PWMU.CO – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 adalah momen bagus yang harus segera ditangkap oleh kader Muhammadiyah untuk menunjukkan kiprahnya.
Hal itu disampaikan oleh Dr Mufti Mubarok ketika menjadi pemateri pada Diskusi Publik bertajuk Pilkada 2020 Penonton atau Pemain yang digelar Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim di Hall Mas Mansur Jalan Kertomenanggal Surabaya, Sabtu (24/8/19).
”Kalau tidak ditangkap, sesungguhnya kita ini mau jadi kader apa keder. Kalau kader sebenarnya tidak masalah, apapun medannya akan dihadapi,” tandasnya.
Dia menambahkan, kalau kita jadi follower, malulah kita. Muhammadiyah itu besar. Kita harus jadi leader apapun kondisinya. Bolehlah diistilahkan Perang Puputan di Pilkada 2020 ini.
”Kalau di Pilgub kalah, di pilkada-pilkada masih ada peluang di beberapa kabupaten untuk nomor 2. Untuk nomor 1 tinggal bandar yang belum,” ujarnya.
Menurut dia, Muhammadiyah punya kapasitas dan kualitas, tapi isi tas mungkin masih kurang. ”Beda dengan tetangga sebelah itu,” ujar pria yang pernah menjadi Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jatim ini.
”Sebenarnya kita mau jenang atau jeneng,” katanya lagi. Tidak masalah investasi politik sekali kalah biasa itu. Khofifah, sambung dia, dua kali kalah. Tapi Pilgub ketiga bisa menang jadi gubernur. ”Pak Nadjib Hamid baru sekali, belum merasakan itu. Memang perlu magang dulu di politik itu,” katanya disambut tawa hadirin.
Artinya, kata dia, bagaimana menghadapi pragmatis dan menghadapi transaksi. ”Yang sekarang kalau politik ini yang penting berusaha dan ndak usah ndakik-ndakik. Siapkan satu tas, satu koper maka dapat suara meskipun kadang mbleset,” terang pria asli Lamongan ini.
Modal yang perlu dimiliki oleh calon-calon pemimpin daerah, terutama 5T yang paling penting. ”Pertama garis tangan. Kalau gak garis tangan ya semangatlah. Garis tangan itu minimal tangannya jelaslah,” jelasnya.
Kedua, harus ada campur tangan. Kalau campur tangan Muhammadiyah belum kuat seperti Pak Nadjib kemarin, perlu campur tangan dari yang lainnya yang kuat.
Ketiga buah tangan. Ini penting karena kalau kita ke mana-mana tidak bawa buah tangan maka akan ditolak.
Keempat tanda tangan. Artinya kalau sudah resmi ya tanda tangan. Kelima, duduk dengan tangan. Artinya sudah menduduki seperti Prof Zainuddin Maliki maka sebentar lagi akan dilantik, itu namanya duduk dengan tangan. ”Tapi ada juga yang mau dilantik tidak jadi karena mungkin persoalan Mahkamah Konstitusi (MK),” paparnya.
Di samping 5T di atas, juga perlu siapkan strategi lainnya. Pertama popularitas. ”Hari ini apapun caranya yang penting populer dulu. Karena itu modal utama, saya kira kalau di Muhammadiyah popularitas sudah lumayanlah,” ungkapnya.
Kedua elektabilitas. Harus mulai bagaimana bisa disenangi pemilih. Ketiga koneksitas, artinya partai-partai harus segera deal-deal hari ini. ”Kalau tidak maka kita tidak bisa masuk mencalonkan di situ, karena saya yakin di Jatim calon independen belum ada yang lolos,” imbuhnya.
Keempat isi tas. Mudah-mudahan di Jakarta kami bisa cari sponsor. Kalau tidak cari sponsor mungkin pragmatis kita 60 persen. ”Kadang Rp 2 miliar untuk turun itu tidak cukup. Kadang itu Pilkada perlu Rp 10-20 miliar kadang tidak kelihatan,” tuturnya.
Jawa Timur sebagai potret pilkada banyak dimenangkan kelompok hijau. Sementara kelompok biru hanya menjadi penonton.
”Kita pernah punya Kang Yoto di Bojonegoro, Pak Masfuk di Lamongan, dan Pak Abu Bakar di Kediri. Sekali-kali tiga tokoh itu diundang ke sini. Bagaimana strategi mereka supaya kita juga bisa jadi,” ujarnya. (*)
Penulis Sugiran Editor Sugeng Purwanto