PWMU.CO – Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) asal Sidoarjo Suwarti MPd menekankan pentingnya guru PAUD menghadirkan metode pembalajaran yang mampu membuat anak generasi 4.0 menjadi kreatif dan kritis.
Guru KB-TK ABA 4 Pondok Jati, Sidoarjo itu mengenalkan metode pembalajaran STEAM (Science, Technology, Enginering, Art, dan Math) kepada para guru Al Birru Nasyiatul Aisyiyah se-Indonesia.
Suwarti menilai, metode STEAM sangat baik diterapkan karena mampu mengintegrasikan beberapa bidang ilmu pengetahuan ke dalam materi pembelajaran di setiap harinya.
“Manfaat metode ini adalah menjadikan anak memiliki kreativitas, kemampuan berpikir kritis, dan logis, serta kemampuan problem solving. Juga mengajarkan anak untuk memiliki awareness pada lingkungannya,” ujarnya.
Hal itu ia sampaikan dalam Pelatihan Kurikulum PAUD 2013 yang diadakan Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PPNA) di Aula Graha Wiyata Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Jalan Ketintang Wiyata Nomor 15 Surabaya, Jumat (5/7/19).
Suwarti mengungkapkan, stimulasi atau penerapan metode STEAM bagi anak usia 3-5 tahun banyak berkaitan dengan kejadian sehari-hari, baik itu di rumah maupun lingkungan sekitar melalui aktivitas mengamati, menanya, dan mencoba.
“Nah, pendekatan pembelajar STEAM di PAUD biasanya melalui bermain dan project. Artinya, anak diajarkan basic science sembari bermain melalui percobaan-percobaan sederhana. Tidak sampai pada konsep lebih kompleks,” tuturnya.
Ia mencontohkan untuk mencetak generasi 4.0 yang kreatif dan kritis memahami perubahan wujud (gas, cair, dan es), benda terapung, tenggelam, dan sumber-sumber listrik, misalnya, maka anak lebih dulu diajak memahami kenapa benda itu bisa terapung dan tenggelam.
“Setelah itu baru percobaan perubahan wujud dari air menjadi beku, dari air menjadi uap, percobaan membuat gunung berapi dari cuka, garam, dan baking soda contoh menarik untuk anak ketahui,” terangnya.
Suwarti tak lupa mengingatkan, guru-guru PAUD supaya tidak berfikir menyiapkan segala bahannya untuk percobaan-percobaan tersebut. “Kalau di metode STEAM itu tidak boleh. Guru boleh menyiapkan bahannya yang mendukung dan kontra. Dan, biarkan anak-anak yang memilih dan mencoba. Bukan gurunya yang memilihkan sesuai pemikirannya. Itulah pentingnya eksplorasi,” tandasnya. (Aan)