Makan Bangku Sakulah oleh Fuad Kayla Untara, Wakil Ketua Lazismu Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan.
PWMU.CO– ”Napang ngada. Ngaran aku ni cakada suah makan bangku sakulahan pang…” canda teman acapkali kami ngobrol soal-soal serius. Apalagi jika bicara situasi politik dan isu-isu yang lagi hangat diperbincangkan.
Bahasa Banjar itu artinya, memang gak, namanya aku ini tidak makan bangku sekolah.
Mana ada orang makan kursi kayu atau besi. Memang dulu di majalah lama Intisari pernah baca ada sesorang yang keranjingan makan baut, case komputer, dan benda-benda aneh lain.
Ya, mungkin itu pengecualian. Tetapi hakikatnya tidak ada manusia yang makan bangku sekolah. Beda cerita di banyak sekolah di pedalaman yang jarang tersentuh bantuan. SD di Desa Papagaran, lereng Meratus Kalimantan misalnya.
Bukan manusia, apalah lagi misal siswanya, namun sebagian besar meja kursi, meja belajar memang telah rungkang dimakan. Dimakan usia.
Menurut kepala sekolah dan juga guru satu-satunya di sekolah itu, ia sudah lama mengidamkan sarana dan prasarana yang jauh lebih memadai. Namun sampai sekarang, impian tersebut belum bisa terealisasi.
Lantas Lazismu kembali mengambil peran itu, berusaha berbuat dan berbagi pada sesama, memberi untuk negeri.
SD di Desa Papagaran ini hanya diisi oleh anak kelas 1 sampai dengan kelas 3. Itupun jumlah siswanya sedikit sekali. Jika ingin melanjutkan ke jenjang tingkat berikutnya, anak-anak Desa Papagaran ini harus turun ke desa di bawahnya seperti Desa Cabai atau Patikalain. Perjalanan sekitar 15-20 menit jika naik motor.
Namun sebagian besar dari anak-anak itu rela jalan kaki meski medan yang harus dilalui terjal serta berbatu. Sebuah usaha yang luar biasa hanya untuk bersekolah di negeri yang kaya raya ini.
Bagaimana ekstremnya medan sudah dirasakan Ketua Lazismu Jatim Ustadz Zainul Muslimin yang jauh-jauh dari Surabaya datang ke Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan. Bagi mereka yang baru kali pertama, tentu saja menjadi tantangan dan jua pengalaman berharga.
Susah membayangkan bagaimana setiap hari telapak kaki kecil anak-anak Desa Papagaran bolak-balik naik turun perbukitan berbatu hanya demi mendapatkan haknya sebagai warga negara.
Namun jika pernah melihat mereka pulang dari sekolah, memang tidak ada raut lelah. Yang ada mereka selalu ceria dan bercanda bersama temannya. Memang sudah biasa dan akhirnya terbiasa, barangkali.
Sebelum kita bicara soal bangku, jauh sebelumnya rekan-rekan MDMC dan Pemuda Muhammadiyah Kalsel sudah dua kali melakukan rehab kecil bangunan SD yang hanya satu ruangan bisa difungsikan jadi dua ruangan.
Selain memang sudah rusak berat dan tak layak, ketersediaan guru pun jadi persoalan. Kemarin Senin, 21 Maret 2022, amil-amil Lazismu HST didampingi oleh Ustadz Zainul Muslimin dari Lazismu Jawa Timur menyerahkan bantuan kursi dan meja belajar baru untuk anak-anak Desa Papagaran.
Ada 16 set meja kursi serta satu set meja guru yang diberikan. Kursi dan meja itu sudah beberapa pekan lalu diberikan namun kepala sekolah tidak berani memakai karena belum ada serah terima resmi dari Lazismu.
Akhirnya di momentum kehadiran Ustadz Zainul serah terima dilakukan dan serta merta hari itu pula bantuan itu digunakan menggantikan meja dan kursi lama yang rusak. Bahkan ada yang tidak layak pakai.
Didampingi oleh Lazismu HST, penyerahan secara resmi dilakukan oleh Ustadz Zainul langsung kepada kepala sekolah sekaligus satu-satunya guru sekolah itu. Pak Sikur namanya. Mirisnya, statusnya bukan PNS. Hanya guru honorer.
Lantas, jadi ingat kembali candaan teman di atas. ”Sama ja, aku ni gin kada suah makan bangku sakulah, tagal mun sawat arjabat kaadada pahatian wan kundisi nang kakaya ini asa diapa yu?”
Akhirnya hari menjelang siang. Anak-anak Desa Papagaran sempat diajak bercanda oleh Ustadz Zainul dan diberi hadiah snack.
Kami beranjak turun menuju Desa Patikalain meneruskan perjalanan ke Barabai setelah sebelumnya sempat singgah di puncak Titian Musang. Sebagian dari kami langsung ke Banjarbaru menuju bandara mengantar kepulangan Ustadz Zainul.
Mungkin tidak ada dari kita apalagi anak-anak Desa Papagaran yang makan bangku sekolah. Tetapi kami khawatir, di luar sana banyak orang menghalalkan segala cara demi mendapatkan bangku.
Bukan bangku sekolah, entah bangku apa. Merasa nyaman duduk di sana, sambil mengunyah kertas-kertas tender dan kuitansi atau harga vaksinasi. Bahkan berkeinginan bisa duduk di bangku yang sama untuk yang ketiga kali.
Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post