PWMU.CO – Suami biasa membelikan hewan kurban untuk saya dan dipotong atas nama saya. Apakah itu memang boleh dilakukan, padahal uang yang dipakai bukan milik saya? Terimakasih atas jawabannya.
Siti Qomariyah, Mojokerto.
Jawab:
Dalam dunia fiqih terdapat istilah wajib/sunat mubasyarah (langsung) dan wajib/sunat ghairu mubasyarah (tidak langsung). Misalnya haji, wajib mubasyarah yaitu dari ONH sendiri, sedang yang ghairu mubasyarah yaitu dibiayai oleh orang lain.
Seperti itulah agaknya masalah kurban yang Anda tanyakan. Kalau kurban itu dibeli dari uangnya sendiri namanya sunat mubasyarah, dan kalau dibeli dari uang pemberian orang lain namanya sunat ghairu mubasyarah. Nilai atau pahalanya sama saja.
Namun, kiranya perlu dijelaskan, bahwa kurban itu tidak sama dengan dam haji, yang seekor kibas hanya untuk seorang. Sebab, kurban itu bisa untuk beberapa orang. Atau dengan kata lain, seekor bisa diatasnamakan anggota keluarga. Dan itulah yang biasa dilakukan para sahabat di zaman Rasulullah SAW sebagaimana riwayat:
أَبِي أَيُّوبَ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو عَقِيلٍ زُهْرَةُ بْنُ مَعْبَدٍ عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ اللهِ بْنِ هِشَامٍ وَكَانَ قَدْ أَدْرَكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَهَبَتْ بِهِ أُمُّهُ زَيْنَبُ بِنْتُ حُمَيْدٍ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ بَايِعْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ صَغِيرٌ فَمَسَحَ رَأْسَهُ وَدَعَا لَهُ وَكَانَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ عَنْ جَمِيعِ أَهْلِهِ
Abu Ayyub menceritakan, bahwa dia diberitahu oleh Abu Uqail Zurah bin Ma’bad, dari datuknya Abdullah bin Hisyam: Bahwa dia bertemu Nabi SAW ketika dibawa Zainab binti Humaid ke tempat Nabi SAW, lalu dia mengatakan: Ya Rasulullah, baiatlah dia (masuk Islam). Jawab beliau: Kok masih kecil, lalu didoakan dan dia menyembelih (berkurban) seekor kambing untuk semua keluarganya. (HR Bukhari)
عَنْ أَبِي أَيُوب قَالَ : كَانَ الرَّجُلُ يَضْحِي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ عَنْهُ، وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ، ثُمَّ تَبَاهَى النَّاسُ، فَصَارَتْ مُبَاهَاةً
Abu Ayub mengatakan: Seorang (di zaman Nabi SAW) biasa memotong hewan (kurban) untuk dirinya dan ahli bait (keluarga)-nya, maka manusia menjadi senang, lalu hal itu menjadi kebanggaan. (HR Thabrani)
Jadi, boleh dan sah saja jika suami membelikan seekor kambing untuk qurban atas nama istrinya. (*)
Oleh KH Mu’ammal Hamidy, diambil dari buku Islam dalam Masalah Keseharian (1), Penerbit Hikmah Surabaya.