PWMU.CO – Ketua Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Dr Mutimmatul Faidah menyatakan agama Islam sejatinya sangat feminis karena telah memposisikan laki-laki dan perempuan setara, sederajat, atau equal.
“Konsepsi Islam itu berbicara tentang laki-laki dan perempuan setara. Kita di hadapan Allah setara ketika beramal shaleh atau lainnya. Maka, bisa dikatakan agama Islam itu sangat feminis,” ujarnya dalam acara bedah buku karya Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan (LPP) Pimpinan Pusat Aisyiyah (PPA) Alimatul Qibtiyah PHD berjudul: Feminisme Muslim di Indonesia.
Acara bedah buku yang diikuti oleh ratusan peserta itu diselenggarakan oleh LPP Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jatim di Aula Mas Mansyur Gedung Muhammadiyah Jawa Timur, Jalan Kertomenanggal IV/1 Surabaya, Kamis (27/6/19).
Mutimmatul menerangkan, agama Islam telah memberi landasan bagaimana sesungguhnya relasi antara laki-laki dan perempuan, yakni keduanya adalah setara, sederajat, atau equal. “Hal itu untuk menciptakan keharmonisan sosial dan keharmonisan keluarga,” paparnya.
Ia menuturkan, gerakan feminisme sejatinya pada masa Rasullah SAW sudah ada. Begitu pula gerakan untuk menyuarakan dan menyampaikan aspirasi perempuan juga telah ada. “Bahkan, secara tekstual Kitab Suci Alquran sudah mengakomodir tetang feminisme melebihi zamannya,” jelasnya.
Mutimmatul menyebutkan, sebelum Islam datang, misalnya, perempuan ketika lahir banyak yang langsung dibunuh. Juga ketika suami perempuan itu meninggal, ia diwariskan. Perempuan juga tidak berhak mendapatkan harta waris. “Nah, Islam datang memosisikan perempuan pada kedudukan yang luar biasa,” terangnya.
Lalu, masalah feminisme Islam itu letaknya di mana? Menurut dia, problem feminisme bukan terletak pada teks Alquran. Tapi lebih pada pengimplementasinya. Ia menengarai, itu karena masyarakat Indonesia khususnya, masih terjebak dalam budaya patriarki.
“Masyarakat kita belum banyak yang tercerahkan dan tercerdaskan. Undang-undang di Indonesia juga belum banyak berpihak pada kaum perempuan. Bahkan, ada kasus perempuan diposisikan seperti barang gadai atau pihak yang lemah,” kritiknya.
Padahal, tegasnya, agama Islam menempatkan perempuan pada posisi tinggi. Bukan sebagai barang. “Islam itu tegas melarang ada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Islam menyuruh sayangilah istri dan lainnya,” ungkapnya.
Mutimmatul pun sedikit mengomentari pemilihan judul buku karya Alimatul Qibtiyah itu. “Kenapa judulnya mengambil feminisme Muslim. Bukan feminisme Islam? Apa karena khawatir muncul pro dan kontra atau apa?” tanyanya.
“Kalau berbicara tentang feminisme Muslim, maka tidak akan bisa dilepaskan dari konsepsi-konsepsi Islam,” tandasnya. (Aan)