PWMU.CO-Penghujung Tahun Hijriyah 1440 dimanfaatkan penggiat literasi di Surabaya menimba ilmu di Dapur Hana Jl.Raya Sutorejo No. 109, Sabtu (31/8/19).
Kegiatan bertajuk sinau bareng di Warung Pustaka ini beda dari biasanya. Workshop singkat dengan peserta dibatasi 15 orang dilakukan di ruang tamu sekaligus ruang kerja di kediaman pembicara Ustadz Najib Sulhan.
Peserta menikmati menu utama Dapur Hana nasi ayam geprek dan minum susu dingin berbagai rasa. Sekitar pukul 13.30 dengan santai Ustadz Najib membuka obrolan dengan bercerita tentang latar belakang acara ini.
Mulai dari pengalaman pribadi menjadi penulis hingga sukses menjadi guru prestasi tingkat nasional. ”Saya merasa terpanggil untuk meningkatkan budaya literasi guru guru Muhammadiyah Surabaya. Dibandingkan dengan Kota Malang, setiap bulan ada pelatihan guru pengembangan diri untuk literasinya. Di Surabaya belum maksimal,” katanya.
Dia dan keluarga sangat senang dengan kehadiran para peserta di Warung Pustaka dalam sinau bareng periode perdana ini. Dia berharap bermanfaat bagi para pemula untuk menjadi penulis dan melaju ke Gupres (Guru Prestasi).
”Saya sering bertanya setiap ada acara pelatihan menulis, sulit apa mudah untuk menulis? Jawaban yang hampir pasti sama, dengan serentak sebagian besar peserta menjawab sulit,” kata Najib.
Dosen Unmuh Surabaya ini meneruskan, penyakit-penyakit menulis harus dibongkar. Pertama, rasa takut. ”Dalam menulis setiap orang mempunyai rasa takut salah, ketika memulai tulisan. Takut sudah menulis apakah dibaca orang,” ujarnya.
Kedua, tidak ada kemauan. ”Kemauan menulis yang kuat harus kita bangun sejak awal,” katanya. Ketiga, tidak punya ide. Padahal setiap manusia pasti mempunyai pengalaman dalam hidupnya. Pengalaman itu bisa jadi bahan tulisan.
Keempat, tidak punya waktu. Padahal setiap manusia diberi waktu 24 jam setiap hari. Maka semua orang pasti punya waktu. Tergantung bagaimana kita mengelola waktu. Untuk tips memilih waktu adalah sepertiga waktu malam.
”Habis dari sini silakan menulis dan komunikasikan lewat grup WA yang sudah dibuat. Jadilah manusia seperti telur yang pecah dari dalam, jangan telur pecah dari luar. Artinya telur pecah dari dalam itu menetas menjadi pribadi baru, berkesan, dan bermanfaat, terus berbuat baik dengan menulis,” tuturnya.
Telur pecah dari luar, hanya bisa didadar lalu dimakan, selesai, katanya. ”Setelah belajar tidak diteruskan hanya selasai saat ini saja, sampai di rumah sudah tidak ada yang bisa diperbuat,” ujarnya. (*)
Penulis Muriyono Editor Sugeng Purwanto