PWMU.CO-Pimpinan Ranting Aisyiyah (PRA) Desa Bendo kecamatan Pare, Kabupaten Kediri bisa dibilang sangat kreatif dalam menggelar kajian. Bagaimana tidak, gagasannya ada-ada saja, bahkan hal biasa bisa disulap menjadi ide dan tema kreatif dalam kegiatan kajian untuk menarik jamaah. Itu juga yang dilakukan PRA Desa Bendo dalam kajian rutin, Jumat (3/08/2018) malam.
Tema kajian diangkat dari inspirasi angin yang sehari-hari dirasakan di sekitar mereka. Dengan tema “Angin yang Bertiup Ternyata Sedang Bertasbih”, kajian digelar di Masjid Taqwa, ranting setempat, menghadirkan anggota Mubaligh Muhammadiyah Cabang Pare Dahlansae.Selain para jamaah Muhammadiyah dan masyarakat setempat, acara itu juga dihadiri para Pimpinan Ranting Muhammadiyah Bendo seperti Choirul Huda dan Suwanto,
Di hadapan para jamaah, Dahlanase mengawali kajiannya dengan menguraikan perintah Allah Swt tentang pentingnya bertasbih, menyucikan asma Allah Swt. Dia menyampaikan bahwa semua makhluk, baik di langit maupun di bumi, bahkan di antara langit dan bumi termasuk angin yang berhembus, sebenarnya sedang bertasbih kepada Allah Swt. Dia kemudian membacakan al-Quran surat Al-Isra ayat ( 44) artinya: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah, dan tidak ada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengetahui tasbih mereka. Sungguh Dia Maha Penyantun Maha Pengampun.”
Tiupan angin seperti malam hari atau sepanjang hari, lanjut dia, menjadi salah satu sebab suhu udara lebih dingin dibanding hari-hari biasa. Karena bumi sedang berada di titik aphelion sejak awal Juli 2018. Pada posisi ini, bumi berada di titik aphelion, yaitu posisi bumi berada jauh dari matahari, sehingga berpotensi menjadikan suhu bumi lebih dingin dan mencapai titik minimnya. Dalam bidang astronomi, terang dia, ada istilah aphelion, artinya jarak terjauh yang dicapai bumi dalam orbitnya mengelilingi matahari, sedang kebalikannya adalah parilion, yaitu jarak terdekat bumi dengan matahari.
Dikatakan, orbit bumi tidak bulat sempurna, tetapi berbentuk elips, sehingga ada saatnya bumi berada di titik terjauh, dan ada pula saatnya berada di titik terdekat dengan matahari. Uniknya, kata dia, di Indonesia tidak bisa menyaksikan peristiwa bentuk bumi ini, hanya tahu-tahu merasa suhu udara lebih dingin. Suhu terendahnya dapat dirasakan di Kota Bandung, Kota Bogor, dan Kota Batu mencapai 12 derajat celcius. Sedang kota Malang mencapai kisaran 14 derajat celsius.
“Nah kita yang berada di dekat kota-kota itu kira-kira ketularan dinginnya udara yang sedang berhembus. Suhu udara ini normalnya akan terjadi sekitar 18 derajat celcius. Itu pertanda udara menjadi dingin pada malam harinya,” tutur dia.
Hal inilah, tambah dia, yang jadi sebab bagi yang kurang memiliki stamina kesehatan, terutama bayi bahkan lansia akan mengalami gangguan kesehatan seperti mimisan dan demam hipotermia. Dia menganjurkan agar memakai pakaian tebal, menggunakan kaos kaki, kalau perlu sarung tangan. Tetapi, kata dia, sesungguhnya 14 abad yang lalu Nabi Muhammad SAW, walau dalam keadaan dingin tetap melaksanakan salat tahajud, bahkan dengan berjamaah shalat subuh, udara yang dingin akan mampu ditaklukkan.
Udara dingin, lanjut dia, tidak harus mengerutkan niat untuk bertasbih dan shalat. Karena Allah Swt sebagaimana disebutkan dalam surat Al Hijr ayat (98 ) memerintahkan untuk tetap bertasbih dengan memuji-Nya dan menjadi di antara orang-orang yang bersujud atau shalat. Ditambahkan, angin merupakan aliran udara dalam jumlah banyak, diakibatkan oleh rotasi bumi di samping karena adanya tekanan udara di sekitarnya. “Angin bergerak dari tempat yang bertekanan udara tinggi, ke tempat bertekanan udara rendah. Semakin tinggi letak suatu tempat, semakin kencang tiupan angin yang lewat di daerah tersebut,” ucap dia.
Sementara itu, Ketua PRM Bendo Choirul Huda dihubungi takmir masjid Mujahidin Bendo Lor Pare sebelum Dahlan naik mimbar mengakui kalau angin di Pare Kediri malam hari itu bertiup cukup dan menjadi sebab suhu udara menjadi dingin. “Suhu di Pare Kediri saja seperti ini, bagaimana dengan di Nganjuk yang punya predikat kota angin, tentu akan terjadi 2 atau 3 kali lipat dinginnya?” timpal Suwanto diamini oleh Choirul Huda.
Angin yang bertiup, kata dia, karena ada pengaruh gaya gesekan yang menghambat laju udara di permukaan bumi di gunung-gunung, di pantai, di dahan, dan pohon. Di persawahan, lanjut dia, tiupan angin dapat dirasakan dan memberikan gesekan yang besar. Semakin tinggi suatu tempat angin terasa semakin kencang. “Bagi kaum mukmin angin yang berhembus bisa dimaknai Allah sedang menyebutkan nikmat-nikmat-Nya. Dengan semilir angin menjadi sebab turunnya hawa sejuk, dengan kiriman angin bisa juga terjadi udara cukup panas, tinggal jenis angin yang Allah kirimkan kepada makhluk-Nya,” tuturnya.
Dikatakan, planet bumi ini diselubungi lapisan udara cukup tebal. Di sisi bumi yang lain disinari panas matahari cukup intensif, namun tidak seragam di setiap permukaan bumi antara permukaan bumi satu dengan permukaan bumi lain, sehingga mengalami dinamika yang disebut cuaca.
Karena menyaksikan sebagian jamaah mengantuk, dia pun bertamsil. Dia bercerita, suatu hari terjadi dialog antara angin sepoi-sepoi dengan angin kencang. Dengan sombongnya, angin kencang berkata, akulah paling hebat dan kuat. Kemudian angin sepoi-sepoi menasihati agar tidak berkata sombong karena yang pantas sombong hanya Allah Swt. Namun angin kencang tidak menerima nasihat itu bahkan menantang untuk saling menunjukkan kebolehan masing-masing.
Akhirnya, lanjut dia, angin sepoi-sepoi menerima tantangannya dan mengajak angin kencang membuktikan omongannya dengan cara menjatuhkan seekor kera yang sedang bergelayut di dahan pohon. Ketika angin kencang beraksi menghembuskan angin cukup deras, kata dia, maka apa yang terjadi? seketika itu, cerita dia, si kera, justru mendekap dahan pohon dengan sangat eratnya. Semakin kencang angin menerpa dirinya, pegangan si kera pada pohon semakin kuat. “Demikian seterusnya hingga akhirnya si angin kencang menyerah. Ia tak mampu menjatuhkan si kera dari pohon,” kata Dahlansae sedikit intermezzo.
Giliran angin sepoi-sepoi, lanjut dia, menghembuskan angin dengan lemah lembut nan gemulai, menerpa kera. Pada awalnya si kera tetap berpegang pada pohon itu karena terjadi transisi dari angin kencang, tiba-tiba berhembus angin semilir, tapi lama-kelamaan si kera mampu membedakan angin sepoi-sepoi ini, tampaknya bisa dirasakan lebih menyegarkan karena lembut membelai bahkan semakin lembut dan akhirnya si kera terlelap mengantuk.
Maka, kata Sekretaris MHH PDM Kabupaten Kediri ini, lama-kelamaan si kera menikmati kelembutan sang angin bahkan seperti dininabobokan dan tiba-tiba kera terjatuh ke tanah karena tertidur dan dalam waktu bersamaan tangannya terlepas dari mencengkeram dahan pohon tadi. Si kera bisa terjatuh meski angin sepoi-sepoi tidak meniupkan anginya dengan keras, tanpa harus meniupkan radikalisme, tanpa kalimat menyalahkan, tanpa membahas penyakit masyarakat yang berupa TBC (tahayul, bid’ah, khurafat) maupun liberalisme. Angin sepoi-sepoi cukup menghembuskan dengan penuh kelembutannya secara terus-menerus.
Dari kisah tamsil itu, kata dia, dapat diambil pelajaran, seorang mukminah sebaiknya bersikap lemah lembut dalam berdakwah, dalam menyampaikan misi Islam. “Ibu-ibu Aisyiyah termasuk salah satu kelompok masyarakat yang memiliki kelembutan. Oleh karenanya saya titip kepada ibu-ibu agar dalam pemilu 2019 nanti, tolong dalam memilih DPD Pilihlah Nadjib Hamid, karena dia memiliki track record yang baik di PWM Jawa Timur,” pintanya.
Kelembutan, kata dia, bukan berarti penakut sebaliknya kekerasan justru menghilangkan wibawa dan tegas itu tidak berarti kasar. Ibu-ibu anggota Aisyah adalah termasuk salah satu komunitas makhluk yang hadir penuh dengan kelembutan, maka marilah mengajak orang lain amar ma’ruf nahi mungkar, mengajak keluarga untuk menyongsong masa depan dengan penuh kelembutan, dan mencitrakan bahwa calon anggota legislatif maupun calon anggota dewan pimpinan daerah yang lahir dari rahim Muhammadiyah adalah sosok pribadi muslim yang penuh kelembutan. “Karena dari darah mereka mengalir roh perjuangan ibarat angin yang berhembus sepoi sepoi,” imbuhnya.
Mengakhiri kajian, dia tambahkan sesungguhnya angin itu membawa rahmat bagi orang-orang yang beriman, tetapi membawa bencana bagi orang-orang yang tidak beriman, dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi bergerak menuju tempat-tempat yang dikehendaki Allah. Dalam surat Shaad ayat (36) artinya: “Kemudian kami tunjukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut kehendaknya kemana saja perintah yang dikehendaki.”
Berdasarkan tafsir Ibnu Katsir ayat ini ditafsirkan bahwa ketika Nabi Sulaiman As disibukkan dengan kuda piaraannya, Dia sempat menyesal karena melupakan beribadah kepada Allah, maka disembelihlah kuda-kuda kesayangan Nabi Sulaiman As itu. Setelah disembelih semua, Allah menggantinya dengan kendaraan yang lebih cepat larinya dibanding dengan kuda-kuda itu. Angin membawa perjalanan waktu pagi sama dengan perjalanan 1 bulan, demikian pula perjalanan petang sama dengan perjalanan 1 bulan (dahlansae Pare Kediri)
Discussion about this post