PWMU.CO-Kepanduan Hizbul Wathan (HW) SMK Muhammadiyah 8 Siliragung mengikuti outbound gabungan yang diadakan oleh Kwarcab Genteng dan Siliragung.
Acara diikuti 300 peserta dari siswa SD/MI, MTs/SMP, dan SMA/SMK Muhammadiyah se Kabupaten Banyuwangi. Bertempat di Lapangan Miring Genteng, Ahad (15/9/2019).
Tujuan acara ini melatih siswa saling bekerja sama menyelesaikan beberapa tantangan yang diberikan oleh panitia.
Beberapa tantangan harus diselesaikan oleh seluruh peserta. Setelah pembukaan, seluruh peserta diarahkan menyelesaikan tantangan pertama. Yaitu menghafal undang-undang HW dan Mars HW. Rupanya semua anak HW bisa lolos tantangan ini.
Sampai di pos kedua diberi permainan estafet karet. Peserta dibagi kelompok. Tiap kelompok membentuk lingkaran. Tugasnya setiap anak memindahkan karet gelang yang ditaruh di sedotan yang digigit. Acara ini penuh tawa. Apalagi ketika ada karet yang jatuh. Teriakan kecewa langsung membahana.
Selesai dengan permainan ini, panitia memberi tantangan ketiga yang ekstrem. Peserta diminta merayap dalam lumpur. Begitu tahu tantangan merayap di lumpur pada heboh ingin balik badan. Takut kotor dan jijik. ”Ayo, anak HW tak takut lumpur,” teriak panitia.
Yang berani terjun duluan anak-anak SD Muhammadiyah 6 Genteng. Melihat adik-adik SD berani terjun duluan dan menikmati merayap di lumpur, membuat murid SMP dan SMA malu. Langsung saja mereka ikutan. Bahkan ada yang berguling-guling sampai seluruh muka ikut tertutup lumpur.
Permainan semakin seru dengan melempari lumpur kepada temannya yang wajahnya masih bersih. Akhirnya asyik juga bermain kotor-kotor ini. Panitia harus menghentikan aksi lempar lumpur karena masih banyak peserta yang belum melakukan tantangan ini.
Tak ayal semua peserta langsung menjatuhkan diri terus merayap hingga ke garis finish yang panjang 3 meter. Baju, celana, dan wajah peserta berlepotan lumpur. Tapi mereka tertawa melihat badan temannya kotor.
Putri Ayu Desita dari Kelas X Akomodasi Perhotelan (APH) mengatakan, baru pertama ikut outbound. Merayap di lumpur ini paling mengesankan.
”Setiap kelompok secara bergantian merayap di lumpur. Tidak boleh berdiri karena di atas punggung diberi tali raffia. Ketika punggung menyentuh tali rafia dianggap gugur,” tuturnya.
Dia membayangkan mungkin ini yang dilakukan oleh para pejuang terdahulu dalam misi kemerdekaan Indonesia. ”Rela kotor semuanya dari ujung kepala sampai ujung kaki,” ujarnya.
Berikutnya peserta menuju sungai. Di tempat ini sudah menunggu tantangan lebih seru. Berjalan di atas tali kecil melintasi sungai. Beberapa anak mencoba pas di tengah tali berayun-ayun, tak lama kemudian jatuh ke air. Sorak-sorai bergema. Tim penolong langsung meluncur membantu siswa yang tercebur.
Arya Candra Nugraha menyatakan, berjalan di atas tali kecil harus benar-benar konsentrasi jika ingin selamat sampai ke ujung.
”Jika tidak konsentrasi akan jatuh ke sungai. Ada teman yang jatuh dan dia tidak bisa berenang. Syukurlah ada rakanda dan ayunda panitia menyiapkan tim penolong,” katanya.
Selesai dari tantangan ini semua peserta membersihkan diri di sungai. Lantas shalat Duhur dan makan siang bersama.
Setelah istirahat dilanjut refling. Terjun dari jembatan ke dasar sungai dengan tali. Maghdalena Cristina Jayanti mengatakan kegiatan refling ini paling menarik.
”Saya merasakan ketika berpegangan tali kemudian turun dengan posisi kepala di bawah. Itu rasanya seperti mau pingsan. Awal nya saya ragu mau mengikuti kegiatan outbound ini karena saya peserta non muslim satu-satunya, tapi ternyata teman-teman pada semangat mengajak tanpa membedakan agama,” katanya. (*)
Penulis Fela Layyin Editor Sugeng Purwanto