PWMU.CO – Muhammadiyah selalu terlibat dalam peran kebangsaan, dalam cinta dan bela tanah air. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr Haedar Nashir saat menjadi keynote speaker dalam Seminar Nasional Proyeksi Ekonomi Politik 2019 dan Kemandian Bangsa memeringati Milad Ke-106 Muhammadiyah di Aula Mas Mansyur Gedung Muhammadiyah Jatim, Sabtu (10/11/18).
Haedar lalu memberi contoh seperti Hizbul Wathan (HW). Meski sekarang menjadi gerakan kepanduan Muhammadiyah, namun pada awalnya, HW merupakan sebuah gerakan untuk membela tanah air. “Maka nama Hizbul Wathan adalah Pasukan Pembela Tanah Air,” ujarnya.
Tokoh-tokoh Muhammadiyah, lanjut dia, juga tidak kalah penting dalam merepresentasikan peran kebangsaan, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan.
Haedar lalu menyebut tokoh-tokoh seperti Mas Mansyur, Ki Bagus Hadikusumo, dan Kasman Singodimedjo. Bahkan nama terakhir, yang baru saja ditetapkan menjadi pahlawan nasional, punya peran kebangsaan dalam Sumpah Pemuda, KNIP, dan Jaksa Agung.
Pascamerdeka, kata Haedar, peran tokoh Muhammadiyah tidak kalah sentral. Dia lalu menyebut nama Djuanda, sebagai sosok yang berperan menyatukan Indonesia sebagai negara kesatuan.
“Lewat Deklarasi Djuanda, wilayah laut menjadi bagian integral Indonesia. “Bisa dibayangkan, bagaimana negara Indonesia sebagai negara kepulauan tanpa deklarasi tersebut,” ungkapnya.
Sudirman, kata dia, juga merupakan kader Muhammadiyah yang tidak lain pemimpin perang gerilya. Sudirman tidak kalah patriot dalam membela Tanah Air. Meski sakit, Sudirman tetap menjadi terdepan dalam perang yang mengejutkan dunia militer tersebut.
“Sudirman menjadi representasi Tentara Nasional Indonesia (TNI), bahkan ada jargon di tubuh TNI lahir darah Muhammadiyah,” ujar Haedar sambil mengingatkan, jika pascareformasi, kondisi kebangsaan Indonesia mengalami liberalisasi dan modernisasi bidang ekonomi dan budaya. “Maka perlu karya-karya kebaikan untuk membangun pusat-pusat keunggulan bangsa,” ucapnya.
Haedar juga menekankan, karya-karya kebaikan Muhammadiyah perlu dipublikasikan. “Meski dalam pesan KH. Ahmad Dahlan kita diimbau untuk tidak ujub, khibir, dan riya’ (jubriyah),” ujarnya.
Menurutnya, pesan pendiri Muhammadiyah itu masuk poin moral. “Sementara mengabarkan kebaikan harus jalan terus,” ucapnya. (Darul)
Discussion about this post