PWMU.CO – Habibie telah pergi untuk selamanya. Ikon teknologi Indonesia itu telah menutup kisah hidupnya yang diwarnai dengan banyak tinta emas. Jejak karyanya bisa ditemui di mana-mana. Tersebar ke seluruh bentang benua maritim seluas Eropa ini: di darat, di laut, dan di udara.
Habibie-lah yang menginspirasi saya untuk melihat ke Timur, ke ITS Surabaya pada saat banyak kawan saya memutuskan ke Selatan (UGM) atau ke Barat (ITB, IPB, atau UI) setelah lulus SMA di Semarang. Almarhum ayah saya minta saya mengambil Kedokteran, Teknik Sipil, atau AKABRI. Tapi saya memutuskan mengambil Teknik Perkapalan.
Habibie juga yang mengangkat martabat profesi insinyur setara dengan profesi ekonom, atau bahkan dokter. Krisis moneter yang pernah menghantam perbankan pernah menaikkan derajat profesi insinyur di atas para ekonom.
Pernah ada debat Habibienomics vs Widjojonomics. Yang pertama adalah ekonomi yang didorong oleh teknologi dengan semangat kemandirian dan makership di sektor industri berbasis sumber daya lokal.
Yang kedua adalah ekonomi yang didorong lebih oleh perdagangan, jasa, dan sektor keuangan. Saat proses deindustrialisasi menjadi penciri ekonomi Indonesia selama 10 tahun terakhir lebih. Sebagai insinyur tentu saya makin percaya lebih pada Habibienomics.
Indonesia telah dipimpin oleh beberapa presiden insinyur. Habibie adalah Soekarno muda. Cara berpikir insinyur berbeda dengan profesi lain. Jika pendidikan dokter selalu berbasis bukti (evidence-based), pendidikan insinyur berbasis design thinking: menciptakan sesuatu yang baru melalui sebuah proses non-linear dan bertahap, mempertanyakan asumsi-asumsi lama untuk menemukan inovasi baru.
Negeri kepulauan bercirikan Nusantara ini membutuhkan solusi teknolojik tidak saja untuk memanfaatkan kekayaan sumberdaya alamiahnya, tapi juga untuk mempersatukannya. Persatuan Indonesia tidak bisa dibayangkan tanpa teknologi dirgantara dan maritim.
Menyambut inspirasi BJ Habibie itu, ITS telah menyelenggarakan serangkaian Kuliah Bung Karno untuk Kebangsaan dan Teknologi. Studium Generale ini dimaksudkan untuk menebarkan semangat kemandirian teknologi di berbagai bidang stratejik: energi, transportasi, dan telekomunikasi. Beberapa tokoh nasional seperti Kusmayanto Kadiman telah hadir memberikan pandangannya selaku Menristek dalam Studium Generale ini.
Walaupun Habibie telah pergi selamanya, spiritnya akan tetap melekat di hati para insinyur Indonesia. Saya berharap banyak kampus teknologi seperti ITS melanjutkan semangat Habibie dalam membangun kemandirian teknologi di zaman revolusi industri 4.0 ini.
Teknik Perkapalan ITS yang diresmikan oleh Bung Karno di tahun 1960 dan diselamatkan oleh BJ Habibie di tahun 1974 dari ancaman likuidasi oleh konsorsium teknologi waktu itu adalah warisan Habibie yang kini berkembang pesat menjadi Fakultas Teknologi Kelautan.
Kiranya Tuhan Allah SWT memberinya tempat kembali yang terbaik di sisi-Nya. Amin. (*)
Sukolilo, 11 September 2019
Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS.