PWMU.CO – Saya mempunyai teman baik beragama Kristen yang meninggal dunia. Apakah saya boleh melayat? Bagaimana menurut agama Islam?
Mohon penjelasannya dan terima kasih.
Abdul Jalal, Surabaya.
Jawab:
Islam mengajarkan umatnya dalam berhubungan sesama insan haruslah baik, tanpa disekat oleh etnis, agama, maupun faham.
Alquran surat Ali Imran ayat 112 misalnya, hanya bicara secara umum agar kehidupan ini tidak dzillah (hina dina). Sehingga hubungan sesama insan haruslah tetap baik, selain tentunya hubungan dengan Allah juga harus baik. Firman Allah SAW:
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan.
Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar. Dan yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.
Ayat ini menyindir orang Yahudi yang memusuhi teman-temannya sendiri yang masuk Islam (Abdulah Salam dan kawan-kawan), yang akhirnya berujung konflik dan peperangan dengan kaum muslimin.
Dalam perang ini, kaum Yahudi ternyata kalah telak serta hina-dina—terhina dengan dirampasnya harta kekayaan mereka (semisal kebun Khaibar).
Kondisi itu dikarenakan keimanan mereka tidak benar, dan hubungannya dengan manusia tidak harmonis. Jadi, seandainya Yahudi tetap dalam agamanya tanpa memusuhi umat Islam, maka dalam kehidupannya di dunia ini tidak akan dzillah. Kecuali di akhirat nanti, mereka dzillah karena tidak beriman terhadap kerasulan Muhammad SAW.
Kritik ini adalah sebuah pelajaran bagi umat Islam, kiranya mereka tidak seperti Yahudi. Yakni, dalam beragama tetap berpegang teguh dan tidak memusuhi orang lain yang beragama lain yang tidak memusuhi Islam dengan prinsip lakum diinukum waliya diin.
Dalam ayat lain Allah SWT malah berfirman:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang (non-Muslim) yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Almumtahanah ayat 8)
Dalam surat Luqman ayat 15, antara anak dengan orangtua yang berlainan agama juga dikatakan:
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan jika kedua orangtuamu memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Tetapi pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu. Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Luqman ayat 15)
Masih banyak ayat maupun hadits lain yang membolehkaan umat Islam bergaul baik dengan orang-orang non-Muslim, selama dalam batas norma-norma Allah, yakni tidak mengganggu keagamaan kita.
Hubungan ini baik ketika yang bersangkutan masih hidup ataupun sesudah meninggal dunia. Hubungan baik sesudah meninggal dunia, misalnya seorang Muslim berhutang kepadanya, maka hutangnya harus tetap dibayar. Melayat janazahnya, adalah termasuk masalah keduniaan.
Berdasar keterangan tersebut, Anda melayat ke rumah teman non-Muslim itu sah-sah saja. Namun, tidak boleh mendoakannya karena jelas ada larangan dari Allah.
وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
Dan janganlah sekali-kali menyembahyangkan (termasuk mendoakan jenazah) seorang yang mati (dalam keadaan kafir) di antara mereka. Dan janganlah pula kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Karena sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (Attaubah ayat 84) (*)
Oleh KH Mu’ammal Hamidy Lc, diambil dari buku Islam dalam Masalah Keseharian, Penerbit Hikmah Surabaya.