oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku KH Ahmad Dahlan, Gelegak Dakwah sang Penggerak
PWMU.CO – Sungguh, menjadi tantangan serius bagi para kader dalam mempertahankan sekaligus mengembangkan capaian dakwah Muhammadiyah sekarang ini. Amanah mulia ini insyaAllah akan bisa ditunaikan dengan baik jika tak putus menjadikan KH Ahmad Dahlan sebagai spirit kepejuangan.
KH Ahmad Dahlan itu mencerahkan sekaligus menggerakkan. Pertama, lewat pengajian-pengajiannya, banyak yang tercerahkan. Kedua, lewat arahan-arahannya yang positif dan terukur, banyak yang tergerakkan.
Kader-Kader Hebat
Keberadaan anggota-anggota Muhammadiyah yang cekatan dalam menjalankan visi dan misi organisasi memang sedari awal sudah menjadi kepedulian Ahmad Dahlan. Maka, seriuslah dia dalam melakukan pengaderan.
Perhatikanlah bagaimana usaha Ahmad Dahlan dalam membina angkatan muda, laki dan perempuan. Mereka dididik ilmu agama dan pengetahuan lainnya sekaligus diajak menyertainya dalam mendakwahkan Islam.
Hasil pembimbingan sekaligus pelibatan kaum muda di berbagai aktivitas Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan, sungguh terasa. Sebagian, di belakang hari, para kader itu lalu menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah. Sebagai contoh, Mas Mansur (1937-1942). Juga, Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953). Pun, Ahmad Badawi (1962-1968).
Contoh lain, meski tak sampai menjadi Ketua Umum PP Muhammdiyah, tapi kontribusi para kader itu terhadap perserikatan sungguh tidak sedikit dan tak kalah cemerlang. Sekadar contoh, antara lain mereka adalah Fachrodin, Sudjak, dan Hadjid.
Lagi, Performa Kader
Di kalangan kader perempuan antara lain ada Siti Bariyah, Siti Wasilah, Siti Moendjijah, Siti Hayinah, dan Siti Umniyah. Mereka adalah sebagian dari angkatan awal yang merasakan langsung kaderisasi dari Ahmad Dahlan.
Ahmad Dahlan, sang pencerah sekaligus sang penggerak. Dia tanpa ragu memberikan kepercayaan dan tanggung-jawab besar kepada murid-muridnya. Inilah salah satu model pengkaderan yang terbukti berhasil: Beri kesempatan anak didik untuk berkembang secara maksimal!
Perhatikan, misalnya, apa yang dialami Siti Bariyah dan Siti Wasilah. Mereka termasuk murid yang paling sering diajak oleh Ahmad Dahlan dalam melakukan dakwah di kantor-kantor pemerintahan dan sekolah-sekolah.
Siti Bariyah mahir berbahasa Belanda dan Melayu. Sementara, Siti Wasilah cakap membaca al-Qur’an. Kombinasi kecakapan kedua murid itu dipergunakan sang guru, yaitu Ahmad Dahlan, dalam dakwahnya di berbagai tempat. Sebelum Ahmad Dahlan memulai ceramahmya, Siti Wasilah membacakan ayat al-Qur’an, lalu Siti Bariyah membaca terjemahannya dalam bahasa Melayu dan Belanda.
Perhatikan pula yang dialami Siti Moendjijah. Pada 20 November 1921 PP Muhammadiyah mendapat undangan dari Syarikat Islam Cabang Kediri, Jawa Timur. Ahmad Dahlan hadir di acara itu didampingi Fachrodin dan Siti Munjiyah.
Hal yang menarik, Siti Moendjijah diberi kesempatan untuk menyampaikan ceramah. Sebagai satu-satunya utusan PP Muhammadiyah perempuan, tampillah Siti Moendjijah di mimbar. Lalu, dengan tenang dia terangkan dirinya yang saat itu mengenakan busana muslimah. Pakaian yang dikenakannya tertutup rapat dan dilengkapi kerudung khas songket Kauman Yogyakarta.
Kala itu, model pakaian yang dikenakan Siti Moendjijah hanya lazim dipakai oleh perempuan yang sudah berhaji. Maka, di mimbar, dia jelaskan bahwa meski dirinya belum berhaji tetapi tidak malu berpakaian seperti itu karena memang merupakan perintah agama.
Tak hanya bicara soal busana muslimah, Siti Moendjijah juga menerangkan kedudukan kaum perempuan dalam Islam. Hemat dia, Islam bukan hanya diperuntukkan bagi laki-laki tetapi perempuan pun wajib menjalankannya. Bukan hanya lelaki yang wajib memajukan Islam, tetapi perempuan juga memiliki kesempatan yang sama (Mu’arif dan Setyowati, 2014, h. 86-88).
Baca sambungan di halaman 2: Spirit Itu
Discussion about this post