PWMU.CO-Orang beriman itu mempunyai orientasi jangka panjang yaitu akhirat. Jadi tidak mungkin sekuler. Sebaliknya, orang munafik berprinsip di sini dan saat ini, tidak mempunyai orientasi ke depan. Sebatas apa yang diingini.
Demikian dikatakan Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah H Fathurrahman Kamal Lc MSi dalam acara Silaturrahim dan Refreshing (Silatfresh) Mubaligh Muhammadiyah se-Kabupaten Lamongan berlangsung di Masjid Manarul Iman Desa Ngesong Kecamatan Brondong, Ahad (14/7/2019).
Acara yang dihadiri 250 mubaligh itu diselenggarakan oleh Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan.
Fathurrahman menjabarkan, gelombang sekularisme di Indonesia semakin dahsyat. ”Ada juga orang-orang yang berprinsip di sini dan saatnya. Penyakit pragmatis ini telah menjamur. Sikap aji mumpung,” tegas lulusan S1 Dakwah dan Ushuluddin Universitas Islam Madinah Arab Saudi tahun 1999 ini.
Dia lantas menguraikan ciri-ciri sekularisme. Pertama, memutuskan mata rantai transenden. ”Mereka menganggap kehidupan di dunia tidak ada hubungannya dengan ketuhanan. Dunia urusan dunia, akhirat urusan lain. Bahkan seorang Sujiwo Tejo, budayawan, penganut filsafat merasa membutuhkan agama, setelah ibunya meninggal dunia dan bingung bagaimana caranya merawat janazah. Sejak itulah dia menyakini ternyata agama di atas filsafat. Banyak hal yang tidak dibahas dalam filsafat,” tandas lulusan S2 Filsafat dan Hubungan Antar Agama Konsentrasi Filsafat Islam UIN Yogyakarta pada tahun 2006 ini.
Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini melanjutkan ciri kedua, yaitu sekuler selalu berpikir dikotomik. Orang-orang sekuler sering tidak konsisten dalam bersikap. ”Mereka menentang poligami tapi membiarkan perzinaan. Mereka membela kesetaraan gender, tapi diam ketika LGBT semakin marak,” urai alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor tahun 1993 ini.
Ciri ketiga, kata Kamal, tidak ada nuansa ruhaniah. Dia mencontohkan, seorang dokter mestinya tidak cukup hanya mengobati fisik tapi hendaknya menanamkan nilai-nilai spiritual kepada pasien. ”Jangan sampai kita sibuk mencari nafkah siang-malam, tapi lupa membaca dan mendalami kita suci Alquran,” tegas pria yang aktif sebagai anggota Rabithah Dai dan Ulama ASEAN ini. (Mohamad Su’ud)