Apakah Basmalah Bagian dari Al-Fatihah? Format Baru Fatwa-Fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama; Oleh Dr Zainuddin MZ Lc MA (NBM: 984477); Direktur Turats Nabawi, Pusat Studi Hadits.
PWMU.CO – Tanya: Apakah bacaan basmalah termasuk dalam surat al-Fatihah atau tidak? Mohon penjelasan.
Jawab: Di dalam Al-Qur’an ada 114 surat dimulai dengan lafadz basmalah kecuali surat al-Taubah atau surat al-Baraah.
Surat al-Taubah tidak didahului dengan lafadz basmalah, tetapi ada satu surat yang bacaan basmalah-nya dua kali. Yakni surat al-Naml, surat yang ke-27, sehingga jumlah bacaan basmalah dalam Al-Qur’an tetap sebanyak 114.
Para sahabat telah sepakat bahwa bacaan basmalah itu ditulis pada awal tiap surat, kecuali dalam surat al-Baraah. Mereka sepakat pula pada bacaan ‘amin’ bukan sebagai ayat Al-Qur’an. Karenanya tidak ditulis pada akhir surat al-Fatihah.
Mengenai bacaan basmalah itu apakah salah satu dari surat al-Fatihah atau ayat pembatas satu surat dari surat yang lain, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Fuqaha Madinah, Basrah, dan Syam berpendapat bahwa bacaan basmalah adalah sebagai pembatas dari satu surat dengan surat yang lain, sehingga bacaan basmalah itu tidak masuk pada surat al-Fatihah. Oleh karenanya imam Malik tidak membaca basmalah sewaktu membaca surat al-Fatihah dalam shalat.
Menurut ahli qiraat Kufah dan Mekah, demikian pula menurut imam Syafi’i, bacaan basmalah adalah satu ayat dari surat al-Fatihah, sehingga dibaca jahr dikala membaca surat al-Fatihah dengan jahr dalam shalat.
Kesimpulan
Bacaan basmalah menurut ijma’ sahabat ditulis dalam al-Qur’an sebagai permulaan setiap surat, kecuali pada surat al-Taubah.
Tentang apakah bacaan basmalah itu satu ayat dari surat al-Fatihah yang disebut ‘sab’u matsani’, maksudnya tujuh ayat yang diulang-ulang, terdapat dua pendapat. Yakni pendapat fuqaha Madinah, Basrah, dan Syam, bahwa bacaan basmalah itu kepala setiap surat termasuk pada surat al-Fatihah, tetapi bukan termasuk salah satu ayat surat al-Fatihah.
Sedangkan ahli qiraat Kufah dan Mekah memandang bahwa bacaan basmalah itu termasuk salah satu dari ayat dalam surat al-Fatihah. Jika membacanya dalam shalat, imam Syafi’i membaca keras saat shalat jahr.
Analisis
Satu-satunya dalil yang spesifik, yang menunjukkan basmalah bagian dari surat al-Fatihah adalah periwayatan Abu Hurairah berikut ini:
Hadits Abu Hurairah:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا قَرَأتُمُ: الْحَمْدُ للهِ، فَاقْرَءُوا: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إنَّهَا أُمُّ الْقُرْآنِ, وَأُمُّ الْكِتَابِ, وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي وَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إحْدَى آيَاتِهَا
Dinarasikan Abu Hurairah RA, Rasulullah saw. bersabda: Jika kalian membaca alhamdulillahi rabbil alamin, maka bacalah bismillahirrahmanirrahim. Itulah induk Al-Qur’an, induk Al-Kitab dan sab’u matsani –tujuh ayat yang selalu diulang-ulang-, dan basmalah adalah salah satu ayatnya. (HR Baihaqi: 2219; Daraqutni: 1/312, hadits: 36; Dailami dalam Musnad Firdaus: 1043)
Pro dan kontra apakah status hadits ini mauquf (dinisbatkan kepada Abu Hurairah atau ucapan Abu Hurairah), atau berstatus marfu’ (dinisbatkan kepada Nabi aau ucapan Nabi), Albani menilainya shahih dengan teori ziyadah tsiqah.
Namun Abu Hurairah sendiri dan kawan-kawannya telah meriwayatkan hadits bahwa Nabi saw. tidak mengeraskan basmalahnya, dan hadits-haditsnya shahih keseluruhannya.
Hal yang mempertajam basmalah bukan dari surat al-Fatihah dapat dicermati dari hadits-hadits berikut ini:
Ditemukan hadits shahih dalam hadits Qudsi bahwa dialog hamba dengan Tuhannya dimulai dengan bacaan hamdalah, sehingga surat al-Fatihah itu dibagi menjadi dua bagian. Separuh menjadi hak Allah dan separuhnya lagi menjadi hak hamba. Jika penghitungan surat al-Fatihah dimulai dari basmalah, maka hak Allah menjadi 4 bagian, sementara hak hamba menjadi 3 bagian. Namun jika penghitungan surat al-Fatihah dimulai dari bacaan hamdalah, maka hak 3,5 menjadi hak Allah dan 3,5 lainnya menjadi hak hamba. Haditsnya diriwayatkan oleh Abu Hurairah juga.
