Empat Spirit yang Kekalkan Dakwah Muhammadiyah, kolom ditulis oleh M. Anwar Djaelani.
PWMU.CO – Baru saja berlalu, 18 November 2020, saat Muhammadiyah tepat berusia 108 tahun. Banyak yang bisa kita renungkan dengan sepenuh rasa syukur.
Sebagian renungan itu bisa sebagai berikut: sebagai pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan telah “pergi”. Sang Pencerah itu wafat di saat berusia 54 tahun. Di sisi lain, sebagai organisasi, Muhammadiyah telah melewati usia 108 tahun atau dua kali lipat dari usia sang pendiri.
Selanjutnya, semoga termasuk kehendak Allah, Muhammadiyah bisa hidup sampai di Hari Akhir. Hal ini insyaallah sangat mungkin jika para kader atau pelanjut spirit Ahmad Dahlan terus menghidup-hidupkan persyarikatan yang didirikan di Yogyakarta pada 1912 itu
Pesona Spirit
Melihat jejak dakwah dan kepejuangan KH Ahmad Dahlan, segenap kaum beriman tak akan ada yang menolak atas kesaksian bahwa beliau telah memberikan manfaat kepada sesama manusia untuk waktu yang sangat panjang.
Di titik ini kita boleh “iri” atas posisi Ahmad Dahlan yang sangat mungkin seperti apa yang dimaksud hadits ini: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR Ahmad).
Jika melihat apa yang “diwariskan” Ahmad Dahlan berupa Muhammadiyah, tak salah andai kita “iri” sebab ada gambaran posisi yang sangat baik lewat hadits ini: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): Sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang shalih.” (HR Muslim).
Sungguh, berbahagialah Ahmad Dahlan dengan semua jejak kebaikan yang telah diukirnya. Semua itu akan kembali kepadanya sebagaimana jaminan Allah ini: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri.” (al-Isra: 7)
Empat Spirit Ahmad Dahlan
Baiklah, mari menunduk seraya berharap bahwa sikap “iri” kepada Ahmad Dahlan itu memang benar-benar beralasan. Bahkan tak berhenti di situ, mari kita cermati, ternyata ada setidaknya empat spirit Ahmad Dahlan yang juga bisa kita warisi.
Pertama, spirit aktif beramal shalih dengan bentuk amaliah yang “berumur panjang”. Berdakwah adalah amaliah yang pasti berumur panjang, sebab Islam adalah agama dakwah.
Maka, lihatlah Muhammadiyah. Sebagai organisasi, dia paling tua dan bukan saja masih berdiri kukuh tapi malah terus makin membesar dan berkembang.
Menilik tanggal lahirnya, tak pelak lagi Muhammadiyah adalah organisasi sosial-kemasyarakatan generasi awal di Indonesia. Dengan Syarikat Islam hanya berselisih satu pekan lebih kemudian. Syarikat Islam didirikan pada 11 November 1912. Sementara, Muhammadiyah mendahului Al-Irsyad Al-Islamiyah yang didirikan pada 6 September 1914, Mathlaul Anwar pada 10 Juli 1916, Persis (Persatuan Islam) pada 12 September 1923, dan Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926.
Tidak banyak organisasi yang mampu bertahan lama, misal sampai melewati usia satu abad. Sangat banyak organisasi yang secara perlahan nonaktif, untuk kemudian mati. Penyebabnya bisa bermacam-macam, semisal sang pendiri wafat, perpecahan antarpengurus, atau sudah tak relevan dengan kondisi zaman.
Kedua, spirit amar makruf nahi mungkar. Inilah amanah Allah untuk kaum beriman di Ali-Imran 104: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; Merekalah orang-orang yang beruntung.”
Muhammadiyah dihadirkan Ahmad Dahlan terutama atas semangat untuk mengamalkan salah satu pokok ajaran Islam yaitu amar makruf nahi mungkar. Muhammadiyah lahir sebagai respon atas kondisi lingkungan, terutama di sekitar Keraton Yogyakarta, yang banyak amaliah keagamaannya perlu dikritisi.
Tak berhenti sekadar mengritisi, maka terutama ketika Ahmad Dahlan menjabat sebagai Khatib Amin menggantikan ayahnya yang wafat, dia punya kesempatan yang lebih terbuka untuk menyampaikan apa yang menurutnya benar. Tentu, sikap Ahmad Dahlan itu beresiko sebab bertentangan dengan pemikiran banyak orang, terlebih dengan banyak kiai di saat itu.
Ketiga, spirit sebagai pembelajar yang tekun dan gigih. Di waktu-waktu sebelum kelahiran Muhammadiyah, lewat sikapnya Ahmad Dahlan telah memberikan “pesan” kepada kita agar selalu mengembangkan sikap rajin belajar dari sumber manapun di sekitar kita.
Perhatikanlah, dalam hal pengalaman berorganisasi, Ahmad Dahlan sebelum mendirikan Muhammadiyah mendapatkan banyak manfaat saat bergabung dengan Budi Utomo. Lewat organisasi yang didirikan pada 1908 itu, Ahmad Dahlan meraih pelajaran bagaimana menjalankan organisasi dengan baik.
