PWMU.CO – Ada yang mengatakan pengertian sombong dalam masalah isbal adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia. Jadi kalau kita menolak larangan isbal apakah termasuk sombong?
Albert Idok, Malang.
Jawab:
Isbal yang ditanyakan di situ adalah memanjangkan kain celana atau sarung hingga menutup mata kaki. Sebab, ada pula isbal dalam sorban dan baju yang juga dilarang, tetapi tidak ada penjelasannya.
Dalam hadits isbal itu, baik celana, sorban ataupun baju dikatakan batharan atau khuyalaa’, yang dalam bahasa kita diterjemahkan dengan sombong, atau memakainya itu karena sombong.
Adapun pengertian sombong sebagaimana yang disinggung oleh Nabi SAW adalah sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
Dari Abdullah ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah SAW bersabda: Tidak akan masuk surga orang-orang yang di dalam hatinya ada kesombongan, walau sekecil biji dzarah. Kemudian berkata seorang laki-laki: Sesungguhnya ada seseorang yang menyukai supaya bajunya bagus dan sandalnya bagus (maksud lelaki ini mempertanyakan apakah yang demikian termasuk sombong). Maka Nabi bersabda: Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan. Yang sombong itu adalah menentang kebenaran serta merendahkan manusia. (HR Muslim)
Pengertian sombong dalam hadits riwayat Muslim itu adalah bathral haq wa ghamdhun naas, menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Memang betul, kalau kita menolak kebenaran hadits itu berarti sombong. Tetapi, yang jadi masalah adalah maksud larangan dari hadits itu.
Kata batharan dan khuyalaa’ dalam hadits isbal tersebut adalah berkedudukan sebagai haalun (keadaan) yang dalam Ilmu Ushul Fiqih mengikat. Artinya, isbal yang dilarang itu kalau disertai kesombongan. Mafhum mukhalafah-nya, kalau tidak sombong maka tidak mengapa. Ini yang perlu dipahami. Jadi, kalau kita bercelana dengan isbal itu bukan menolak hadits tersebut, tetapi memahami makna hadits. (*)
Oleh KH Mu’ammal Hamidy, diambil dari buku Islam dalam Masalah Keseharian, Penerbit Hikmah Surabaya.