Hadits Abu Hurairah
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ) (فَنِصْفُهَا لِي، وَنِصْفُهَا لِعَبْدِي) (وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ، قَالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي، فَإِذَا قَالَ: إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ، قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ, فَإِذَا قَالَ: اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ, صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ, غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ, وَلَا الضَّالِّينَ قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي, وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ)
Abu Hurairah ra. berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Allah swt. berfirman: Aku bagi shalat (surat al-Fatihah) menjadi dua bagian. Separuh milikKu dan separuh milik hambaKu. Jika ia membaca alhamdu lillhi rabbil alamin (segala puji bagi Allah, Tuhan yang mengetur alam semesta). Aku menjawab: HambaKu memujiKu. Jika ia membaca arrahman arrahim. Aku menjawab: HambaKu memuja kepadaKu.
Jika ia membaca maliki yaumid din (yang merajai di hari kemudiian). Aku menjawab: HambaKu mengagungkan Aku. Jika ia membaca iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami mohon pertolongan). Aku menjawab: Inilah Aku dan inilah hambaKu dan bagi hambaKu apa yang ia minta.
Jika ia membaca ihdinas shirathal mustaqim, shirathal ladzina an’amta alaihim ghairil maghdhubi alaihim wa la dhallin (ya Allah tunjukilah aku jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau beri kenikmatan, bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalannya orang-orang yang sesat). Maka Aku berfirman: Inilah yang diminta hambaKu dan baginya apa yang ia minta. (HR Muslim: 395; Abu Dawud: 821; Nasai: 909; Ibnu Majah: 838; Ahmad: 7400)
Adapun hadits qudsi lain yang menjelaskan dialok Allah dengan hamba-Nya dimulai dengan bacaan basmalah yang juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah adalah palsu.
Hadits Abu Hurairah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ, سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِنِّي قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ فَنِصْفُهَا لَهُ, يَقُولُ عَبْدِي إِذَا افْتَتَحَ الصَّلَاةَ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فَيَذْكُرُنِي عَبْدِي, ثُمَّ يَقُولُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأَقُولُ: حَمِدَنِي عَبْدِي, ثُمَّ يَقُولُ: الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فَأَقُولُ: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي, ثُمَّ يَقُولُ: مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ فَأَقُولُ: مَجَّدَنِي عَبْدِي, ثُمَّ يَقُولُ: إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ فَهَذِهِ الْآيَةُ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ, وَآخِرُ السُّورَةِ لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
Abu Hurairah ra. berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Aku bagi shalat dua bagian antara Aku dan hambaKu. Separuh milikKu dan separuh untuk hambaKu. Jika hambaKu memulai shalat dengan basmalah. Dia berfirman: HambaKu ingat kepadaKu. Jika ia membaca alhamdulillahi rabbil alamin (segala puji bagi Allah Tuhan yang mengatur alam semesta). Dia berfirman: HambaKu memuji kepadaku. J
ika ia membaca arrahman rahim (yang maha pengasih, maha penyayang), Dia berfirman: Lagi-lagi hambaKu memuji Aku. Jika ia membaca maliki yaumid din (yang merajai di hari kemudian). Dia berfirman: HambaKu mengagungkan Aku. Jika ia membaca iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (hanya kepadaMu aku sujud dan hanya kepadMu aku memohon pertolongan). Dia berfirman: Inilai Aku dan inilah hambaKu yang Kubagi dua bagian, sampai akhir surat Dia berfirman: Inilah bagi hambaKu dan baginya apa yang ia minta. (HR Daraqutni: 1189)
Dalam sanad hadits ini terdapat Ibnu Sam’an, namanya Abdullah bin Ziyad bin Sam’an yang dinilai kodifikatornya sendiri (Daraqutni) matruk hadits, padahal murid Ala’ bin Abdurrahman seperti (1) Malik bin Anas, (2) Ibnu Juraij, (3) Rauh bin Qasim, (4) Ibnu Uyainah, (5) Ibnu Ajlan, (6) Hasan bin Hur, (7) Abu Yunus, dan lainnya meriwayatkan hadits darinya tanpa adanya basmalah.
Ibnu Sam’an tidak dipakai penyusun Kutubu Sittah juga kutub Masanid, hanya ada dalam kodifikasi Daraqutni dan ia menyendiri.
Daraqutni sendiri telah menilainya matruk hadits. Dengan demikian hadits ini palsu. Umar bin Abdul Wahid berkata: Aku bertanya Anas tentang Ibnu Sam’an, ia menjawab: Pendusta. Yahya bin Bukair berkata: Hisyam bin Urwah menilainya, dia telah mendustakan aku dan menceritakan mendengar dariku hadits-hadits yang aku tidak pernah meriwayatkannya. Dinilai Ahmad, matruk hadits. Ketika dikonfirmasikan kepada Ibnu Ma’in, ia menilainya dusta. Demikian pula Abu Daud menilainya, matruk hadits.
