PWMU.CO – Beberapa remaja memakai jas biru dongker tampak memenuhi deretan kursi paling depan di hall dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (21/9) malam kemarin. Mereka adalah peserta Muhammadiyah Education (ME) Awards dari Dea Malela Modern International Islamic Boarding School Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Salah satu dari tujuh siswa itu berasal dari Rusia. PWMU.CO berbincang dengan Ali Gadzhimagomedov yang sudah cukup lancar berbahasa Indonesia untuk percakapan sehari-hari.
Di ajang ME Awards 2019 ini, Ali, begitu ia biasa disapa, mengikuti lomba sains untuk tingkat SMP/MTs. Menurut Ali, lomba sains di Indonesia dan Rusia sangat berbeda.
“Di Indonesia ada beberapa babak, ada soal-soal pilihan ganda. Di Rusia hanya satu babak dengan lima soal uraian. Tapi sulit. Pesertanya maksimal hanya 15 orang, tidak ada ribuan seperti di sini. Untuk siswa SMP, soal yang diujikan sekelas anak SMA. Jadi benar-benar pakai otak,” kisahnya dalam bahasa Indonesia.
Sistem pendidikan di Rusia yang berbeda dengan di Indonesia juga berpengaruh terhadap sistem sebuah olimpiade sains. Di Rusia, katanya, siswa belajar satu mata pelajaran selama setahun penuh di satu tingkatan.
“Misalnya kelas V kami mulai belajar biologi. Kelas tujuh kami belajar fisika, kelas delapan kami belajar kimia. Jadi fokus. Kalau di Indonesia semua jadi satu. Pelajaran IPA ada fisika, ada biologi juga,” ujar bule yang gemar pelajaran matematika dan fisika ini.
Ditanya perihal asal mula bersekolah di Sumbawa, Ali pun menceritakan bahwa ayahnya memiliki hubungan baik dengan Prof Din Syamsuddin, Ketua umum PP Muhammadiyah tahun 2005-2015.
“Ayah saya chairman. Prof Din saat itu pergi ke Rusia, bertemu ayah saya. Lalu ayah saya baru tahu di Sumbawa ada sekolah ini saya dibawa ke sini sama Prof, diajak sekolah di sini,” ujarnya dengan dialek Rusia yang kental.
Sebelumnya, Ali kerap berkunjung ke Indonesia. “Saya pernah ke Jakarta, Bali, Lombok. Kalau ke Sumbawa sering,” imbuhnya.
Kini Ali duduk di kelas IX SMP. Ia mengaku ingin pulang ke negaranya setelah lulus dan melanjutkan sekolah di negara asalnya. Ia ingin tahu lomba sains pada gelaran ME Awards ini.
“Keinginan saya sendiri. Kendala saya cuma satu untuk lomba ini, bahasa. Kalau bisa bahasa, belajar bahasa, selesai sudah. Soal-soal ini cukup mudah bagi saya,” kata Ali yang sudah langganan lomba sains di Rusia.
Lain Ali, lain lagi dengan Rijalul Haqqi. Remaja yang juga siswa Dea Malela Modern International Islamic Boarding School ini berasal dari kota serambi Mekkah, Aceh. Rijalul duduk di kelas 11 SMA. Ia menjadi peserta lomba ISMU in English.
Sebelum melanjutkan SMA di Sumbawa, Rijalul adalah aktivis IPM Aceh. Namun, di sekolahnya saat ini tidak ada IPM. Maka, begitu mendengar kabar ME Awards yang diselenggarakan Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Jawa Timur, ia pun ikut bersemangat.
“Saya dengar ada lomba English. Saya ingin ikut, jadi saya bilang ke sekolah, lalu berangkatlah kami ke sini,” katanya.
Meski belum mendapatkan juara, Rijalul tak patah semangat. Bertemu dengan peserta lain dari Jawa Timur dan Jawa Tengah menurutnya telah menjadi pengalaman tersendiri.
“Persiapan lomba satu bulan. Baru pertama ikut, jadi hasilnya belum memuaskan. Harus banyak belajar. Saya masih ingin ikut lagi di tahun depan,” kata siswa yang lahir dari keluarga besar Muhammadiyah ini. (*)
Kontributor Isnatul Chasanah. Editor Mohammad Nurfatoni.