PWMU.CO – Banyak yang kaget, kok tiba-tiba mahasiswa turun ke jalan, masif lagi. Padahal sebelumnya jarang sekali mahasiswa turun, terutama dalam momen-momen seputar Pemilu 2019. Sampai ada yang bertanya, mahasiswa sekarang di mana?
Ketika sekarang tiba-tiba mahasiswa turun hampir serentak di berbagai kota, ada yang menuduh mahasiswa sudah ditunggangi. Ada yang menuduh ditunggangi untuk menggagalkan pelantikan presiden bulan Oktober mendatang. Ada yang bilang ditunggangi kelompok radikal kanan dan pendamba khilafah. Dan berbagai macam tuduhan lainnya. Benarkah demikian?
Ketika pasangan Capres 01 Jokowi-Ma’ruf dimenangkan Mahkamah Konstitusi, mahasiswa tidak tergoda bereaksi. Mereka tidak ingin ditarik dalam isu-isu partisan, meskipun memilih presiden adalah persoalan yang sangat penting bagi nasib mereka di masa depan.
Mahasiswa menunggu apakah setelah kekuasaan diberikan maka pemegang mandat itu akan dengan serius menggunakannya untuk kepentingan rakyat dan bangsa, atau sebaliknya hanya untuk memperjuangkan kepentingan pribadi dan golongannya saja.
Mahasiswa sengaja menahan diri untuk melihat apa yang akan dilakukan oleh Jokowi setelah diberikan mandat kekuasaan. Lalu apa jawabnya?
Ternyata dengan penuh percaya diri Jokowi melakukan langkah-langkah yang cenderung tidak mendengarkan aspirasi. Beberapa kebijakan pemerintah seperti rencana memindah Ibu Kota Negara, menaikkan iuran BPJS, pemilihan komisioner KPK, dan puncaknya adalah saat terjadinya revisi UU KPK yang terkesan kejar tayang, menunjukkan minimnya peran publik dan penyerapan aspirasi secara baik.
Tontonan yang ditunjukkan Jokowi kepada publik menyebabkan mahasiswa geram. Ibarat mereka sudah memberi air susu kepada Jokowi, tetapi justru dibalas dengan air tuba. Kesempatan yang diberikan mahasiswa agar Jokowi bisa menjalankan kekuasaan dengan lebih aspiratif ternyata tidak dilakukan. Bahkan cenderung mau jalan sekehendaknya sendiri.
Isu revisi UU KPK telah menyatukan para mahasiswa. Mereka disatukan dalam isu moral yang bisa menghapus sekat-sekat ideologi dan kepentingan politik. Sementara isu-isu lain seputar UU Pertanahan, UU KUHP, dan lain-lain adalah pelengkap sehingga menambah kepedulian dan keterlibatan banyak pihak.
Oleh karena itu, ketika Presiden Jokowi meminta DPR menunda pembahasan RUU KUHP dan yang lain, namun menolak mengeluarkan Perppu KPK, mahasiswa tetap meneruskan aksinya. Pernyataan Menkumham Yassona Laoly bahwa mahasiswa tidak tepat jika mendemo UU KPK, tapi seharusnya melakukan uji materi ke MK justru malah menambah ketersinggungan mahasiswa.
Mengapa? Karena dengan uji materi ke MK berarti pemerintah melemparkan masalah revisi UU KPK kepada pihak lain. Pemerintah seolah tidak mau mengambil tanggung jawab. Disinilah yang membuat mahasiswa semakin melihat bahwa pemerintahan Jokowi tidak bisa mendengar aspirasi.
Sebenarnya belum ada kata terlambat untuk meredam aspirasi mahasiswa. Dengan segera mengeluarkan Perppu KPK, Pemerintahan Jokowi setidaknya telah menunjukkan kepeduliannya. Tapi jika ini tidak segera dilakukan dan terus mewacanakan jalan uji materi ke MK, saya khawatir mahasiswa semakin tidak sabar dan bukan lagi meminta pencabutan UU KPK, tapi malah meminta pencabutan mandat rakyat kepada presidennya. Wallahu a’lam. (*)
Kolom oleh Muhammad Izzul Muslimin, Wakil Ketua Lembaga Seni, Budaya, dan Olahraga Pimpinan Pusat Muhammadiyah.