PWMU.CO – Ratusan guru dan Kepala SMP Swasta se-Kota Surabaya menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Balaikota Surabaya, Selasa (2/7/2019). Massa menuntut Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Ikhsan mundur dari jabatannya karena dinilai tidak becus mengelola pendidikan di Kota Surabaya.
“Sebaiknya Pak Ikhsan mundur saja. Sekarang juga Pak Ikhsan bikin komitmen untuk mundur,” teriak Imam Safari, salah satu peserta aksi, dengan lantang.
Pada unjuk rasa itu perwakilan massa tampak bergantian berorasi. Massa juga tampak membentangkan berbagai spanduk dan poster bernada protes. Salah satu spanduk bertuliskan “Megapa Sekolah Swasta Mesti Didiskriminasi?” Selain itu adan poster bertuliskan “Tuntut keadilan! Murid sekolah swasta habis ditarik Sekolah Negeri. Bu Wali, Dengar Keluhan kami”.
Korlap Aksi Erwin Darmogo menyatakan, SMP Swasta se-Kota Surabaya banyak mengeluh akibat kebijakan Dispendik Kota Surabaya yang diskrimintatif. Salah satunya terlihat dalam kebijakan penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang melanggar Permendikbud. Baik itu kebijakan PPDB berbasis danem maupun PPDB berbasis zonasi.
“Dispendik Kota Surabaya tidak menerapkan PPDB berbasis zonasi dengan baik. Sebab ada pelanggaran jumlah pagu yang telah ditetapkan oleh Mendikbud. Juga ada pengingkaran kesepakatan bersama antara Dispendik, DPRD Kota Surabaya, MKKS SMP Swasta tanggal 27 April 2019,” papar anggota Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta itu.
Erwin menyebut, kondisi itu berdampak pada banyaknya SMP swasta tidak mendapatkan siswa dan terancam tutup. “Semula, sekolah swasta masih dapat 5 kelas, kini hanya sisa 1 kelas. Sementara pagu SMP Negeri bertambah drastis mencapai 531 siswa, dari pagu hanya 325 siswa. Ini namanya diskriminasi. Sekolah Swasta itu ikut menaikan peringkat, kenapa harus dibabat?” keluhnya.
Erwin mengungkapkan, carut-marut dalam pendidikan di Kota Surabaya sejatinya telah berlangsung selama 3 tahun. Bahkan, beberapa kebijakan Dispendik Kota Surabaya selama 3 tahun terakhir ini cukup merepotkan SMP Swasta. Mulai dari penerapan raport on-line yang njelimet dan menyita waktu, lalu kebijakan mitra warga yang merugikan sekolah swasta dan terbaru polemik PPDB.
Menurut dia, semua itu terjadi karena aturan yang dibuat oleh Dinas Pendidikan Kota Surabaya tidak pernah melibatkan SMP Swasta dalam pengambilan keputusannya.
“Selama 3 tahun terakhir SMP Swasta berusaha untuk menahan diri dan berharap mendapatkan kebijakan yang lebih adil dari Kepala Dispendik. Tapi pada penerapan PPDB berbasis zonasi tahun 2019 ini, yang di dalam Permendikbud-nya ada secercah harapan bagi kelangsungan hidup SMP swasta juga dilanggar aturannya dengan bermacam dalih yang tidak relevan,” ungkapnya.
Erwin menegaskan, tidak optimalnya SMP Swasta menjalankan aktivitas pendidikan karena ketiadaan murid akan membawa dampak sosial yang panjang. Salah satu di antaranya sulitnya guru-guru yang telah tersertifikasi untuk dapat menunaikan kewajiban memenuhi jumlah jam minimal mengajar.
Ia melanjutkan, kondisi terparah adalah adanya PHK guru besar-besaran dan tutupnya SMP swasta. Tentu ini mengakibatkan kerugian materiil dan non materiil yang tidak sedikit di masyarakat.
“Maka, kami minta Kepala Dispendik Kota Surabaya, Kepala Bidang Sekolah Menengah dan Ketua Dewan Pendidikan Kota Surabaya untuk mundur karena tidak becus mengelola pendidikan di Kota Surabaya,” tandasnya. (Aan)