PWMU.CO – Tidak semua orang yang berpuasa otomatis menjadi bertaqwa. Berhasil tidaknya puasa tergantung bagaimana puasa itu dimaknai secara benar. Demikian pernyataan yang disampaikan M Choiruz Zimam mengawali Ceramah Iftitah dalam rapat harian Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik, Sabtu (25/6) pagi.
Agar puasa Ramadhan bisa mengantarkan orang beriman menjadi bertaqwa sebagaimana Surat Albaqarah ayat 183, Zimam mengajak untuk menjalankan tiga perilaku mistisisme atau spiritualisme di sela-sela puasa Ramadhan. Pertama, takhalli yaitu menghilangkan sifat-sifat buruk dalam diri. “Ada tiga sikap buruk yang bisa dievaluasi dalam puasa ini,” kata Zimam. “Pertama, adakah sikap zalim dalam diri kita?” Menurut Zimam, zalim yang bermakna gelap itu jika menjadi sikap manusia, maka ibaratnya seperti batu. “Ia sulit menerima cahaya,” katanya.
(Baca: Otak Sehat Bermula dari Perut: Menggali Hikmah Puasa ala Taufiq Pasiak)
Selain zalim, sikap takabur juga harus dievaluasi. “Masih adakah sikap takabur atau sombong dalam diri kita,” tanya Zimam. Sikap sombong ini, menurutnya, bisa dalam bentuk menyepelekan orang lain. Zimam tak kuasa menahan haru ketika ia mengungkapkan peristiwa yang pernah dilihatnya, yaitu saat seorang pemimpin merendahkan warganya dengan julukan yang tak pantas. Menurut mantan guru sosiologi SMAM 1 Gresik ini, dalam takhalli ini, sikap fasik juga harus dievaluasi.
Mistisisme kedua yang harus dilakukan dalam Ramdhan adalah tahalli, semacam usaha memunculkan potensi positif dalam diri. “Salah satu yang harus kita lakukan adalah syukur. Biasakan bersyukur,” kata Zimam. Selain syukur, berbuat adil juga harus dimunculkan dalam tahap tahalli ini.
(Baca juga: Empat Hakekat Puasa Menurut Imam Al Ghozali)
Setelah mampu menghindari perbuatan buruk (takhalli) dan memunculkan potensi positif (tahalli), maka sampailah pada tajalli, yaitu ketika Allah ‘menampakkan’ diri-Nya dalam diri manusia. “Orang yang berhasil dalam puasa, maka “hijab” antara dirinya dengan Tuhannya terbuka. Ia akan memperoleh cahaya Allah. Dan ia akan menyerap sifat-sifat Allah dalm dirinya. Terutama sifat Jalal (gagah) dan Jamal (indah),” kata Ketua Bidang Ismuba Majelis Dikdasmen PDM Gresik ini.
Puasa yang demikian, kata Zimam, masuk kategori puasa khusus bagi orang khusus dalam teori puasa Imam Ghazali. “Bukan lagi puasa khusus, apalagi puasa orang awam. Puasa inilah yang menjadikan kita bertaqwa,” ujarnya.(MN)