Mainan Anak Tak Kenal Konsep Gender; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah. Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Wajarkah anak laki-laki berusia empat tahun memainkan mainan yang biasa anak perempuan mainkan? Pertanyaan ini muncul di sesi diskusi pelatihan ‘Counselling Skill for Homeroom Teacher’ yang digelar Pusat Layanan Psikologi dan Konseling (PLPK) SMA Muhammadiyah 10 GKB (Smamio), Kamis (29/12/2022).
Wali kelas V SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb) Gresik Kaiisnawati SPd menanyakan itu. Kaiis, sapaannya, memiliki anak bungsu laki-laki berusia empat tahun. Uniknya, sang anak suka menggambar putri dengan gaun lebar, iseng mencoba jilbab di rumah, dan bermain masak-masakan ala perempuan.
Sang pemateri tunggal Noer Suci Indah Puspitaningrum MPsi Psikolog menerangkan, pada usia tersebut, anak belum mengenal konsep gender dalam permainan dan teman bermain. “Belum strict sperti anak SD yang laki-laki main sama anak laki-laki dan anak perempuan main sama perempuan. Mereka masih berpikir semua teman adalah teman saya,” ujar dia.
Kata Suci, sapaannya, anak-anak dalam usia itu masih tahap modelling (mencontoh). Anak kecil bisa merias wajah karena dia melihat dan mencontoh dari ibunya saat berdandan atau melihat dari tontonan di gadget.
Kalau anak laki-laki bermain masak-masakan, kata Suci, tidak masalah karena saat ini pun banyak chef laki-laki. Tapi kalau pakai jilbab dan make up, orangtua di rumah sudah harus mulai mengarahkan bahwa dia anak laki-laki.
Dosen Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) itu mencontohkan, “Adik laki-laki atau perempuan? Nah, anak laki-laki seperti apa? Ini harus dicoba dengan ayah dan kakak atau adik laki-laki. Peran ayah harus dominan sebagai contoh! Kemudian kita alihkan ke aktivitas yang untuk anak laki-laki, seperti kita alihkan ke futsal atau cuci mobil sama bapak.”
Paling tidak, lanjutnya, anak mampu membedakan jenis kelamin, termasuk tugas antara laki-laki dan perempuan. “Kalau di rumah banyak perempuan, figur ayah harus kuat! Apapun aktivitas ayah, ajak putranya,” imbaunya.
Suci menegaskan orangtua tidak perlu melarang anak bermain yang tidak sesuai gendernya. Contoh, “Jangan mainan itu, itu mainan anak perempuan!” Larangan itu justru membuat anak bertanya alasannya karena dia suka melakukannya.
Pun bukan dengan memutus dengan siapa dia bergaul, tapi orangtua cukup mengarahkan penjelasan. Misal, “Kenapa kamu suka main ini? Kenapa kamu suka pakai ini?” Kalau anak sudah bisa menjelaskan, barulah ayah meluruskannya. (*)
Discussion about this post