PWMU.CO – Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Ramliyanto SP MP menyampaikan beberapa isu strategis pembangunan pendidikan yang harus dicermati oleh lembaga-lembaga Muhammadiyah.
Menurut Ramli di beberapa daerah masih terdapat kesenjangan angka partisipasi sekolah. Beberapa lapisan masyarakat masih berasumsi sekolah itu tidak penting, yang terpenting adalah bekerja.
“Beberapa orang sengaja mengurus visa untuk bekerja di luar negeri dan meninggalkan sekolah,” katanya Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil), Sekolah dan Madrasah Muhammadiyah Jawa Timur yang digelar Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur di Auditorium KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Jalan Majapahit Nomor 666 B Sidoarjo, Sabtu (6/7/19).
Menurut Ramli, tingginya disparitas (kesenjangan) kualitas pendidikan antardaerah dan lembaga, juga memengaruhi kualitas lulusan dari masing masing lembaga. Hal ini terjadi karena kualitas penyelenggaraan pendidikan yang ditetapkan secara nasional belum dapat diterapkan secara merata di semua daerah.
Belum optimalnya kualitas, kuantitas, dan sebaran pendidik dan tenaga kependidikan juga isu yang harus diperhatikan. “Rekrutmen yang dilakukan lebih sedikit dari pada kebutuhan riil,” jelasnya.
Selain isu rekrutmen, pembiayaan juga hal yang harus mendapat perhatian utama. Menurut dia, seringkali masalah finansial ini berpengaruh terhadap kualitas pendidikan di suatu lembaga atau daerah.
Ramli menjelaskan, aksesibilitas sebagian masyarakat di daerah daerah terpencil, tertinggal dan terluar masih cukup rendah merupakan imbas dari belum optimalnya sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam bersama sama membangun dan mengembangkan sektor pendidikan.
Selain itu, karena belum optimalnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan riil dunia kerja sehingga masih terdapat lulusan yang belum dapat memenuhi standar kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja.
“Ada personal yang pintar akademis, pintar sosial, tapi tidak pintar etos kerja. Maka tidak akan kerasan di pekerjaannya,” jelasnya.
Isu terakhir, masih terdapat kultur dan persepsi sebagian masyarakat yang belum sepenuhnya menyadari tentang urgensi pendidikan bagi anak-anaknya sebagai generasi penerus.
Sebagai solusi dari tujuh isu di atas, tahun ini Jawa Timur menetapkan beberapa SMK pengampu yang nantinya akan membantu SMK di sekitarnya yang kurang berpotensi dalam hal pembelajaran dan praktik. SMK yang kurang berpotensi ini disebut sekolah imbas.
“Ada 145 SMK negeri dan 8 SMK swasta yang akan menjadi SMK pengampu, dan 765 sekolah imbas,” ujarnya. (Nasafi)