PWMU.CO – Umat Islam Indonesia perlu memegang komitmen beragama dengan meningkatkan kualitas iman. Kualitas umat yang baik akan meningkatkan marwah (wibawa) umat Islam itu sendiri.
Demikian yang disampaikan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya Dr Maksun Jayadi dalam Kajian Ahad Pagi Masjid An Nur, Komplek Perguruan Muhammadiyah Sidoarjo, Ahad (15/9/19).
Menurut Wakil Rektor I Universtas Muhammadiyah Surabaya itu, beragam kedzaliman yang terjadi di dunia Islam akhir-akhir ini disebabkan karena tidak adanya marwah umat Islam di samping kualitasnya yang masih rendah.
“Jumlah yang besar tidak diikuti kualitas yang memadai, seperti buih di atas air bah,” ungkapnya menyitir hadits Nabi.
Untuk membangun kualitas, lanjut Maksun, umat Islam perlu merefleksikan kembali momentum hijrah yang dilakukan Rasulullah Muhammad SAW.
“Setidaknya ada empat strategi yang dilakukan Nabi dalam proses hijrah,” ujarnya.
Yang pertama, menurut dia, adalah membangun kepercayaan diri umat. “Di Madinah, upaya nabi membangun self confidence, rasa percaya diri, dengan mengubah nama Yatsrib dengan Madinah Al Munawwarah (kota yang bersinar),” tuturnya.
Kedua, lanjut dia, membangun iman dan akidah umat melalui masjid. “Kenapa harus dari masjid? Karena Nabi menjadikan masjid sebagai sentral dakwah. Pembagian zakat, menyusun strategi perang, hingga musyarawah keumatan semuanya di masjid,” ungkap dia.
Namun, yang disayangkan, ketertarikan umat Islam dengan masjid itu rendah. “Lamanya memeluk Islam atau menjadi Muslim sejak lahir biasanya menurunkan semangat, ghirah dalam berislam. Jika umat Islam asing dengan masjidnya, maka kualitas umat Islam dipertanyakan,” ujar Maksum.
Sementara, upaya yang ketiga, menurut Maksun adalah mempersaudarakan kaum-kaum yang berseteru. Masyarakat Madinah saat itu, lanjut dia, mempunyai fanatisme golongan dan kedaerahannya masih kuat.
“Namun nabi bisa mempersatukan kaum pendatang, Muhajirin, dengan tuan rumah, Anshar. Juga suku-suku yang ada di Madinah saat itu seperti Auz dan Khazraj untuk sama-sama mengagungkan Islam,” ujar Maksun.
Strategi keempat, kata Maksun, adalah melakukan negosiasi pada kelompok non-Islam. “Masyarakat Madinah merupakan komunitas majemuk. Ada Yahudi, Nasrani, dan penyembah api. Nabi mendatangi mereka lalu membuat kesepakatan. Kesepakatan itulah yang kelak disebut Piagam Madinah,” ungkapnya.
Dengan meningkatnya kualitas umat, lanjut Maksum, maka marwah akan terangkat. Juga meminimalkan peluang umat menjadi rebutan, baik rebutan pasar maupun suara.
“Dengan adanya marwah, semoga tidak ada ungkapan jika umat Islam di Indonesia seolah-olah tidak punya “saham” menegakkan NKRI,” ujarnya. (*)
Kontributor Daul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.