PWMU.CO – Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Syamsul Anwar menyatakan, ketika bertarjih seorang ulama sudah seharusnya memiliki empat komponen wawasan.
Pertama paham tentang agama Islam, utamanya dalam tafsir Muhammadiyah. “Kita harus paham betul tentang agama Islam kalau mau mentarjih,” ujarnya dalam acara Kajian Dua Bulanan Bedah Buku Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Jilid III yang iikuti oleh ratusan ulama tarjih Muhammadiyah se-Jatim, di Aula Mas Mansyur Gedung Muhammadiyah Jatim Jalan Kertomenanggal IV/ Surabaya, Sabtu (6/7/19).
Syamsul melanjutkan, wawasan bertarjih yang kedua adalah berorientasi pada tajdid atau kemajuan. “Jadi, ketika kita bertarjih yang selalu ditekankan adalah harus berorientasi pada tajdid,” tuturnya.
Ketiga tidak berafiliasi mazhab alias tidak mengikuti mazhab tertentu. “Kalau ada suatu pemasalahan kita tidak cari dalam kitab mahzab Safii, Maliki, Hambali, Hanafi, atau lainnya. Tapi kita langsung mengkaji dari perspektif Alquran dan Hadis,” terangnya.
Syamsul menegaskan, pandangan para ulama mahzab tidak sama sekali diabaikan alias tetap dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
“Kalau pandangan mahzab itu sudah baik, ya kita terima. Tapi menerima itu konteksnya bukan berarti mengikuti mahzabnya. Kita tetap sesuai Alquran dan Alhadis atau menurut penilaian lebih dekat keduanya itu,” tegasnya.
Keempat adalah toleransi, keterbukaan, dan tanawuk fil ibadah. “Sebagaimana kita ketahui bahwa putusan Munas Tarjih itu sifatnya terbuka untuk dikritik,” katanya.
Syamsul kemudian menerangkan difinisi tentang manhaj tarjih, yaitu satu sistem bertarjih yang terdiri atas komponen- komponenen yang menjadi landasan dalam melakukan pengkajian masalah sosial, kemanusiaan atau lainnya dari perspektif Islam.
“Jadi, sistem bertarjih itu yang terdiri atas empat komponen. Mulai dari wawasan, sumber, pendekatan, dan komponen prosedur teknis atau metode,” tandasnya. (Aan)