PWMU.CO – Sekretaris Jenderal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia Didik Suhardi mengajak Nasyiatul Aisyiyah (Nasyiah) menjadi pelopor penyelenggaraan pendidikan anak usia dini (PAUD) berstandar di Indonesia.
Hal itu ia sampaikan dalam pembukaan acara Pelatihan Kurikulum PAUD tahun 2013 yang diada Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PPNA) di Aula Gedung Graha Wiyata Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jalan Ketintang Wiyata No15 Surabaya, Jumat (5/7/2019).
Didik mengatakan, sejak tahun 2016 hingga tahun 2019 jumlah PAUD di Indonesia tumbuh sangat luar biasa. Yang mana pada tahun 2016 jumlah PAUD hanya sebanyak 19160. Sementara saat ini jumlah PAUD di Indonesia mencapai 24400.
“Pertumbuhan jumlah itu mengindikasikan setiap kampung sudah memiliki PAUD karena jumlah desa atau kampung di Indonesia hanya sekitar 840.000,” ujarnya.
Ia pun memaparkan, dari jumlah itu pemerintah hanya menyelenggarakan PAUD sebanyak 12.000 saja. Sementara sisanya diselenggarakan oleh masyarakat. “Sekitar 90 persen PAUD diselenggarakan oleh masyarakat,” ungkapnya.
Sejalan dengan pertumbuhan PAUD yang banyak diinisiatif oleh masyarakat, Didik menyatakan, permasalahan pun muncul. Salah satunya persoalan standarisasi PAUD.
“Saya ingin betul Nasyiah menjadi pelopor adanya PAUD berstandar. Sebab menyelenggarakan PAUD itu tidak boleh asal jadi. Tapi harus betul-betul dikembangkan dengan baik sehingga potensi anak berkembang dengan maksimal,” pintanya.
Didik lalu menyebutkan, ada tiga permasalah standarisasi PAUD. Pertama adalah standarisasi tempat. Ia menuturkan, saat ini masih ada PAUD yang pendidikannya diselenggarakan di teras, musholah atau lainnya. “Maka, standarisai tempat ini menjadi penting,” ungkapnya.
Menurut dia, semangat PAUD itu sejatinya adalah untuk mengembangkan karakter anak dengan cara mengajak anak bermain sambil belajar. Maka, lanjutya, PAUD butuh tempat yang memadai untuk berinteraksi.
“Anak kan tidak cukup hanya berinteraksi di dalam kelas. Tapi butuh juga bermain di luar kelas. Saya harap PAUD bisa memiliki ruangan yang cukup untuk berinteraksi,” tuturnya.
Didik melanjutkan, permasalahan standarisasi PAUD yang kedua adalah soal tenaga pengajar. Sementara permasalahan standarisasi ketiga adalah di proses pembelajaran.
Didik mengungkapkan, banyak PAUD yang saat ini tersesat dalam proses pembelajaran baca, tulis dan hitung atau calistung. Padahal, penyelenggaraan PAUD diupayakan menghindari pembelajaran calistung. Anehnya, para orang tua bangga kalau anak bisa baca, tulis dan hitung.
“Nah, inilah tiga permasalah besar yang perlu kita selesaikan bersama. Saya harap Nasyiyaj bisa membantu mengatasi masalah itu,” tegasnya.
Didik tak lupa memuji Nasyiah yang telah mengabdikan dirinya untuk membangun dan memberikan pendidikan pada anak di usia emas ini.
“Saya senang Nasyiah menyelenggaralan PAUD untuk mencentak orang-orang bermanfaat bagi bangsa ini di masa depan,” tandasnya. (Aan)