PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP) Muhammadiyah Dr Haedar Nashir menekankan pentingnya Pesyarikatan Muhammadiyah menjadi suluh dalam menjaga spirit kemajuan, pencerahan, dan menghadirkan praktik beragama yang damai.
Peryataan itu ia sampaikan dalam acara soft launching Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah di halaman Gedung Induk Siti Walidah Universitas Muhammadiyah Surakarta, Rabu (31/7/2019).
Haedar mengatakan, agenda soft launching ini tidak boleh dijadikan sebagai momentum untuk mengairahkan syiar ber-Muhammadiyah dan ber-Aisyiyah semata. Tapi, juga untuk terus melebarkan sayap dakwah dan tajdid. Bukan hanya di Indonesia. Tapi juga di ranah semesta.
Maka, ia meminta agar dalam kurun waktu setahun ini segenap warga Persyarikatan terus bisa menggelorakan semangat dakwah. Hal itu agar Muhammadiyah betul-betul bisa menjadi gerakan Islam yang mampu membawa percerahan dan kemajuan bagi umat, bangsa, dan kemanusiaan. “Mari, Muhammadiyah dan Aisyiyah bisa benar-benar menjadi rahmatan lil alamin,” ujarnya.
Haedar melanjutkan, saat ini Muhammadiyah bukan lagi akan berbuat. Tapi Muhammadiyah telah berbuat dan berkiparah untuk bangsa, negara, dan umat selama satu abad lebih. “Nah, ke depan Muhammadiyah haruslah tetap menjadi suluh pergerakan bagi kemajuan umat, bangsa, dan kemanusian semesta,” tuturnya.
Meski begitu, kata dia, harus disadari betul bahwa masih banyak kekurangan dari perjalanan pergerakkan Muhammadiyah. Salah satunya adalah tantangan bagaimana Muhammadiyah bisa bersama dengan kekuatan ormas Islam lainnya untuk terus menjadi pemandu kehidupan keberagamaan yang mencerahkan.
“Kita, Muhammadiyah, juga diharapkan terus mampu menanamkan benih-benih yang membawa spirit kemajuan, pencerahan, dan sekaligus di dalamnya membawa Islam yang damai dan dengan semangat kebersamaan,” tuturnya.
Haedar menyebutkan, kekuatan kebersamaan atau ukhuwah yang otentik adalah satu hal penting. Pasalnya, sebuah bangsa tidak akan pernah menjadi besar dan maju apabila terus bertikai, bercerai berai dan tidak mau bersatu.
“Itulah ujian kita sebagai anak bangsa. Kita ini sedang diuji di kala ada perbedaan kepentingan dan di saat kita berada di situasi kritis apakah kita masih bisa berpikir tentang pentingnya menjaga kebersamaan,” ungkapnya.
Haedar menyerukan agar warga Persyarikatan jangan pernah mengabaikan kekuatan kebersamaan. Ia mencontohkan sejarah Yugoslavia. Negara yang begitu besar itu akhirnya tercerai berai dan kini hanya tinggal kenangan. Pun demikian dengan Uni Soviet yang hampir kolaps.
“Itu menunjukkan pentingnya kekuatan kebersamaan. Biar pun sebuah negara itu punya potensi besar dan maju, tapi akan runtuh kembali kalau tidak ada semangat kebersamaan,” tegasnya.
Di akhir paparannya ia berharap warga Persyarikatan Muhammadiyah akan terus menjadi kekuatan perekat kebersamaan bangsa. Juga menjadi energi positif untuk membawa kemajuan bagi bangsa ini.
“Kita harus terus berkomitmen untuk bisa memajukan bangsa ini tanpa pamrih dengan semangat kemandirian yang dibangun dari dalam. Semangat untuk bersyirkah dalam satu kesatuan itu tidak lain guna memajukan Indonesia, dan mencerahkan semesta,” tuturnya. (*)
Penulis Aan Hariyanto. Editor Mohammad Nurfatoni.