PWMU.CO – Muhammadiyah akan terus memperjuangkan politik nilai dalam upaya membangun bangsa. Melalui Jihad Politik Muhammadiyah (Jipolmu), dalam pemilu 2019 ini, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim menugaskan dua kadernya untuk terjun langsung ke gelanggang politik, yaitu Wakil Ketua Nadjib Hamid sebagai anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dan Wakil Ketua Zainuddin Maliki sebagai anggota DPR RI.
Dalam perjalanannya kita menyadari bahwa politik nilai banyak dikalahkan oleh “nilai politik” dalam bentuk money politic. Prof Zainuddin Maliki bisa melewati hadangan itu, sedangkan Nadjib Hamid terjegal oleh “nilai politik” sehingga gagal menjadi anggota DPD, kendati kami yakini suara yang dikumpulkan sudah cukup untuk menang. Tetapi, dalam praktiknya suara Nadjib Hamid bisa raib oleh operasi “nilai politik”.
Prof Zainuddin memilih PAN (Partai Amanat Nasional) sebagai kendaraan politik, karena pertimbangan kesamaan ideologi dan cita-cita politik. Mayoritas pemilih PAN adalah warga Muhammadiyah, dan karena itu lebih mudah untuk melakukan konsolidasi.
Memang jalan yang ditempuh Prof Zainuddin di Dapil Lamongan-Gresik tidak mudah. Di Lamongan suara Prof Zainuddin kalah, tapi di Gresik menang cukup besar sehingga total pemilihan suara Prof Zainuddin menang meski dengan selisih hanya sekitar 300 suara.
Tantangan dari “nilai politik” sungguh sangat dahsyat. Hampir saja tim Jipolmu terperangkap oleh jebakan politik uang ketika melihat kondisi persaingan lapangan yang betul-betul liar. Tapi, Muhammadiyah bertekad untuk istikamah dalam melaksanakan “politik nilai” meskipun harus menerima kenyataan pahit.
Alhamdulillah, Allah masih melindungi Muhammadiyah dan menghindarkan kami dari godaan politik uang. Andai ketika itu tim Jipolmu tergoda, kami tidak akan segan bertindak tegas dengan mengusulkan pemecatan ke PP Muhammadiyah. Kami tidak bisa membayangkan, seadainya kita terjebak oleh politik uang maka hancurlah politik nilai yang selama ini kita perjuangkan dengan susah payah.
Tantangan selanjutnya adalah memperjuangkan politik nilai dalam percaturan politik parlemen. Politik nilai adalah politik yang dipandu oleh nilai-nilai yang digariskan Allah SWT. Konstituen sebagai pemegang suara punya peran penting, tapi peran terpenting adalah panduan Allah SWT. Selama kita tetap berada pada jalur panduan Allah maka akan selamatlah politik nilai kita.
Dengan politik nilai itu kita ingin menyatukan kekuatan-kekuatan Islam politik yang lain. Sekarang ini rata-ratai partai Islam memperoleh suara pada kisaran 7 sampai 10 atau 12 persen. Sangat jauh dibanding partai-partai yang berplatform non-Islam seperti PDIP yang menembus 20 persen. Jika ditotal dengan partai-partai sejenis maka bisa terkumpul sampai mayoritas sampai 55 persen.
Andai partai-partai berplatform Islam bersatu niscaya kita akan memperoleh suara sedikitnya 35 persen. Apakah ini harapan kosong atau utopia? Boleh saja disebut begitu. Tapi, buktinya di Amerika hanya ada dua parpol saja, Republik dan Demokrat. Mengapa kita tidak bisa?
Jauh sebelum kemerdekaan, Muhammadiyah lahir pada 1912, kemudian NU lahir pada 1926. Sebelum itu Persis lahir pada 1923. Semua lahir atas ilham dari Allah kepada tokoh-tokoh pilihan. Karena dasar ilham itulah tidak akan sulit kita mempersatukan kekuatan-kekuatan itu.
Ide-ide besar membutuhkan keteguhan dalam memperjuangkannya. Sejarah sudah membuktikan hal itu. Pada tahun 622 berdiri negara kecil bernama Yatsrib yang dipimpin oleh Muhammad saw. Tiga tahun sebelum itu Muhammad SAW sudah mencanangkan gagasan raksasa yaitu menundukkan dua superpower kala itu, Persia di Timur dan Romawi di Barat.
Utopiskah gagasan itu? Bagi mereka yang tidak punya iman gagasan itu utopis. Tapi, bagi yang beriman gagasan itu realistis, dan terbukti bahwa sejarah menunjukkan negara kecil Yatsrib bisa menundukkan dua kekaisaran adidaya itu.
Tantangannya luar biasa berat. Konsolidasi internal menguras enerji besar. Dua kelompok Yahudi yang besar yaitu Aus dan Khajraj selalu menjadi persoalan serius dalam konsolidasi kekuatan internal. Muhammad saw sebagai kepala negara bertindak tegas terhadap kedua kekuatan itu. Ketika mereka melanggar kontrak politik, Muhammad SAW tidak ragu menghukum mereka. Setelah konsolidasi internal sukses ekspansi Islam pun berlangsung dengan cepat.
Dalam sejarah Islam modern, gagasan-gagasan besar juga membutuhkan waktu dan konsistensi. Ketika India merdeka pada 1947 muncullah gagasan dari Iqbal untuk membentuk negara sendiri bagi umat Islam. Ketika kemudian negara Pakistan terbentuk bukan Iqbal yang memproklamasikannya melainkan Ali Jinnah. Iqbal sebagai penggagas dan jauh hari kemudian Jinnah yang memproklamasikannya.
Bagaimana konsep penyatuan kekuatan politik Islam di Indonesia? Konsepnya sederhana tapi jelas dan tegas. Allah SWT sudah memberikan panduang di Surat Ali Imron ayat 103, “Berpegang-teguhlah pada tali Allah dan jangan bercerai-berai”.
Ini konsep besar yang harus kita implementasikan dalam bentuk yang lebih operasional. Panduan Allah swt sudah jelas dan tegas, sekarang tinggal bagaimana umat Islam mengimplementasikannya.
Yang harus kita ingat adalah bahwa ide-ide besar membutuhkan konsistensi dan waktu panjang untuk mewujudkannya. Tak terkecuali gagasan untuk mempersatukan kekuatan Islam politik di Indonesia ini. Sikap istikamah dan tidak kenal menyerah akan menjadi kunci kemenangan kita. (*)
Tausiah Politik Ketua PWM Jatim Dr M. Saad Ibrahim pada peringatan HUT Ke-21 PAN, 23 Agustus 2019, di DPW PAN Jatim.
Laporan Dhimam Abror Djuraid.
Discussion about this post