PWMU.CO – Anak yang terbiasa tidak melakukan apa-apa sendiri—semuanya dilakukan orangtuanya—akan menjadi anak yang tidak mandiri. Sedangkan kemandirian otomatis berdampak pada masa depannya. Dampak tercepat terlihat saat anak usia SD.
Itulah materi yang mengemuka dalam kegiatan parenting bertajuk “Melatih Kemandirian sesuai Usia Anak” yang diprakarsai oleh Biore Guard Body Foam yang digelar di Aula AR Fakhruddin Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah 2 Gresik (SD Muda Ceria), Rabu (11/9/19).
“Agenda ini merupakan rangkaian kegiatan yang diselenggarakan oleh perusahan KAO dari Jakarta. SD Muda ceria ini adalah yang kedelapan dari SD di Gresik yang kami kunjungi,” ucap Nova Firmansyah, penanggung jawab kegiatan ini untuk wilayah Surabaya.
Dalam materi parenting ini, Biore bekerja sama dengan tim Psikolog Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
Dra Tatik Meiyuntari Ningsih Mkes Psikolog, sang pemateri, menyampaikan kemandirian merupakan tingkat perkembangan seseorang yang ditandai dengan kemampuan berdiri sendiri dan mengandalkan kemampuannya untuk melakukan berbagai kegiatan dan menyelesaikan berbagai masalah tanpa bergantung pada orang lain.
Mengapa kemadirian penting untuk dilatih sejak dini? Dijelaskan oleh dosen kelahiran Tegal, 25 Mei 1959, itu agar tidak menghambat tugas perkembangan lainnya dan membentuk karakter atau kepribadian anak. “Dan ini sangat penting karena mengandung unsur kemampuan mengambil keputusan, tidak bergantung pada orang lain, kemampuan mengatur diri, tanggung jawab, percaya diri, kemampuan berinisiatif dan hasrat berkompetisi,” jelasnya.
Kemandirian ini, sambungnya, terbagi menjadi dua. Pertama, kemadirian berupa ketrampilan bantu diri. “Ini biasanya pada usia 6-7 tahun. Contoh kemandirian yang penting untuk diajarkan adalah merawat tubuh atau mandi, merapikan mainan, mencuci tangan, memilih dan melipat pakaian,” urainya.
Kedua kemandirian berupa ketrampilan sosial. Biasanya mulai pada usia 8-10 tahun. Menurut Tatik, contoh kemadirian yang penting untuk diajarkan adalah menyiapkan sarapan, menata tempat tidur, menyapu lantai, merawat hewan dan tanaman.
“Pada ketrampilan sosial ini tidak hanya untuk dirinya sendiri melainkan juga untuk orang lain. Salah satunya membatu orangtua untuk mempermudah memenuhi kebutuhan anaknya,” ujarnya.
Tatik lalu menjelaskan cara mendidik anak menjadi mandiri dan tidak manja. Pertama, biarkan anak membeli sesuatu, artinya mengajarkan anak mengenai perbedaan antara membeli sesuatu karena “perlu” dan karena “ingin”.
“Kedua berikan uang saku secara reguler artinya beri uang jajan teratur, tetapi jangan jadikan uang saku sebagai ‘upah’,” ujarnya.
Ketiga, lanjutnya, jangan selalu membantu. Artinya biarkan anak bermain atau makan sendiri walau berantakan dan kotor. Cukup pantau dari jauh, kecuali bermain dengan benda berbahaya.
Keempat, simpan uang anak di tempat yang terlihat, misalnya gunakan toples bening agar anak bisa melihat uangnya sendiri. “Dan yang terakhir adalah tegakkan peraturan. Jika orangtua konsisten anak akan belajar menghargai peraturan, bekerjasama, dan memilikin kontrol diri,” ungkap dia.
Di akhir materi, dosen yang sudah mengabdi selama 32 tahun di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya ini berpesan “Tegakkan kemandirian dengan memberi contoh yang benar agar anak dapat mengikuti apa yang harus dilakukan dan diperbuat.”
Menurut dia, sikap mandiri tidak datang sendiri. Untuk menciptakannya dibutuhkan kerja sama antara anak dan orangtua. (*)
Kontributor Ian Ianah. Editor Mohammad Nurfatoni.