Sudibyo Markus Terima Gelar Honoris Causa dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Liputan Kontributor PWMU.CO, Nely Izzatul
PWMU.CO – Ketua PP Muhammadiyah Periode 2005-2010 dr Sudibyo Markus MBA menerima penganugerahan gelar doktor honoris causa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin (13/2/2023)
Selain Sudibyo Markus, UIN Sunan Kalijaga juga memberikan gelar penghargaan ini kepada
Prefek Dikasteri untuk Dialog Antar Agama Vatikan, Kardinal Miguel Angel Ayuso Guixot dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf.
Gelar penganugerahan doktor honoris causa ini diberikan, karena mereka bertiga dianggap telah berjasa bagi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan, perdamaian kehidupan berbangsa dan bernegara baik di level nasional maupun internasional.
Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof Dr Phil Al Makin SAg MA mengatakan, hari ini UIN Sunan Kalijaga ingin merayakan, menjadi tempat bertemunya, dan tempat yang nyaman bagi perbedaan dan berbagai iman serta berbagai tradisi keagamaan. UIN Sunan Kalijaga bertekad untuk terus meneruskan komitmen ini.
“Kita berharap, seremoni penganugerahan honoris causa ini menjadi simbol komitmen UIN Sunan Kalijaga tidak hanya menghormati tiga kelompok umat, tapi kita ingin menempati seluruh kelompok umat beragama yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Penasihat Seluruh Umat
Al Makin mengatakan, diberikannya gelar penghargaan ini, karena Sudibyo Markus merupakan sosok penasihat, tidak hanya bagi Muhammadiyah, tapi juga bagi seluruh umat.
“Bapak, dari rasa rendah hati dan tawadhu kami, anda juga penasihat tidak hanya bagi Muhammadiyah, tapi bagi semua umat. Penasihat bagi Katolik, Hindu, Budha, Konghucu dan umat-umat yang belum tersentuh. UIN ingin mejadi tempat yang menyamankan semua iman, agama, tradisi, perbedaan sehingga kita menjadi tempat perbedaan bisa bertemu. Seperti hari ini dengan tiga kelompok yang berbeda,” ucapnya.
Al Makin mengaku sangat bersyukur, UIN Sunan Kalijaga mendapatkan berkah dari komitmen lamanya dengan ikhlas. Hal ini dibuktikan dengan UIN Sunan Kalijaga mendapatkan akreditasi unggul pertama dan satu-satunya di Indonesia.
“Ini semua berkat keseriusan kita. Kita punya tradisi interfaith sejak tahun 70an yang terkenal dengan kelompok limited circle, kemudian mempengaruhi bagaimana kemajuan, pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia yang akhirnya bertemu dengan banyak NGO, aktivis dan banyak pemimpin,” katanya.
Dia menuturkan, kampus UIN Sunan Kalijaga sebenarnya ingin memberikan hadiah kepada umat, tapi tampaknya hari ini UIN Sunan Kalijaga justru yang menerima hadiah itu, dari tiga pemimpin agama dunia.
“Kita merasa sangat terhormat, menerima tiga contoh tauladan yang diberikan, dan inilah yang diperlukan Indonesia. Contoh pemimpin yang menawarkan kerjasama dan dialog antar umat dengan penuh kedamaian, secara dingin dan mendamaikan. Inilah yang kita perlukan dan ini adalah hadiah untuk UIN Sunan Kalijaga,” tandasnya disambut tepuk tangan peserta yang hadir.
Mengenal Sosok Sudibyo Markus
Sudibyo Markus lahir di Pare, Kediri, Jawa Timur pada 24 Oktober 1941. Ia tumbuh besar di keluarga yang beragam secara keyakinan. Sudibyo Markus memiliki saudara yang beragama non-Islam. Ia sendiri menyatakan dirinya Muslim secara definitif sejak masuk Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1961 setelah melalui berbagai pertimbangan.
Di awal studinya di FK UGM, ia bertemu dengan kegiatan keagamaan untuk mahasiswa yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah, yang kemudian mengantarkannya menjadi pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada 14 Maret 1964.
