PWMU.CO – Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur KH Najikh Ikhsan menyampaikan materi ‘Klasik’ dalam Pengajian Bulanan Guru dan Karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik, Sabtu (14/9/19) pagi di Aula Matahari 2.
Materi ‘Klasik’ yang dimaksud, ada pada Bab X tentang menyembelih binatang dengan niat bukan karena Allah. Materi tersebut ada pada Kitab Tauhid, Pemurnian Ibadah kepada Allah yanf ditulis Syaikh Muhammad At Tamimi.
“Sebutkan sunah menyembelih hewan dalam Islam,” tanya Najikh mengawali pengajian.
“Akikah, Idul Kurban (udhiya) dan hadyu (disembelih ketika membayar dam saat umrah/haji),” jawab peserta serentak.
Najikh kemudian meminta salah satu peserta, Drs Djamiat, Guru Pendidikan Jasmani dan Olahraga membaca terjemahan Alquran surat Al Anam ayat 162-163. “Katakanlah wahai Muhammad, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah),” ujar Djamiat.
Najikh menjelaskan, maksud dari shalatku dan ibadahku adalah peneguhan tauhid uluhiyah kepada Allah. “Ini yang tidak dimiliki orang kafir. Sedangkan hidupku dan matiku, orang kafir dan Islam sama-sama punya,” tegasnya.
“Lalu apa hidup itu? Coba pilih. A, tidak punya apa-apa. B, apa-apa punya,” tanya Najikh lagi.
Peserta terlihat ragu-ragu.
Menurut Najikh, yang benar jawaban B karena manusia itu punya semua, seperti waktu, ilmu, kendaraan, harta, dan lain-lain. “Jadi nikmat yang Allah berikan itu harus diakui, jangan mengeluh, jangan bilang tidak punya apa-apa, perlihatkan karunia Allah,” tuturnya.
Ia berharap semua manusia bisa mensyukuri apa yang dimiliki dengan niat ibadah karena Allah.
Yang kedua, lanjutnya, jangan meremehkan hal-hal yang kecil. Ia mencontohkan, seekor lalat bisa menyebabkan seorang Muslim masuk neraka atau masuk surga. Ia kemudian meminta Rudi Ihwono SKom, Guru Pendidikan Kewirausahaan untuk membaca haditsnya di halaman 40.
“Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang mempunyai berhala, yang mana tidak boleh seorang pun yang melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya suatu kurban. Salah seorang mempersembahkan seekor lalat. Dan kaum itu memperkenankannya melanjutkan perjalanan. Maka dia masuk neraka karenanya. Yang seorang lagi berkata, aku tidak patut mempersembahkan sesuatu kurban kepada selain Allah. Kemudian kaum itu memenggal lehernya. Karenanya orang ini masuk surga,” ujar Rudi membaca hadits riwayat Imam Ahmad.
Kajian ini juga mengundang keingintahuan sekuriti sekolah Ahmad Zaini. Ia bertanya tentang bagaimana dengan binatang yang disembelih bukan karena Allah.
Menjawab pertanyaan Zaini, Najikh meminta Guru Geografi Dra Rusyadah membaca terjemah hadis riwayat Abu Dawud dalam Bab XI tentang Menyembelih Binatang dengan Niat Karena Allah, Dilarang Dilakukan di Tempat yang Dipergunakan untuk Menyembelih Binatang Bukan karena Allah.
“Ada seseorang yang bernadzar akan menyembelih seekor unta di Buwanah lalu orang itu bertanya kepada Nabi. Nabi pun bertanya, ‘Apakah di tempat itu pernah ada salah satu dari berhala-berhala jahiliyah yang disembah?’ Para sahabat menjawab ‘Tidak’. Beliau bertanya lagi, ‘Apakah di tempat itu pernah dilaksanakan salah satu perayaan hari raya mereka?’. Mereka menjawab, ‘Tidak’. Maka Rasulullah bersabda, ‘Penuhilah nadzarmu itu, karena sesungguhnya tidak ada pemenuhan nadzar dalam bermaksiat kepada Allah dan pada perkara yang di luar hak milik seseorang,” ujar Rusyadah.
Jadi, kata Najikh, boleh menyembelih hewan dalam rangka menunaikan nadzar dengan syarat seperti hadits tadi. Ia menegaskan, landasan tauhid di Muhammadiyah itu ada, tapi tidak banyak orang yang mengembangkannya. “Yang kedua, gunakan semua potensi yang ada agar bisa masuk surga,” tuturnya. (*)
Kontributor Estu Rahayu. Editor Mohammad Nurfatoni.