PWMU.CO-Lebih baik berbuat meski salah daripada berpikir walaupun benar. Berjuang itu harus berbuat sesuatu bukan berpikir sesuatu. Jangan menunggu punya dana, punya waktu, punya kesempatan atau menunggu instruksi.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Dr Muhammad Sholihin Fanani MPSDM saat ceramah di Pengajian Ahad Padi Masjid Al Jihad Kompleks Pusat Dakwah Muhammadiyah Situbondo, Ahad (1/9/19).
Menurut Sholihin, sapaan akrabnya, berjuang di Muhammadiyah ada lima cara. Pertama, ber-Muhammadiyah adalah berislam dengan kaffah.
”Kita ini mempelajari Islam harus paham, kemudian mengamalkan dan mendakwahkan Islam kepada masyarakat,” ujarnya.
”Harus terus ditambah pengetahuannya sehingga pendidikan sangat terasa sekali dibutuhkan. Semakin banyak lembaga pendidikan maka akan semakin maju,” tambahnya.
Menurut dia, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) harus terus menambah Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) bidang pendidikan. ”Seperti TK ABA, itu pasti banyak masyarakat yang suka, dan itulah nilai-nilai dakwah kita,” tutur pria asli Lamongan ini.
Kedua, ber-Muhammadiyah adalah berdakwah dengan istiqomah. Terus menerus pantang menyerah. Jangan pernah merasa takut karena Allah melindungi orang yang berjuang di jalan-Nya.
”Apalagi pendakwah kok pensiun dini. Katanya ndak cucuk. Kok seperti ayam saja pakai cucuk,” ungkapnya disambut tawa hadirin. ”Semakin istiqomah maka orang semakin simpati kepada kita. Tetapi kalau kita loyo maka orang akan mencemooh kita,” tegasnya.
Ketiga, lanjut Sholihin, ber-Muhammadiyah adalah berorganisasi dengan amanah. Organisasi ini amanah dari Allah. ”Jangan ditinggalkan, jangan mudah pindah kursi dan jangan menduakan dengan organisasi lain,” jelasnya.
Organisasi lain itu banyak belajar dari kita. Jangan bandingkan mereka dengan Muhammadiyah. Jangan hanya melihat di Situbondo atau Bondowoso. ”Lihatlah Muhammadiyah di tempat lain. Bisa di Malang, Surabaya, Sidoarjo atau Lamongan. Ajak kerja sama untuk membangun Muhammadiyah Situbondo. Pokok-e jangan pernah merasa kecil,” pesan mantan kepala SDM 4 Pucang Surabaya ini.
Keempat, ber-Muhammadiyah adalah berjuang dengan ikhlas. Makna ikhlas itu hanya mengharap ridho Allah. Kata kunci sukses dalam agama itu ikhtiar, doa, tawakal, sabar, syukur dan ikhlas.
”Kalau tidak ikhlas tidak dapat apa-apa. Kalau semua mengharap ridho Allah maka semua akan menjadi mudah,” imbuhnya.
”Bapak saya pernah berpesan, kalau ber-Muhammadiyah itu harus seperti tiang listrik. Harus mancep (menancap), ngadeg (berdiri lurus) dan dedeg (tegak). ”Tiang listrik itu tidak boleh doyong atau miring. Berbahaya itu, bisa nyetrum orang dan mati,” ujarnya yang membuat hadirin kembali tawa pecah dibuatnya.
Terakhir kelima, ber-Muhammadiyah adalah berkorban dengan jiwa dan harta. Orang Muhammadiyah itu harus baik dengan keluarga, tetangga dan dengan siapapun juga.
”Ingat tidak ada kebaikan sekecil apapun yang sia-sia, semua akan dibalas oleh Allah, semua akan dibalas dengan sempurna,” pesannya.
Menurut dia, kebaikan itu akan mengalir kemana-mana sepanjang masa. Bukan kepada dirinya saja. Anaknya mendapat kebaikan, istrinya mendapat kebaikan, bahkan tetangganya juga mendapat kebaikan.
Dikatakan, tetangga itu suka kalau melihat kita ke pengajian, dan mereka sebenarnya ingin juga diajak. Tapi kadang kita tidak menawarkan. ”Maka ayo tetangganya diajak juga ke pengajian, agar lebih ramai dan lebih banyak yang mendapatkan manfaat. Ini harus diyakini,” tandasnya. (*)
Penulis Sugiran Editor Sugeng Purwanto