Hadits-hadits yang mempertajam bacaan basmalah bukan bagian dari surat al-Fatihah adalah sebagai berikut:
Hadits Abu Said al-Mu’alla
وَعَنْ أَبِي سَعِيدِ بْنِ الْمُعَلَّى، قَالَ: كُنْت أُصَلِّي فِي الْمَسْجِدِ فَدَعَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ أُجِبْهُ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إنِّي كُنْت أُصَلِّي، فَقَالَ: أَلَمْ يَقُلْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إذَا دَعَاكُمْ، ثُمَّ قَالَ: لَأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً فِي الْقُرْآنِ، قُلْت: مَا هِيَ؟ قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ
Abu Sa’id bin Mua’llah ra. berkata: Sewaktu aku shalat di masjid, aku dipanggil Nabi saw. dan aku tidak menjawabnya. Lalu aku berkata: Wahai Rasulullah, tadi (ketika tuan memanggil aku), aku sedang shalat. Nabi saw. bersabda: Bukankah Allah berfirman: Jawablah jika Allah dan Rasul-Nya menyeru kamu. Lalu beliau bersabda: Aku ajarkan kepadamu suatu surat dalam Al-Qur’an. Aku bertanya, apa itu wahai Nabi? Beliau bersabda: Alhamdu lillahi rabbil alamin, itulah Sab’u Matsani, Al-Qur’an yang agung yang telah diajarkan Allah kepadaku. (HR Bukhari: 4474)
Hadits Abu Hurairah
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلْحَمْدُ لله: هِيَ أُمٌّ الْقُرْآنِ، وَهِيَ السَبْعُ المَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيْمُ
Dinarasikan Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda: Alhamdulillah, adalah induk Al-Qur’an, Sab’u Matsani, dan Al-Qur’an yang agung. (HR Bukhari: 4427; Abu Dawud: 1457; Tirmidzi:) 3124.
Hadits Ubai bin Ka’ab
أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ، مَوْلَى عَامِرِ بْنِ كَرِيزٍ أَخْبَرَهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ وَهُوَ يُصَلِّي فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ كَفَّهُ، قَالَ: فَوَضَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ عَلَى يَدِي، قَالَ: وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَخْرُجَ مِنْ بَابِ الْمَسْجِدِ، فَقَالَ: إِنِّي أَرْجُو أَنْ لَا تَخْرُجَ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى تَعْلَمَ سُورَةً مَا أُنْزِلَ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الْقُرْآنِ مِثْلُهَا، قَالَ: فَجَعَلْتُ أَتَبَاطَأُ فِي الْمَشْيِ رَجَاءَ ذَلِكَ، ثُمَّ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ السُّورَةُ الَّتِي وَعَدْتَنِي، قَالَ: كَيْفَ تَقْرَأُ إِذَا افْتُتِحَتِ الصَّلَاةُ؟ قَالَ: فَقَرَأْتُ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ حَتَّى أَتَيْتُ عَلَى آخِرِهَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هِيَ هَذِهِ السُّورَةُ وَهِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي، وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُعْطِيتُ
Dinarasikan Abu Sa’id (budak kemerdekaan Amir bin Kariz): Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda kepada Ubai bin Ka’ab ketika ia sedang shalat. Ketika ia selesai shalat, ia dipegangnya, yakni ketika ia hendak keluar dari masjid. Sabdanya: Aku berharap anda tidak keluar dari pintu itu sehingga anda mengetahui surat yang tidak pernah diturunkan dalam Taurat, Injil bahkan dalam Al-Qur’an yang setara dengannya. Ka’ab berkata: Akupun berjalan pelan karena aku khawatir beliau keluar dan tidak mengajarkan surat itu kepadaku. Ketika aku mendekati pintu itu aku bertanya: Wahai Rasulullah surat apa yang ingin tuan ajarkan kepadaku? Beliau balik bertanya: Bagaimana anda membaca sewaktu shalat. Ia menjawab: Aku membaca alhamdu lillahi rabbil alamin dan kubaca sampai akhir surat. Maka Rasulullah saw. bersabda: Ya, itulah surat yang disebut Sab’u Matsani dan Al-Qur’an yang agung yang diberikan Allah kepadaku. (HRHakim: 2048, 2049, 2050, 2051, 3019; Maqdisi dalam Ahadits Mukhtarah: 1234; Ibnu Khuzaimah: 500; Baihaqi: 954; Baihaqi dalam Sunan Kubra: 20023; Ahmad: 165, 21094, 2109)
Dengan demikian ayat “Shirathal ladzina an’amta ‘alaihim” merupakan ayat yang keenam. Yakni untuk hamba mukmin, dan ayat “Ghairil maghdhubi ‘alaihim wa lad dzallin” merupakan ayat yang ketujuh. Yakni untuk Yahudi dan Nasrani. Wallahu a’lam.
Editor Mohammad Nurfatoni