Lewat organisasi—pergerakan kebangsaan—yang dipimpin dr Soetomo itu, Ahmad Dahlan sering berdiskusi dengan para aktivisnya. Belakangan, Budi Utomo menawarkan bantuan saat Ahmad Dahlan akan mendirikan Muhammadiyah. Hanya saja, kala itu ada syarat yang diberikan oleh pihak Budi Utomo, yaitu setiap anggota Muhammadiyah juga merupakan anggota Budi Utomo (Febriansyah dkk, 2012: 23).
Keempat, spirit pembaharuan. Dulu, di saat para kiai masih menganggap sekolah memakai kursi dan meja untuk belajar itu merupakan sekolah ala orang kafir, Ahmad Dahlan malah meninggalkan pemikiran itu. Di samping hal tersebut, beliau mendirikan sekolah yang bahkan tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu umum.
Dua tahun sebelum Muhammadiyah berdiri, yaitu pada 1910, Ahmad Dahlan mulai menjalankan sebuah sekolah. Murid pertamanya, delapan orang. Tempat belajarnya, di ruang tamu kediaman Ahmad Dahlan.
Pada 1 Desember 1911, sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan itu diresmikan dengan menggunakan nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah.
Saat diresmikan, jumlah muridnya 29 orang. Madrasah itu kemudian berubah nama menjadi Qismul Arqo. Lalu, diubah lagi pada tahun 1923 menjadi Kweekschool Islam.
Pada 1927, di Kweekschool Islam, para siswa perempuan dipisahkan dan sekolahnya diberi nama Kweekschool Isteri. Kedua sekolah inilah, yang kemudian masing-masing menjadi cikal-bakal lahirnya Madrasah Mu’allimiin Yogyakarta dan Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta pada 1930. Keduanya, adalah sekolah yang menjadi media penggemblengan untuk menyiapkan kader-kader Muhammadiyah.
Jejak dan Jejak
Muhammadiyah adalah gerakan dakwah. Kebesaran Muhammadiyah banyak terletak pada aksi-aksi nyata berupa aktivitas kebajikan tanpa henti lewat berbagai amal usaha yang dimilikinya. Beragam amal usaha yang dimaksud, antara lain seperti panti asuhan, rumah sakit, dan sekolah (dari jenjang PAUD hingga perguruan tinggi). Semua itu, banyak jumlahnya dan tersebar di berbagai tempat di Indonesia.
Di bidang pelayanan sosial, kesehatan, dan kemasyarakatan, ada ratusan panti asuhan, puluhan panti jompo, dan puluhan pelayanan rehabilitasi cacat. Ada ratusan rumah sakit, rumah bersalin (BKIA). Ada belasan ribu masjid dan mushala.
Di aspek pendidikan, ada sekitar 5000 taman kanak-kanak/taman pendidikan al-Quran, sekitar 3000 sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah, sekitar 2000 SMP/madrasah tsanawiyah, dan lebih dari 1000 SMA/SMK/madrasah aliyah. Juga, ada puluhan pesantren dan puluhan SLB.
Masih di sektor pendidikan, ada lebih dari 150 perguruan tinggi Muhammadiyah. Beberapa di antaranya cukup dikenal masyarakat, antara lain seperti Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Langkah Mendunia
Salah satu keunggulan yang dimiliki Muhammadiyah adalah kemampuannya untuk mengembangkan jaringan bahkan sampai ke dunia internasional. Di berbagai negeri, di lima benua, sudah ada Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM).
Di benua Asia, ada PCIM di Malaysia, PCIM di Jepang, PCIM di Pakistan, dan PCIM di Yaman. Di benua Afrika, ada PCIM di Mesir, PCIM di Libya, dan PCIM di Sudan. Di benua Eropa, ada PCIM di Inggris Raya, PCIM di Perancis, PCIM di Jerman, dan PCIM di Belanda. Kemudian di benua Amerika dan benua Australia, juga ada PCIM.
PCIM adalah struktur baru di lingkungan Muhammadiyah untuk menghimpun warga dan simpatisan Muhammadiyah yang sedang berada di luar negeri. Berbeda dengan pimpinan cabang yang ada di dalam negeri-yang berada di wilayah dan daerah, maka PCIM langsung di bawah pembinaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Keberadaan PCIM memiliki peran antara lain, pertama, sebagai penyelenggara silaturahim antaranggota, keluarga dan simpatisan Muhammadiyah. Kedua, menjadi mediator antara Muhammadiyah dengan pemerintah dan lembaga lain setempat.
Ketiga, sebagai forum peningkatan kualitas dan kuantitas anggota serta simpatisan Muhammadiyah. Keempat, menjadi media pembinaan organisasi dan ideologi Muhammadiyah. Kelima, sebagai pelaksana dakwah serta pengembangan syiar Islam sesuai dengan faham agama dalam Muhammadiyah (Febriansyah dkk, 2012: 32).
Berlomba Membersamai
Kini, siapapun yang berniat membersamai langkah dakwah ke-109 Muhamadiyah (dan tentu saja terus ke depan untuk masa yang tak terbatas), semoga empat spirit dalam catatan di atas bisa menambah semangat. Terlebih lagi, bagi hampir semua warga dan simpatisan Muhammadiyah telah fasih dengan ayat ini: “Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan” (al-Baqarah 148).
Mari, bersama Muhammadiyah songsong sebuah Indonesia: negeri yang baik di bawah ridha Allah. Hal itu insyaallah bisa kita raih asal tetap istikamah untuk berada dalam gerakan amar makruf nahi mungkar. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.