PWMU.CO – Bagaimana jika dua tokoh Muhammadiyah-NU saling canda di sebuah forum? Sementara yang dicandakan adalah hal-hal sensitif bagi kedua ormas terbesar itu.
Adalah Nadjib Hamid yang memulai candaan itu. Pada saat memberi sambutan acara Milad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) bersama Wakil Gubernur (Wagub) Jatim Saifullah Yusuf beberapa waktu lalu, mantan Komisioner KPU Jatim ini menyatakan bahwa kini antara Muhammadiyah dan NU hampir tidak ada bedanya, kecuali dalam beberapa hal saja. Misalnya, kalau di NU subur tradisi Haul, di Muhammadiyah berkembang tradisi Milad.
“Kalau Haul itu memperingati hari kematian. Sedangkan Milad memperingati hari kelahiran,” kata Nadjib. Tapi, lanjut Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur itu, implikasi sosiologis dari dua tradisi tersebut ternyata berbeda sama sekali.
(Baca juga: Ketika MU dan NU Tidak Saling Bertanding… Fenomena Jepara dan Ini Perbedaan Gaya Sarungan Warga Nahdliyin dan Muhammadiyah)
“Konsekuensi dari tradisi Milad, maka yang diurus Muhammadiyah itu kehidupan atau orang hidup. Sementara di NU, yang akrab dengan tradisi Haul, maka yang banyak diurus adalah soal kematian atau orang yang sudah mati,” kata Nadjib dengan nada canda, yang disambut tepuk tangan riuh oleh para hadirin, termasuk Wagub Saifullah Yusuf.
Dengan demikian, menurut Nadjib, tidak aneh jika jargon-jargon yang diusung adalah mengenai kemajuan, pencerahan dan pemberdayaan, seperti terpancar dalam teologi Almaun. Muhammadiyah kemudian banyak berkecimpung dengan kelahiran-kelahiran amal usaha baru. Ribuan sekolah, ratusan rumah sakit, dan perguruan tinggi, serta panti asuhan didirikan untuk melayani orang-orang yang hidup. “Bukan meramaikan makam,” candanya.
(Baca juga: Apa yang Terjadi jika Warga Muhammadiyah Jadi Imam Jamaah Nahdhiyin?)
Tak pelak, guyonan Nadjib Hamid itu langsung dibalas dengan guyonan pula oleh Gus Ipul, sapaan akrab Syaifullah Yusuf. Wakil Ketua PB NU itu seperti tak mau kalah. Saat tampil memberi sambutan selaku Wagub Jatim, ia tak kalah kocaknya.
Mantan Ketua Umum PP GP Anshar itu mengakui, memang benar bahwa NU banyak berkiprah pada umat di seputar kematian. Ada tahlilan 3, 7, 40, dan 100 hari sampai 1000 hari. Bahkan setelah itu tiap tahun diperingati kematiannya. Terutama kiai-kiai berpengaruh. Semarak pula ziarah kubur, khususnya pada makam ulama-ulama yang dihormati.
(Baca juga: Din Syamsuddin Pernah Jadi Kapten Kesebelasan MU Lawan NU)
“Tapi harus diingat, tradisi mengurus kematian itu justru memberi ‘kehidupan’ pada orang-orang yang masih hidup,” kata Gus Ipul sambil memberi ilustrasi bahwa makam Gus Dur itu tiap hari bisa diziarahi oleh lebih dari 3000 orang. Bahkan menjelang bulan Ramadhan bisa sampai 10 ribu peziarah. “Coba, berapa orang yang ‘dihidupi’ ekonominya oleh makam Gus Dur itu,” ujar Gus Ipul disambut tawa hadirin.
Tradisi ziarah memang bisa memutar ekonomi dari banyak sektor. Seperti transportasi, kuliner, dan industri kreatif dalam bentuk aneka macam souvenir. Jadi, sepertinya Muhammadiyah dan NU tetap berbagi tugas soal ini. Gus Ipul sendiri adalah pejabat dan tokoh NU yang sering diundang di forum-forum resmi Muhammadiyah. (MN)