May Day 2023, Catatan Hak Buruh oleh M. Nurul Yamin, Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah
PWMU.CO- Setiap tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional yang juga dikenal sebagai May Day.
Biasanya dirayakan dengan aksi demontrasi turun ke jalan. Para buruh menyuarakan tuntutan berbagai hak-haknya. Hal ini sekaligus menunjukkan relasi kuasa yang timpang antara buruh dengan pengusaha.
Ketimpangan inilah sebagai ketidakadilan. Sebab belum terpenuhinya hak-hak buruh sebagai elemen penting dalam ekosistem pembangunan ekonomi. Selama ini buruh diperlakukan sebagai objek dari pada sebagai subjek ekonomi. Akibatnya ekonomi yang berkeadilan masih jauh dari harapan.
Sekadar contoh, dalam hal pengupahan. Pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Dalam peraturan tersebut perusahaan dapat memberikan upah 75 persen alias dipotong 25 persen dari upah yang biasa diterima buruh.
Hal ini sangat menyakitkan bagi buruh dengan beberapa alasan. Pertama, mengapa upah buruh yang mesti pertama kali dikorbankan dengan dipotong sampai 25 persen. Apakah tidak ada alternatif lain, misalnya dengan efisiensi perusahaan atau insentif pengurangan pajak, atau kebijakan lain tanpa mengurangi upah buruh.
Kedua, ada kesan pemerintah lebih berpihak melindungi pengusaha dari pada memperjuangkan nasib buruh, dan menciptakan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
Ketiga, bak pepatah sudah jatuh tertimpa tangga. Upah yang belum mencukupi dan sudah beberapa kali dipotong, kini harus dipotong lagi di masa sulit.
Kesejahteraan buruh yang belum merata, seperti masih terdapat buruh yang belum dibayarkan tunjangan hari raya (THR) sesuai aturan. Jaminan kesehatan yang belum maksimal serta beragam persoalan sosial ekonomi buruh yang saling berkelindan.
Pada sisi lain nasib buruh sektor informal hampir luput dari perhatian pemerintah, seperti buruh tani, buruh kapal, pembantu rumah tangga, buruh gendong di pasar-pasar, semuanya menanti kehadiran negara untuk menyejahterakan rakyatnya.
Begitupun nasib Pekerja Migram Indonesia (PMI) di luar negeri. Meski pemerintah sudah melakukan upaya perlindungan, tetap saja masih diwarnai potret buram bahkan menyeramkan.
Penyiksaan buruh, penempatan PMI ilegal yang melibatkan sindikat menjadi tantangan tersendiri bagi institusi pemerintah yang menangani persoalan buruh baik buruh dalam negeri maupun buruh di di luar negeri.
Dalam momentum May Day 2023 ini paling tidak ada beberapa catatan yang perlu dikemukakan. Pertama, pemerintah harus membuat regulasi sistem pengupahan yang berkeadilan, serta penegakan hukum dan aturan disertai sumberdaya manusia yang bertanggungjawab.
Kedua, perusahaan hendaknya memperlakukan buruh sebagai subjek ekonomi sehingga perlu diperlakukan secara lebih manusiawi. Begitupun bagi buruh, momentum May Day 2023 ini bukan saja dijadikan momentum kesadaran akan hak-hak buruh yang terus harus diperjuangkan, tetapi juga harus berpikir alternatif strategi lain, selain melalui gerakan demontrasi untuk menyuarakan pesan-pesan perjuangan para buruh.
Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post