PWMU.CO – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mengatakan ada tiga kunci bagaimana manusia bisa mengalahkan mesin dalam menciptakan lapangan kerja di masa mendatang. Yaitu usaha kreatif, interaksi sosial, serta ketangkasan fisik dan mobilitas.
Hal itu disampaikan Emil saat menjadi keynote speaker dalam Rapat Koordinasi Wilayah, Sekolah, dan Madrasah Muhammadiyah Jawa Timur, di Auditorium KH Ahmad Dahlan lantai 5 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Sabtu (6/7/19).
Dalam kegiatan yang digelar Majelis Pendidikan dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur ini Emil menjelaskan materi bertema Straregi Pembangunan Pendidikan Jawa Timur di Era Revolusi 4.0.
Emil menjelaskan dalam revolusi 4.0 tidak semua kegiatan manusia bisa diganti oleh mesin. Maka, pendidikan kita harus mampu memberikan value guna menpersiapkan peserta didik unggul.
“Anak-anak kita harus kita berikan wawasan pengetahuan dan kemampuan teknologi untuk bekal mereka ketika lulus nanti. Pendidikan karakter pun harus diberikan sebagai pondasi utama,” ujarnya.
Usaha kreatif, menurutnya, menempati ranking pertama yang harus kita berikan dalam dunia pendidikan. Ini peluang dan tantangan dunia pendidikan. Nilai yang harus diberikan selama proses pembelajaran.
Emil pun memberikan penekanan bahwa guru memegang peran penting. Guru harus bisa menguasai kompetensi, menguasai teknologi, dan mampu memberdayakan siswa sehingga mereka terstimulasi kreativitas dan inovasinya.
Kedua adalah karakter interaksi sosial. Ini tidak akan bisa digantikan oleh mesin. Jangan sampai siswa lebih banyak berinteraksi dengan gadget, dengan media sosialnya tetapi lingkungan sekolah harus memfasilitasi proses belajar. Karakter ini harus dikembangkan di instansi sekolah. Ini modal pembelajaran hidup pada siswa ke depan.
Kunci terakhir berkaitan dengan karakter ketangkasan fisik dan mobilitas. Dia memberikan contoh karakter empati. Ini yang tidak dimiliki mesin dan milik manusia saja. Maka, instansi pendidikan, khususnya sekolah Muhammadiyah harus mampu memberikan nilai empati pada proses belajar. Nilai karakter ini harus kita kuatkan dalam pembelajaran. (Ichwan Arif)