PWMU.CO – Saya pernah membaca sebuah hadits yang artinya kira-kira sebagai berikut: “Ada beberapa waktu yang diharamkan untuk shalat: Saat matahari terbit sampai setinggi tombak, saat matahari tepat di atas ufuk dan saat matahari menjelang terbenam. Karena pada saat itu matahari terletak di antara tanduk setan.”
Apakah hadits tersebut shahih? Jika pada suatu hari saya terbangun tepat matahari sedang terbit (karena usai jaga malam), apa yang harus saya lakukan tentang shalat saya: cepat-cepat, menunggu matahari setinggi tombak, tidak usah shalat lalu di-qadha’ saja, atau tidak usah shalat cukup diganti dengan amalan lain?
Kemudian adakah tuntunan Nabi Muhammad saw tentang qadha shalat? Atas jawabannya, disampaikan terima kasih.
Ali Muhsin, Probolinggo
Jawab:
Hadits tersebut shahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, di Bab Bad’ul Khalqi dan Mawaqit. Namun, tidak ada kata-kata “setinggi tombak”, karena cukup dengan kata hattaa tartafi’a yang artinya “sampai tinggi”. Untuk ukuran sekarang kira-kira setelah 10 menit kemudian. Hadits itu secara lengkap berbunyi:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَطَاءُ بْنُ يَزِيدَ الْجُنْدَعِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا صَلَاةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ الشَّمْسُ
Tentang kasus Anda yang ketiduran, ada sebuah hadits yang menjadi jawabannya sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا نَسِيتَ الصَّلَاةَ فَصَلِّ إِذَا ذَكَرْتَ
Jika seseorang di antara kamu meninggalkan shalat karena lupa, maka shalatlah ketika bangun atau ketika ingat. (HR Nasai dan Tirmidzi)
Berdasar hadits ini, ketika Anda terbangun dari ketiduran harus segera mengambil air wudhu—-10 menit kemudian, sekiranya waktu itu matahari telah tinggi—Anda terus mengerjakan shalat. Shalat Anda di luar waktunya itu disebut qadha’. Hal ini pernah dilakukan oleh Nabi bersama para sahabat beliau dalam salah satu peperangan (HR Ahmad, Terj. Nailul Authar Jilid I). Shalat tidak bisa diganti dengan amalan lain.
Jawaban ini juga berlaku pada qadha’, yaitu shalat yang dilakukan di luar waktu yang telah ditentukan. Tuntunannya ialah kalau orang itu terlupa atau ketiduran atau dalam kondisi yang sangat dharurat. Misalnya seorang dokter yang sedang mengoperasi pasien, yang jika ditinggalkannya untuk shalat, maka pasien akan mati.
Atau juga pilot yang tidak ada co-pilotnya, jika ditinggal shalat, maka pesawat akan berbahaya. Sementara waktu shalat yang dipunyai dokter maupun pilot tersebut hampir habis, saat itulah keduanya boleh tidak shalat tepat waktu dan di-qadha’ di luar waktu.
Hal ini penah dilakukan Rasulullah SAW waktu perang Khandaq. Beliau tidak sempat shalat Ashar karena berhadapan dengan musuh yang tidak bisa ditinggalkan. Sementara waktu itu belum ada syariat shalat Khauf, sehingga Rasulullah SAW shalat Ashar di waktu Maghrib. (*)
Oleh KH Mu’ammal Hamidy Lc, diambil dari buku Islam dalam Masalah Keseharian, Penerbit Hikmah Surabaya.