Selanjutnya ia menjadi aktivis persyarikatan dalam berbagai posisi sehingga menjadi Ketua Majelis PKU (1995 – 2005), Ketua PP Muhammadiyah (2005-2010) serta Wakil Ketua di Lembaga Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah (2010 – 2022) serta Dewan Pakar Lembaga Hubungan Luar Negeri PP
Muhammadiyah (2022-2027).
Sudibyo Markus menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Kedokteran UGM, selanjutnya meraih gelar MBA dari STIE Jakarta dan Hogeschool Van Utrechct Belanda. Mulai karirnya di Kementerian Sosial RI, terakhir sebagai Direktur Bina Organisasi Sosial (NGO Affairs 1988), untuk kemudian bergabung dengan United Nations Development Programme (UNDP) yang menangani program-program social conditios and equity meliputi kemiskinan, dan berbagai kelompok rentan termasuk difabel dan lain-lain.
Ketika menjabat sebagai Ketua PP Muhammadiyah (2005-2010), telah ditugaskan oleh Menteri Luar Negeri untuk memberikan presentasi mewakili Delegasi Indonesia dalam 2nd Asia Pacific Interfaith Regional Conference (Cebu, 2006) dan 5th Interfaith Regional Conference di Perth (2009) bersama Hasyim Muzadi, Ketua PB NU.
Sejak 2009 hingga 2019 telah mewakili PP Muhammadiyah untuk duduk sebagai anggota International Contact Group (ICG) bersama Asia Foundation (Manila), Center for Humanitarian Dialogue (Henry Dunant Center, Geneva), Conciliation Resource (UK) dan Center for Peace and Conflict Studies (Cambodia), yang bertugas mendampingi proses perundingan perdamaian antara Pemerintah Filipina (the Government of the Philippines) dan Moro Islamic Liberation Front (MILF), gerakan Masyarakat Muslim Mindanao dan Filipina Selatan yang menuntut berdirinya Pemerintahan Islam.
Untuk memperkuat visi kemanusiaan di Indonesia, Sudibyo mewakili Muhammadiyah, bekerjasama dengan LSM kemanusiaan dari beberapa negara Asia dan beberapa
LSM Barat seperti Oxfam GB, Palang Merah Inggris, Dewan pngungsi Norwegia, ICVA Jenewa dan Islamic Relief Worldwide (Birmingham), mendirikan Forum Kemanusiaan Internasional, terdaftar di Komisi Amal Ingegris dan Wales, London. Dia juga mengambil bagian aktif dalam dialog antaragama di tingkat internasional dan tingkat daerah.
Pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
Keterlibatan awalnya di lingkungan mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta, akhirnya pada tanggal 14 Maret 1964 bersama Djazman al-Kindi, Rosyad Sholeh, Amin Rais, Sudibyo Markus turut menjadi aktor yang mendirikan organisasi otonom yakni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
Sambil berorganisasi sebagai pimpinan DPP IMM, Sudibyo meningkatkan hobi dan kemampuannya dalam membaca, menulis di media dan memberikan ceramah dan dakwah. Hobinya menulis dan ceramah membuat Sudibyo cepat dikenal, dan diundang untuk memberikan ceramah tidak
saja disekitar Yogyakarta, tetapi juga sampai ke Kalimantan, Sumatra Utara, bahkan pernah diundang oleh Majelis Ugama Islam Singapore (MUIS) selama sebulan pada tahun 1970.
Gaya tulisan dan bicara Sudibyo Markus menarik beberapa kalangan, sehingga tak jarang diundang ke lingkungan atau markas TNI AKABRI dan hampir semua asrama mahasiswa di Yogyakarta. Kedekatannya dengan Prof Mukti Ali, Guru Besar Perbandingan Agama UIN Yogyakarta pada awal 70-an, mendorong dia mulai menekuni hubungan antar agama.
Sebagai seorang aktivis yang berkhidmat melalui Muhammadiyah sejak dari remaja sampai saat ini, Sudibyo Markus memiliki pandangan yang sangat luas, baik itu untuk Muhammadiyah, Bangsa maupun tentang kewelasasihan dan perdamaian dunia. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post